OPINI

Adu Muncang Pilkada

Oleh Ihya M. Kulon

Permainan tradisional adu muncang (buah kemiri) tetap bergairah di wilayah Tasikmalaya dan sekitarnya walau pandemi Covid-19 sedang melanda. Peredaran buah muncang adu khususnya, tetap saja bagus. Tambah banyak peminat dan pembeli. Bahkan kabarnya ada jenis buah Muncang Adu di musim ini yang harganya naik hingga setara harga emas 24 karat.

Musim adu muncang tahun ini kebetulan bersamaan dengan Pilkada Kabupaten Tasikmalaya. Sejak awal musim sampai nanti boleh jadi akan bersamaan berakhirnya dengan hajat Pilkada. Hingga seorang kawan sempat punya ide ingin menggelar “Adu Muncang Pilkada” sebagai judul lombanya.

Menarik, pikir saya, jika gelar Adu Muncang diumpamakan gelar Pilkada, maka jenis-jenis buah nuncang wdunya dapat diibaratkan Para Pasangan Calon yang sedang berlaga. Terlepas dari filosofis permainan tradisional adu muncang yang kaya dengan makna.

Adu Muncang
Dalam bukunya tentang “Sejarah Kerajaan-Kerajaan Islam Jawa”, Dr. H.J. Graaf hanya menulis sedikit sekali menulis mengenai permainan adu muncang. Ia hanya mencatat bahwa Sultan Agung, Raja Islam Mataram, menggemari permainan adu muncang,. Buah muncang beliau yang terbaik, terkuat, dan tidak terkalahkan –(karena memang tidak boleh dikalahkan). Sebatas itu. Tidak lebih.

Dengan kata lain, permainan adu muncang rakyat yang dijadikan lomba, dapat dipastikan dimulai oleh Sultan Agung, yang kemudian menyebar ke seluruh tanah jajahan Kerajaan Islam Mataram kala itu. Termasuk ke wilayah Tasikmalaya dan sekitarnya.

Adu muncang bukan satu-satunya permainan tradisional yang menggunakan biji pohon. Paling tidak ada empat permainan tradisional adu biji pohon lainnya, yakni: adu cilong (biji karet), adu klingsi (biji qsam Jawa), adu suru (biji sawo), dan adu saga (Biji Saga).

Sebelum diorganisir menjadi lomba Aladu muncang yang resmi, gairah Adu Muncang di wilayah Tasikmalaya menjadi masalah sosial tersendiri. Adu muncang menjadi ajang perjudian masyarakat di setiap lapak penjual buah muncang. Yang digandrungi baik oleh mereka kalangan kelas atas sampai kelas bawah; dari orangtua sampai anak-anak; dari yang terbuka sampai yang bersembunyi.

Tidak sedikit terjadi tindak kejahatan lain yang menyertai akibat dari adu muncang ini.  Saat ini kegiatan adu muncang di Tasikmalaya jauh lebih rapi. Pada setiap musim buah muncang, pihak kepolisian setempat mengawasi dengang ketat setiap ajang adu muncang yang resmi dan cukup besar, dengan berbagai aturan serta larangan adanya perjudian –walau pun tidak tertutup kemungkinan masih ada yang suka berjudi.

Muncang Adu
Awalnya nama buah Muncang Adu di Tasikmalaya tidak sebanyak seperti sekarang ini. Yang ada hanya Muncang Adu Jawa, seperti Muncang Kaliwiro, Pedang, Mantili, dan Jalim; Muncang Adu dari Timtim (Timor-Timor), seperti Cariu, Leger, Yanti, dan Si Rawing; Sedang Muncang dari pulau Sumatra umumnya hanya Muncang Sayur.

Baru kemudian menjadi bermacam-macam namanya, seiring dengan gairah orang-orang Tasikmalaya dalam budidaya pohon Muncang Adu, dengan dikawin-silangkan, yang kemudian menghasilkan buah-buah Muncang Adu yang berkelas dan mutu.

Uniknya, penamaan buah muncang adu, selain berdasarkan asal nama daerah tumbuhnya, seperti Muncang Kaliwiro, Cariu dan Jayanti, ada juga yang dilihat berdasarkan bentuknya, seperti Muncang Bagong, Mayit, Kewuk, Belut, Mahkota, Oray, dan lain sebagainyanya; Atau berdasarkan nama pemilik pohonnya, seperti Muncang Yanti, Yakob, Munajat, Ayu, dan lain sebagainya;

Bahkan ada pula yang berdasarkan seenak sebut saja: Muncang Dajal, Drakor (Drama Korea), Mantili, Hulk, dan SB (Setan Bintang).
Tampaknya penamaan buah Muncang Adu sebagai keharusan dan tuntutan untuk mengikuti perlombaan –disamping sebagai “tanda”.

