KAPOLID – Koalisi Perempuan Indonesia Provinsi Jawa Barat menyampaikan nota keberatan terhadap hasil seleksi calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat yang dinilai tidak sesuai amanat Undang-undang Pemilihan Umum no. 7 tahun 2017.
Dan pedoman pelaksanaan pembentukan Bawaslu kabupaten dan kota periode 2023-2028. Tentang Keputusan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nomor : 173/KP 01/K1/05/2023.
Dalam regulasi itu diatur bahwa setiap calon anggota Bawaslu harus memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30%.
Namun anehnya, kendati aturan itu terang benderang, sejumlah tim seleksi (timsel) calon Bawaslu di Jabar tak mematuhi peraturan tersebut.
Hasil seleksi menunjukkan bahwa hanya sekitar 14,6% perempuan yang lolos, jauh dari target 30%.
Contohnya, Kabupaten Indramayu. Dari 10 peserta calon Bawaslu yang lolos tes seleksi wawancara dan kesehatan, tak ada satu orang pun yang mewakili keterwakilan prempuan.
Sedangkan Indramayu sendiri masuk timsel zona III Cirebon. Meliputi Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan. Timselnya terdiri, Prof Dr H Cecep Sumarna M.Ag (Guru Besar IAIN Syekh Nurjati Cirebon/Ketua Dewan Pembina STKIP Yasika Majalengka), Kedua, Dr Haris Fauzi, SE, MM (Universitas Majalengka), Ketiga Dr Muhamad Parhan, SPd M.Ag (Universitas Pendidikan Indonesia UPI), Keempat, Lailatul Qoimah (Institut Studi Islam Fahmina Cirebon) dan Kelima, Ahmad Jamhuri, SH, M.Si (Institut Studi Islam Fahmina Cirebon).
Bahkan, selain Indramayu, ada empat kabupaten/kota di wilayah Jabar yang tidak memiliki calon anggota perempuan yang dinyatakan lolos, dalam tahap tes kesehatan dan wawancara.
Sekretaris Wilayah Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Jawa Barat, Darwinih menegaskan, bahwa hal ini merupakan bentuk peminggiran hak konstitusi terhadap perempuan dan ketidakadilan dalam akses kesetaraan.
Sehingga, pihaknya mendesak Bawaslu Republik Indonesia untuk meninjau kembali hasil seleksi calon Bawaslu Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Agar sesuai dengan amanat Undang-undang Pemilu.
“Harapan kami pada Pemilihan Umum tahun 2024, keterwakilan perempuan dapat diperhatikan sesuai ketentuan yang berlaku, serta memberikan akses yang setara, inklusif, dan partisipatif bagi semua warga Negara Indonesia,” kata dia melalui siaran persnya kepada para wartawan.
Kondisi ini tentunya menunjukkan, sambung dia, tidak mencerminkan upaya untuk mewujudkan keterwakilan perempuan yang memadai dalam lembaga Bawaslu.
Permasalahan ini perlu mendapat perhatian serius dari Bawaslu RI, guna memastikan implementasi Undang-undang Pemilihan Umum dan peraturan terkait secara konsisten dan tepat.
“Kami berharap Bawaslu RI dapat segera mengambil langkah tegas, atas keputusan yang syarat dengan permainan ini. Untuk itu, kami mengajak semua pihak untuk bersama-sama memastikan akses kesetaraan yang adil bagi perempuan, dalam partisipasi politik dan lembaga-lembaga publik,” ujarnya.***