Menjelang Musda III KAHMI Kab/Kota Sukabumi
Menempatkan kuda di pinggir pada langkah pertama bagi beberapa pemain catur pemula berdampak pada kesulitan mengambil langkah berikutnya, prinsipnya kuda harus di beri ruang leluasa, jangan dibiarkan ia mendapati potensi mati terkepung, alih-alih terjebak dan mundur.
Beberapa tahun ke belakang ada banyak momentun di Sukabumi selalu dibiarkan berdinamika begitu saja tanpa rasa, taste, yang di taburkan oleh Kahmi, membuat orang kurang berhasrat mencicipinya, aroma daun salam dan sereh-nya tidak tercium.
Kahmi, seperti ‘orang asing’ yang terfigurasi oleh tokoh fiksi Meursault dalam novel L’etranger. Meursault menganggap bahwa ‘kehidupan tetap akan berjalan tanpa dia harus terlibat’.
Raja Sissyphus diceritakan telah dikutuk oleh dewa Zeus karena ia telah memainkan aturan kematian, ia dikutuk untuk mendorong batu ke puncak gunung.
Sissyphus menganggap itu sebagai hal yang absurd, tidak bermakna, jika pun ia berhasil mendorong batu sampai kepuncak, batu akan menggelinding lagi kebawah, dan begitu seterusnya. Albert Camus terinspirasi oleh mitos itu dan membuat aliran absurdisme.
Kahmi harus keluar dari absurditas, saatnya mengambil langkah kuda profesional. Sebagai tempat berhimpunnya para elit (intelektual). Kahmi tidak pernah kehabisan langkah maupun pintu masuk untuk mengambil peran dalam sebuah momentum.
Tentu Kahmi tetap mewajibkan dirinya pada memeriksa pekerjaan rumah-pekerjaan rumah yang tertunda: kajian, distribusi kader, empowerment, social enginering, brainwash, dan lain-lain.
Mari percaya, Kahmi bisa.! Selamat melaksanakan Musda KAHMI III.