Adu Muncang dan Pilkada
Meski ajang “Adu Muncang dan Pilkada” berbeda jauh dalam banyak hal, namun dari esensi sebuah pertarungan dan persaingan –lebih-kurang– sama, yaitu Siapa atau Muncang Adu apa yang kuat lagi bermutu itu yang menang.

Ada beberapa nama buah muncang adu yang memiliki kelas tertinggi yang beredar dan diakui di wilayah Tasikmalaya, yakni Muncang Drakor (Drama Korea), Si Mata (Si Mayit Taraju), Jayanti, PK (Pembunuh Kobra), Dage, Dahdir, MU (Mayit Ustad), MD (Mayit Dedi)dan Dajal. Sedangkan yang kelas menengah, ada Muncang Manohara, Yanti, Kobra, Hulk, Munajat, Yakob, Kewuk, Mahkota, Naruto, Linglung, Rajet, Jalim, dan SB (Setan Bintang).

Jika boleh diibaratkan, para calon Bupati itu buah Muncang Adu kelas tertinggi. Sementara masing-masing calon Wakil Bupati, ada di buah muncang adu kelas menengah.

Bedanya, pertandingan Adu Muncang tidak selalu berada pada masing-masing kelasnya. Bebas-bebas saja. Yang penting pemilik Muncang berani ikut lomba dan diadu dengan muncang adu jenis apa pun juga. Sebab kalah-menang dalam pertandingan bukan ditentukan oleh jenis atau nama muncang adu, melainkan bagaimana muncang adu itu diurus oleh pemiliknya.

Demikian pula dengan kontestasi di Pilkada. Dalam debat pasangan calon misalnya, Cabup bisa berdebat dengan Cawabup yang dilawannya. Begitu pun sebaliknya.

Beberapa hari sebelum tiba pertandingan, buah muncang adu selalu diproses pengerasan lebih dulu, yang disebut “pale” atau “dipale”, dan biasanya direndam di air Cuka atau air teh basi.

Waktu rendam bisa hanya 15 menit sampai sehari-semalam, tergantung maunya si pemilik buah muncang adu. Bila sudah direndam, kemudian dibaluri bubuk daging buah muncang yang sudah pecah, atau dengan dibaluri minyak zaitun, lalu digosok-gosok agar pori-porinya tertutup rapat dan warnanya menjadi hitam mengkilat.

Belakangan, pada saat adu Mlmuncang masih tidak terkendali, tidak jarang sampai ada buah muncang adu yang disuntikan cairan kimia tertentu, bahkan ada yang diisi dengan ‘khodam’ (jin atau energi magis) oleh ‘orang pintar’. Namun di ajang Adu Muncang resmi saat ini, hal seperti itu akan dihindari. Karena kecurangan seperti itu pasti diketahui dan dapat kena hukuman berat, masuk penjara.

Demikian pula dengan para calon, masa-masa sosialisasi ibarat masa proses pengerasan buah muncang adu. Kedatangan mereka menemui tokoh-tokoh agama, masyarakat dan ormas kepemudaan, tidak lain dalam rangka menguatkan hati membulatkan tekad, vini vidi vici, maju dan menang pilkada.

Sama halnya dengan buah Muncang Adu yang diisi, bukan rahasia umum lagi jika sudah menjadi kebiasaan jalur mistik diikutsertakan dalam persaingan Pilkada. Untuk yang satu ini sulit disalahi dan ditindak oleh Bawaslu. Itu diluar jangkauan aturan main.

Kemudian, aduuncang menggunakan alat yang disebut “pidekan”, dan saat ini sudah tidak tradisonal lagi. Sudah manual-canggih. Hanya ada satu orang algojo (pemukul) yang mengeksekusi pertandingan, yang sudah disepakati dan dipercaya oleh kedua belah pihak.

Sang algojo harus benar dalam sekali pukul. Karena pukulan yang disengaja salah, dapat diketahui oleh pihak yang dirugikan.

Algojo adu muncang ibarat KPUD yang harus cermat dan tepat dalam menjalankan pertandingan. Ditangan KPUD yang bersih, akan memuaskan baik pihak yang kalah, apa lagi yang menang.

Tasikmalaya, 5 Oktober 2020

Exit mobile version