KANAL

Lawan Ujaran Kebencian dan Disinformasi Pemilu 2024, Ini Langkah Koalisi Damai

×

Lawan Ujaran Kebencian dan Disinformasi Pemilu 2024, Ini Langkah Koalisi Damai

Sebarkan artikel ini
Koalisi Damai saat diskusi Countering Hate Speech and Disinformation Online in the Context of the 2024 Elections: Challenges and Opportunities, Kamis (16/2/2023).*

KAPOL.ID –
Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia (Damai) menyiapkan rekomendasi konkret menghadapi Pemilihan Umum 2024.

Salah satunya mendorong praktik moderasi konten yang merujuk pada hak asasi manusia.

Di berbagai negara, disinformasi dan misinformasi telah terbukti melahirkan polarisasi politik. Bahkan mengancam perdamaian, dan dapat berujung pada kekerasan fisik yang nyata.

Untuk memastikan ruang publik berisi informasi yang benar melalui praktik penyaringan atau moderasi konten adalah satu keharusan.

Demikian dikatakan Wijayanto, Ketua Presidium Koalisi Damai saat diskusi Countering Hate Speech and Disinformation Online in the Context of the 2024 Elections: Challenges and Opportunities, Kamis (16/2/2023).

“Dengan tetap menghormati standar HAM dan kebebasan berekspresi serta memperhatikan konteks lokal,” katanya seusai diskusi.

Diskusi ini diselenggarakan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) dengan dukungan program UNESCO-EU Project #SocialMedia4Peace.

Peserta diskusi merupakan wakil lembaga pemerintah, platform media sosial, masyarakat sipil dan media. Sebelum diskusi, koalisi Damai ini bermula dari ide 12 organisasi masyarakat sipil.

Dirjen Aplikasi dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi, Semuel Abrijani mengatakan, partisipasi masyarakat sipil dalam diskusi moderasi konten perlu terus ditingkatkan.

Saat ini moderasi konten masih menjadi tantangan bagi pemerintah dalam menyelaraskan standar komunitas platform digital dan regulasi lokal.

“Saya setuju, algoritma moderasi konten harus memperhatikan konteks lokal,” katanya.

Head of Government Affairs and Public Policy YouTube Indonesia, Danny Ardianto mengatakan Youtube telah berupaya membatasi sebaran konten berbahaya.

Meski demikian, ia menyampaikan tantangan memahami konteks lokal dalam praktik moderasi konten.

“Lima persen moderasi konten melibatkan human moderator. Sedangkan 95 persen dilakukan oleh automatic flagging system karena begitu banyaknya konten yang diproduksi kreator setiap hari.”

“Pada beberapa konten tidak bisa hanya bersandar pada mesin tapi perlu kombinasi dengan manusia,” ucapnya.

Dukungan Unesco dan EU

Sementara itu, Head of Communication and Information Unit, UNESCO Jakarta, Ana Lomtadze mendorong praktik moderasi konten dapat dilakukan secara setara dan transparan antara regulator dan masyarakat sipil.

“Kami berharap platform digital setuju membuka ruang komunikasi langsung dengan koalisi masyarakat sipil.”

“Agar dapat memberikan masukan praktik moderasi konten yang sesuai standar internasional,” katanya.

Pembukaan peluncuran koalisi dihadiri Valerie Julliand, United Nations Resident Coordinator (UN RC) untuk Indonesia. Juga Vincent Piket, Duta Besar European Union untuk Indonesia dan Brunei Darussalam.

“Tanpa kebebasan berekspresi, demokrasi yang sesungguhnya tidak akan tercipta.”

“Tanpa moderasi konten, pada kondisi yang dibenarkan dan terdefinisi dengan baik, disinformasi dapat menjadi pemicu kebencian dan mendorong kekerasan,” ujar Valerie Julliard.

Vincent Piket mengatakan, koalisi nasional ini sangat penting mempromosikan penggunaan media sosial yang bertanggung jawab.

“Serta menjaga kebebasan berekspresi dan mencegah bahaya mis-disinformasi,” ucapnya dalam pernyataan tertulis yang diterima KAPOL.ID. ***