KANAL

Dewan Periklanan Indonesia Sebut Iklan “Bebas BPA” Tidak Boleh Asal Klaim

×

Dewan Periklanan Indonesia Sebut Iklan “Bebas BPA” Tidak Boleh Asal Klaim

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi iklan bebas BPA. (kapol.id)

KAPOL.ID –
Wakil Ketua Dewan Periklanan Indonesia, Janoe Arianto menyampaikan tidak boleh ada iklan yang asal klaim.

Seperti halnya iklan sebuah produk air minum dalam kemasan (AMDK) yang mengklaim kemasannya 100% bebas BPA.

Menurutnya, klaim-klaim seperti itu sama sekali tidak sesuai dengan etika periklanan yang sehat. Klaim terhadap sesuatu zat apakah mengandung atau tidak mengandung zat tersebut, itu harus dijelaskan secara jelas kepada publik.

“Secara etika periklanan, harusnya seperti itu. Klaim itu tidak boleh asal mengklaim, tapi publik harus punya literasi, publik harus tahu klaim itu apa dasarnya.”

“Itu basic etika sebenarnya. Jadi, orang gak misunderstanding dengan klaim-klaim yang dibuat, apalagi yang berhubungan dengan kesehatan,” ujarnya dalam pernyataan tertulis yang diterima KAPOL.ID, Rabu (6/12/2023).

Dia menuturkan iklan-iklan yang sifatnya mengklaim seperti ‘bebas BPA’ itu, bisa saja akan membingungkan masyarakat. Karena, masyarakat bisa menafsirkan kalau bebas zat A ini aman dan kalau ada zat A ini berarti tidak aman.

“Ini kan masyarakat jadi bingung, dan sebenarnya gak etis iklan-iklan yang in general seperti itu,” katanya.

Sama halnya dengan iklan-iklan yang mengklaim produknya tidak mengandung lemak ataupun kolesterol, sebenarnya itu tidak bisa.

“Karena, publik kan harus punya akses untuk mengetahui informasi itu sejelas-jelasnya. Gak boleh kemudian hanya mengklaim tanpa penjelasan. Itu tidak etik namanya,” ucap Janoe.

Menurutnya, klaim-klaim seperti ‘bebas BPA’ pada kemasan produk AMDK tertentu, itu akan menjadi kontroversial. Secara etis clarity itu, transparansi itu dibutuhkan untuk sebuah komunikasi atau iklan yang terbuka.

“Jadi, jika diklaim bahan itu bebas BPA, harus dijelaskan sebenarnya bahan itu dibuat dari apa. Jadi, istilahnya untuk tidak membuat isinya menjadi greenwashing,” ujarnya.

Rambu

Sebelumnya, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Yadi Hendriana, mengatakan iklan itu hanya berupa kampanye untuk sebuah produk atau lembaga.

Yang dimuat itu adalah keunggulan-keunggulan produk atau lembaganya dengan tidak berupaya untuk menjatuhkan produk atau lembaga pihak lain.

“Iklan itu kan hanya kampanye tentang produk, bukan menjelek-jelekkan produk orang lain. Jadi, bentuknya juga tidak perlu cover both side seperti berita,” tukasnya.

Hal senada disampaikan mantan Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry Ch Bangun. Dia mengatakan iklan itu tidak memuat unsur persaingan usaha tidak sehat yang mendiskreditkan produk pihak lain.

“Iklan harus tunduk pada aturan yang ditetapkan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia atau P3I,” katanya.

Dalam Pasal 44 Bab III ayat (1) dari PP 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dengan jelas disebutkan bahwa setiap Iklan tentang pangan yang diperdagangkan wajib memuat keterangan mengenai pangan secara benar dan tidak menyesatkan, baik dalam bentuk gambar dan atau suara, pernyataan, dan atau bentuk apapun lainnya.

Bahkan di dalam Pasal 47 ayat (1) dengan tegas dinyatakan iklan produk pangan dilarang dibuat dalam bentuk apapun untuk diedarkan dan atau disebarluaskan dalam masyarakat dengan cara mendiskreditkan produk pangan lainnya.

Pelanggar Peraturan Pemerintah itu akan dikenakan tindakan administratif berupa peringatan secara tertulis. Dan pengenaan denda paling tinggi Rp 50 juta dan atau pencabutan izin produksi atau izin usaha.***