KANAL

Evi Mutia: Dampak Negatif BPA Bisa Ganggu Sistem Reproduksi pada Pria dan Wanita

×

Evi Mutia: Dampak Negatif BPA Bisa Ganggu Sistem Reproduksi pada Pria dan Wanita

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi galon. (Elements Envanto) suara.com

KAPOL.ID – Di balik kemasan plastik yang praktis, tersimpan rahasia gelap yang mengancam sistem reproduksi manusia.

Bisphenol A (BPA), zat yang kerap digunakan dalam pembuatan kemasan plastik makanan dan minuman, sejak lama menjadi sorotan dunia kesehatan karena dampak buruknya yang menakutkan bagi kesuburan dan dapat menimbulkan gangguan seksual pada pria dan wanita.

Gangguan itu macam-macam bentuknya, bisa berupa Infertilitas (mandul), tergerusnya jumlah dan kualitas sperma, terganggunya libido, dan kesulitan mengalami ejakulasi.

Kemasan plastik mengandung BPA juga ditengarai bisa  mengganggu pertumbuhan embrio, janin, terjadinya feminisasi pada laki-laki, atau masa kanak-kanak yang sehat, karena kemampuannya masuk ke dalam plasenta dan air susu ibu (ASI).

“Para peneliti dan pakar internasional mengingatkan bahwa risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh paparan BPA cukup banyak. Sehingga perlu keseriusan mengatasinya,” kata pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU), Dr. Ir. Evi Mutia M. Kes. dalam sarasehan ‘Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat Melalui Regulasi Pelabelan Bisfenol A (BPA) pada AMDK’ yang digelar USU bersama Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan, di Medan, seperti dikutip Antara (12/09).

Evi Mutia mengatakan, dampak negatif BPA bisa mengganggu sistem reproduksi pada pria maupun wanita, mempengaruhi fertilitas dan berisiko terhadap kanker prostat pada pria.

Hingga membuat penurunan libido, sulit ejakulasi, diabetes, gangguan ginjal, kanker payudara hingga memicu perkembangan kesehatan mental Autism Spectrum Disorder.

“Begitu bahayanya BPA, sehingga sudah seharusnya mendapat perhatian besar dari semua pihak, khususnya produsen AMDK yang harusnya punya kesadaran dan tanggungjawab kepada konsumen,” katanya.

Ditegaskannya, BPOM harus membuat regulasi mengatasi ancaman bahaya BPA ini, mulai dari kewajiban mencantumkan informasi pada kemasan, sampai pada pengawasan yang ketat di post market.

Menanggapi itu, Kepala Ombudsman Sumut Abadi Siregar mengatakan bahwa tugas BPOM bukan hanya membuka  atau memberi informasi,  tetapi juga harus mengawasi produk AMDK.

“Pasalnya, produsen harusnya punya tanggungjawab mengendalikan, untuk menekan seluruh potensi risiko yang ada produk yang mereka pasarkan,” katanya.

Dalam sebuah Webinar bertajuk “Dari Rumah Mengenal BPA pada Kemasan Makanan” di Jakarta, para praktisi kesehatan juga mengingatkan masyarakat, agar  lebih peduli pada kesehatan keluarga,  dimulai dari pemilihan kemasan makanan dan minuman secara bijak dan selektif.

“Produk-produk berbahan dasar plastik jika terkena panas atau dicuci berulang kali bisa memicu luruhnya zat kimia berbahaya yang akan mencemari makanan atau minuman anak-anak kita,” kata dr. Daulika Yusna, SpA yang juga dikenal sebagai Dokter Spesialis Anak Neonatologist, yang menjadi salah satu narasumber dalam webinar tersebut.

Sebagaimana diketahui, BPA adalah senyawa kimia yang digunakan dalam produksi plastik polikarbonat. Senyawa ini berfungsi sebagai pengeras plastik yang membuat kemasan makanan dan minuman menjadi lebih tahan lama dan dapat digunakan berulang kali.

Namun, dibalik manfaatnya itu, BPA menjadi masalah serius karena kemampuannya meniru hormon estrogen dalam tubuh.

Dunia kesehatan menyebut BPA berbahaya karena kemampuannya sebagai “endocrine disruptor” atau zat yang mengganggu sistem endokrin. Zat ini dapat merusak keseimbangan hormon dalam tubuh, termasuk hormon reproduksi. Karena itulah, dampaknya dapat mengancam kesuburan pria dan wanita.

Sejauh ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan hasil temuan lapangan, mengenai terlampauinya ambang batas BPA yang berisiko pada manusia pada kemasan galon berbahan polikarbonat, di berbagai kota di Indonesia.

Studi di Korea Selatan juga telah membuktikan adanya korelasi kuat antara tingginya paparan BPA dengan peningkatan kasus Infertilitas pada manusia.

Sebuah telaah hasil riset yang diterbitkan di The American Journal of Biochemistry and Biotechnology pada 2021 menunjukkan bahwa BPA mengurangi produksi testosteron selama tahap perkembangan tubuh laki-laki, menyebabkan penyakit prostat, mempengaruhi kualitas sperma, dan mengganggu sumsum tulang belakang hipotalamus-hipofisis-testis (hypothalamic-pituitary-testicular axis).

Sementara menyangkut efek buruknya pada wanita, dalam publikasi yang sama, BPA telah dilaporkan terkait dengan Infertilitas, dan memiliki efek negatif pada berbagai aspek sistem reproduksi wanita.

Dengan pertimbangan besar dan meluasnya bahaya paparan BPA, masyarakat sebagai konsumen agaknya harus terus didorong  agar  mengambil tindakan proaktif, guna melindungi kesehatan reproduksi dan generasi mendatang.

Berikut beberapa cara yang disarankan untuk mengurangi paparan bahaya BPA:

Hindari penggunaan plastik polikarbonat yang mengandung BPA. Gantilah dengan produk dari stainless steel atau kaca yang lebih aman.
Hindari memanaskan atau merebus wadah plastik yang mengandung BPA.

Zat berbahaya ini mudah terlepas jika plastik terpapar panas.
Gunakan produk yang memiliki label “BPA-Free” atau bebas BPA, seperti botol minum dan botol bayi.
Kurangi atau bahkan hindari penggunaan produk kemasan galon plastik air minum secara berulang, karena risiko migrasi BPA akan meningkat dengan penggunaan yang berulang, terkena paparan sinar matahari, dan pemanasan selama proses pencucian.

Patuhi aturan dan regulasi pemerintah terkait penggunaan BPA pada produk tertentu. Beberapa negara telah mengeluarkan larangan terhadap penggunaan BPA dan mengklasifikasikannya sebagai zat berbahaya. ***