SINGAPARNA, (KAPOL) – Aksi damai Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kabupaten Tasikmalaya, tidak cuma menyoal isu nasional. Isu lokal pun mereka suarakan saat diterima anggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Jumat (27/9/2019).
Koordinator aksi, Agus Yulianto alias Jojo menyoroti pengelolaan sampah yang keteteran. Suasana di Singaparna, menurutnya sangat mengganggu karena tumpukan sampah banyak yang tidak terangkut.
Isu lingkungan pun tidak luput. Seperti halnya penambangan pasir di kawasan Gunung Galunggung, yang perlu pengawasan ketat, karena dampaknya sangat serius dirasakan masyarakat.
“Ketika alam terus dieksplorasi tanpa adanya pengawasan maka tunggu kehancurannya. Berani tidak para anggota dewan untuk mendata berapa penambang yang legal dan illegal,” katanya seraya menuntut kepada eksekutif dan legislatif untuk segera menindak tegas penambangan pasir ilegal yang ada di wilayah Gunung Galunggung.
“Kalau bisa penambangan pasir tersebut dihentikan saja,” ujarnya menandaskan.
Menurut Jojo, Kab. Tasikmalaya mempunyai visi mewujudkan perekonomian yang tangguh dan pengembangan pertanian. Namun kenyataannya UU Pertanahan yang ada sangat berdampak pada pertanian.
Soal keberadaan aset di wilayah pascapemisahan Kabupaten dan Kota Tasikmalaya, kata Jojo, sampai saat ini masih tumpang tindih. Ada kantor dinas kabupaten yang berada di wilayah kota Tasikmalaya.
“Kami menganggap hal ini lucu karena kami membuat KTP saja harus ke Kota Tasikmalaya bukan ke Kab Tasikmalaya,” katanya bernada seloroh.
Dia mempertanyakan langkah yang telah dilakukan Pemkab dan DPRD Kab. Tasikmalaya terkait permasalahan asset Pemda Kab. Tasikmalaya yang berada di wilayah Kota Tasikmalaya yang saat ini belum tuntas.
Sedangkan soal sumber daya manusia, Jojo menyinggung nasib guru honorer yang gajinya kecil. Dia memohon kepada anggota dewan agar menyampaikan permasalahan itu kepada pihak terkait.
Ketua IMM Kabupaten Tasikmalaya, Hilma Faniar, menyoroti tindakan aparat yang terkesan menekan para pengunjuk rasa. “Ketika Gusdur membolehkan pengibaran bendera Bintang Kejora sebagai bendera adat merupakan suatu ruang dialogis yang dibangun. Bukan dengan gaya militeristik yang terjadi seperti sekarang ini,” ujarnya.
Hilma mempertanyakan pula perihal kekosongan jabatan di Kabupaten Tasikmalaya saat ini. Padahal, kata dia, Pemda punya power dan anggota DPRD bisa melakukan pengawasan. “Masa, Bupati Tasikmalaya jomblo terus, tidak ada wakilnya. Dan ini merupakan persoalan bagi Kabupaten Tasikmalaya,” kata Hilma.
Anggota DPRD F PKB, Asep Muslim, SAg, mengapresiasi pesan yang disampaikan tidak terpaku pada persoalan yang saat ini sedang hangat di tingkat nasional.
“Apa yang disampaikan oleh rekan-rekan IMM terkait permasalahan di wilayah Kab. Tasikmalaya itu benar adanya dan itu real terjadi di masyarakat. Termasuk terkait keberadaan asset Pemda, hal ini merupakan agenda kami untuk ke depan memperbaikinya, sehingga apa yang disampaikan rekan-rekan akan kita bawa ke forum yang lebih besar,” katanya.
Menurut dia, permasalahan aset, Galunggung, sampah dan lain-lain, tidak dipungkiri. “Kami sepakat untuk itu dan memohon kepada rekan-rekan untuk peduli terhadap kemajuan Kab. Tasikmalaya dengan cara mendorong dan mengingatkan kepada kami apabila ada ketimpangan,” katanya.
Namun, kata Asep, mohon dimaklumi juga bahwa ada mekanisme apabila permasalahan tersebut dibawa ke Forum, karena sampai saat ini Alat Kelengkapan Dewan (AKD) belum terbentuk.
“Sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama. Silakan diagendakan lagi untuk meminta kejelasan terkait apa yang menjadi tuntutan dari rekan-rekan mahasiswa. Mari kita bersama-sama untuk membangun Kab. Tasikmalaya ke depan agar lebih maju dan baik,” ujarnya.