KAPOL.ID – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat menggelar, Forum Group Discussion (FGD), Bersama perwakilan Lembaga penyiaran, Asosiasi Penyiaran, DP3AKB, DPRD Jabar, Akademisi dan stakeholder terkait lainnya, mengupas tentang ‘Penyiaran Berkeadilan’ di Soreang Kabupaten Bandung, Jumat (28/6/2024).
Dalam kegiatan tersebut Ketua KPID Jawa Barat, Adiyana Slamet mengatakan, pihaknya mendapatkan berbagai masukan dari Lembaga penyiaran maupun stakeholder terkait lainnya tentang Revisi Undang Undang yang saat ini tengah bergulir.
Adiyana menjelaskan, dalam diskusi tersebut, Lembaga penyiaran meminta pemerintah untuk fokus dalam membuat dan merancang undang undang bagi media yang berbasis internet (Over The Top), bukan justru berupaya mengebiri lembaga penyiaran berbasis frekuensi.
Hal tersebut dilakukan guna memberikan rasa keadilan bagi Lembaga penyiaran yang selama ini terus bersama masyarakat memberikan edukasi, dan berkontribusi dalam membangun bangsa.
“Kita melihat dari aspek aspirasi dari Lembaga penyiaran, asosiasi termasuk dinas DP3AKB memandang bahwa revisi undang undang 32 tahun 2002 ini seperti apa banyak masukan yang ini bisa di singkronisasi apa saja pasal pasal yang mendapat penolakan yang kemudian mentakedown masalah masalah demokrasi termasuk, diversity of content dan diversity of ownership, kita bisa memberikan masukan ke DPR RI,”jelasnya.
“Paling tidak hari ini kita memotret masalah yang hari ini seharusnya menjadi fokus utama itu yakni media media yang berbasis internet atau over the top, sehingga negara hadir disitu coba melakukan pengawasan, karena kondisinya sudah mengkhawatirkan, banyak permasalahan permasalahan yang ditimbulkan dari media media yang berbasis internet itu,” tegasnya.
Ketua KPID Jawa Barat itupun menilai hal yang wajar, jika segelintir poin dari revisi undang undang tersebut mendapat penolakan dari lembaga penyiaran.
“Saya fikir ini lumrah, Ketika melihat sebuah regulasi, tapi catatannya penolakan ini kan bukan menyeluruh hanya poin poin pasal yang ada di undang undang itu, kami tau persis dan sadar betul apa yang di suarakan oleh teman teman yang menolak, pada dasarnya demokrasi harus tetap di tegak kan di Indonesia,” katanya.
Iapun membeberkan berbagai persoalan yang timbul dan tidak menutup kemungkinan akan bertambah buruk jika pemerintah tidak segera hadir mengawasi OTT.
“Tapi catatannya ada hal yang sudah mengkhawatirkan, bahwa negara wajib melindungi seluruh tumpah darah Indonesia dan segenap bangsa Indonesia, nah perlindungan itu kita harus jeli dalam melihatnnya yang pertama itu sektor industry penyiaran yang berbasis teristerial, yang saat ini terancam dan membuat perekonomianya turun, di sisilain kita juga punya kelompok rentan, yang kemudian banyak kejadian kejadian seperti data yang di keluarkan DP3AKB Dimana kejadian seperti pelecehan seksual, pencabulan ini bersumber dari tayangan yang di sajikan media berbasis internet, Ini perlu jadi perhatian serius,” terangnya.
Hal senadapun di ungkapkan Ketua Komisi 1 DPRD Jawa Barat, Bedi Budiman.
Menurut Bedi, Penyiaran Berkeadilan merupakan hal penting bagi kemajuan Lembaga penyiaran.
“Penyiaran berkeadilan ini, pertama ceruk pasar dari penyiaran ini di dominasi oleh satu atau segelintir kekuatan industry penyiaran tertentu. Kedua kepemilikan dari media massa sendiri tidak boleh di kuasai oleh sekelompok orang tertentu (oligarki) yang berakibat semuanya bisa di orkestrasi Tunggal Ketika kepemilikannya hanya di kuasai oleh sekelompok orang tertentu nah ini harus kita cegah,”jelasnya.
“Bahkan bung karno sendiri mengatakan, jika kita memilih demokrasi hendaknya demokrasi yang tidak kemduian jatuh kepada tangan persuasi, jadi demokrasi itu benar benar demokrasi berkedaulatan rakyat,” imbuhnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran Bandung, Dadang Rahmat Hidayat memaparkan, bahwa lembaga penyiaran hari ini tidak baik baik saja.
“Jadi kalau kita berbicara tentang penyiaran berkeadilan, ini adalah sub pembahasan, bahwa sejatinya hari ini kita tidak baik baik saja, ini kita ada problem sosial yang larinya bisa kemana mana, bisa ke politik, bisa ke sosial, bahkan ke negara, karena salah berkomunikasi maka gagal paham, salah paham, malah mungkin akan jadi banyak paham yang salah. Itu potret besarnya,” jelasnya.
Maka dari itu, ia berharap, lahirnya kebijakan yang adil, yang tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, namun pro terhadap lembaga penyiaran, dan adil dalam penegakannya.
Sehingga, kemajuan lembaga penyiaran menjadi kepastian dengan kehadiran pemerintah di dalamnya.
“Dari sisi aturan saja tampak ketidak adilan, pun jika aturannya adil, bagaimana implementasinya, ini pun bisa menimbulkan ketidak adilan. Disinilah peran pemerintah, karena maju mundurnya lembaga penyiaran semua tetap bergantung kepada kehadiran pemerintah di dalamnya,” pungkasnya.***