KAPOL.ID–Sebuah perbincangan tentang Pilkada dan Pandemi terselenggara di Pasamoan Caffe, Minggu (15/11/2020) soré. Acara ini atas inisiasi KPU Kabupaten Tasikmalaya bekerja sama dengan Yayasan Seladarma.
Empat orang pembicara memaparkan berbagai hal di hadapan puluhan mahasiswa dan beberapa awak media. Seorang komisioner KPU, Ai Rohmawati. Tiga orang lainnya akademisi: Maulana Jannah, Asep Cahyanto, dan Erlan Suwarlan.
Sebagai penyelenggara Pilkada, Ai Rohmawati mengaku mau tidak mau mesti menggelar Pilkada. Karena toh sudah menjadi keputusan, bahwa Pilkada mesti terselenggara 9 Desember 2020. Ia juga melihat bahwa ada sisi positif yang dapat dipetik.
“Ada beberapa keuntungan yang dilaksanakan hari ini. Pertama, kedisiplinan masyarakat semakin meningkat. Kedua, pengetahuan masyarakat tentang pandemi juga ada,” ujar Ai.
Di samping itu, Ai juga berharap supaya kaum milenial di mana pun berada dapat menggaungkan atau mensosialisasikan bahwa Pilkada dilaksanakan dengan protokol kesehatan.
Soal kesadaran masyarakat akan pandemi, Asep Cahyanto menilai bahwa kesadaran masyarakat Indonesia sangat lemah. Sekalipun demikian, ia tetap berharap pelaksanaan Pilkada Kabupaten Tasikmalaya berlangsung jujur, adil, dan terbebas dari klaster baru Pilkada.
“Soal terbebas dari klaster baru Pilkada itu tergantung dari pada kesadaran masyarakat, dan tergantung pada pemerintah daerah dalam melaksanakan penegakan aturan atau hukumnya,” papar Asep.
Pada nyatanya, Asep mengamati persentase masyarakat yang sadar protokol Covid-19 di tempat keramaian seperti pasar masih rendah. Padahal anjuran penerapannya selalu digembor-gemborkan oleh pemerintah.
“Sebenarnya, itulah tugas kitu, bukan hanya penyelenggara baik KPU maupun Bawaslu, untuk memberi kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya menerapkan protokol Covid-19,” lanjut Asep.
Tidak lupa juga Asep menyampaikan himbauan kepada pemerintah agar terus-menerus melaksanakan penindakan. Misalnya dengan cara menyuruh push up atau memberlakukan denda bagi yang mampu terhadap masyarakat tak bermasker.
Erlan Suwarlan yang memiliki besik ilmu pemerintahan menyitir empat hal: Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Surat Edaran.
“Soal Surat Edaran ini catatan saya adalah kalau dilihat dari hierarki peraturan perundangan sebenarnya tidak termasuk. Tetapi secara praktik, sering kali ini sangat ‘efektif’, dan ini terjadi di masa pandemi ini, termasuk yang mengatur Pilkada,” papar Erlan.
Sementara terkait Perpu No. 2 tahun 2020, Erlan memahaminya bahwa Perpu itu lahir dengan asumsi bahwa tren Covid-19 menurun pada periode Mei 2020. Faktanya, katanya, hari ini trennya terus naik.
Perpu itu kemudian diperkuat lagi dengan Surat Edaran Mendagri No. 141 yang ditandatangani Agustus 2020. Erlan melihat bahwa di situ ada dikotomi antara penyelenggaraan Pilkada dengan Pilkades.
“Pilkades ditunda dengan alasan pandemi sementara Pilkada tetap berjalan dengan alasan program strategis nasional. Bagi saya, soal pandemi ini kan musuhnya nggak kelihatan, sehingga dapat menyerang siapa pun tanpa pandang bulu,” tambahnya.
Pada akhirnya Erlan menyimpan harapan bahwa Pilkada di masa pandemi ini, kalaupun tidak bisa ditunda, jangan sampai menghilangkan marwah demokrasi.
“Sukses prosesnya, sukses hasilnya, bisa melahirkan pemerintahan yang efektif, dan yang paling utama adalah menghasilkan pemimpin yang dicintai serta mencintai rakyatnya,” harap Erlan.
Maulana Jannah juga menilai bahwa Pilkada di tengah pandemi mengandung sisi dilematis. Meski demikian, karena sudah menjadi ketetapan, maka mesti terus dilanjutkan. Di sinilah butuh sinergitas antara masyarakat, penyelenggara, dan peserta Pilkada.
“Ketiganya itu harus sama-sama mensukseskan Pilkada di Kabupaten Tasikmalaya. Calon harus memberi teladan bagi masyarakat. Jangan sampai KPU bersusah payah membuat aturan dan sebagainya, tapi para calonnya tidak disiplin,” tutur Maulana Jannah.
Soal kedisiplinan, Mualana Jannah satu persepsi dengan Asep Cahyanto, bahwa bangsa Indonesia sangat lemah. Katanya, banyak buku yang menjelaskan hal tersebut. Tetapi bukan berarti harus berhenti melakukan himbauan-himbauan.
“Meskipun di beberapa daerah yang saya lihat memang ada kekhawatiran juga. Mislanya salat Jumat juga biasa, berjamaah juga biasa, seperti tidak ada masalah. Nah, ini juga problem. Tapi, saya juga melihat keseriusan dari KPU sudah tanpak nyata,” Maulana Jannah menandaskan.