PENDIDIKAN

Masyarakat Literat Lebih Tangguh Melawan Kemiskinan, Perpusnas Ambil Peran

×

Masyarakat Literat Lebih Tangguh Melawan Kemiskinan, Perpusnas Ambil Peran

Sebarkan artikel ini
Perpusnas
Joko Santoso, Kepala Biro Perencanaan-Keuangan Purpusnas

Perpustakaan Nasional (Perpusnas) bisa mengambil peran mengentaskan kemiskinan dengan mempromosikan literasi kepada masyarakat. Masyarakat literat lebih tangguh melawan kemiskinan. Dari enam literasi dasar, salah satunya bisa menggenjot ketahananekonomi masyarakat melalui literasi finansial.

Data World Literacy Foundation menyatakan, literasi adalah alat paling memberantas kemiskinan. “Kondisi iliterasi telah merugikan ekonomi global senilai US$1,5 triliun atau Rp22.500 triliun per tahun,” ujar Joko Santoso, Kepala Biro Perencanaan-Keuangan Purpusnas saat berbicara sebagai narasumber dalam Seminar Optimalisasi Ekosistem Literasi Digital di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rabu (6/12/2023).

Joko memaparkan, Perpusnas akan berperan lebih progresif dalam meningkatkan kemampuan dan mempromosikan literasi masyarakat. Dengan begitu, Perpusnas bisa lebih aktif berpatisipasi dalam upaya pemberantasan kemiskinan. Hanya saja upaya meningkatkan kemampuan literasi warga tidak bisa dilakukan Perpusnas tanpa mengubah mindset dan program kerjanya menjadi lebih aktif mendekati masyarakat.

Perpusnas bisa memanfaatkan dokumentasi karya cetak dan karya rekam untuk dikomputasi secara digital lalu membuat platform daring yang memudahkan pemustaka mengakses koleksi digital, memberikan kesempatan membaca, mendengarkan, atau menonton materi literer dengan lebih mudah. “Mereka yang tinggal jauh dari ibukota, yang memerlukan literatur dari perpustakaan, tetap dapat memperoleh layanan dari Perpustakaan Nasional,” ujar Joko.

Selanjutnya Perpusnas dapat mengadakan diskusi, pertukaran pendapat, dan kegiatan literasi lainnya, sehingga terbangun komunitas literasi yang dinamis dan saling mendukung. Gedung perpustakaan nasional dan fasilitasnya dapat dioptimalkan sesuai dengan gaya hidup pro-literasi. Perpusnas juga dapat berkolaborasi dengan lembaga pendidikan, industri kreatif, dan komunitas lokal dapat meningkatkan keterlibatan pemustaka.

Program-program khusus seperti kunjungan sekolah, pameran seni rupa, pameran musik, diskusi film, workshop digital, atau pertunjukan sastra, dapat menjadi daya tarik tambahan untuk mengundang lebih banyak orang mengunjungi perpustakaan. “Melalui kegiatan-kegiatan ini, perpustakaan tidak hanya memberikan informasi, tetapi juga menjadi pusat kegiatan sosial dan budaya yang mendukung kualitas hidup pemustaka,” kata Joko.

Di saat itulah, Joko menegaskan, perpustakaan bisa menyajikan narasi tentang nasionalisme, perjuangan para pendiri bangsa, dan inspirasi yang meningkatkan daya juang serta daya saing anak-anak muda Indonesia. “Nilai-nilai keIndonesiaan akan tetap lestari,” tambahnya.

Melalui cara itu, pengetahuan literasi warga akan meningkat sehingga keadaban warga semakin baik dan itu akan mengurangi dan menghindari konflik akibat perbedaan gender, ras, kebangsaan, dan agama. “Penelitian menunjukkan ada korelasi yang jelas antara iliterasi orang dewasa dan tindak kejahatan. Literasi yang baik akan membuat orang semakin mampu mengekspresikan dirinya, semakin besar kepercayaan dirinya, harga dirinya, dan kesempatannya untuk menjalani hidup yang bahagia dan sehat,” kata Joko lagi.

Saat ini, peningkatan literasi sudah sangat mendesak. Microsoft merilis Digital Civility Index (DCI) atau Indeks Keberadaban Digital yang menyatakan bahwa Indonesia menempati posisi terbawah dari 9 negara Asia Pasifik, atau keempat terbawah dari total 32 negara, pada 2021. Joko juga menyatakan, perempuan adalah agen perubahan yang paling kuat pada masyarakat.

“Dan kekuatan itu bahkan lebih besar ketika mereka literat,” kata Joko sambil mengutip ungkapan Sekjen PBB 2015, Ban Ki-moon, yang menjelaskan, setiap peningkatan 10% siswa perempuan di suatu negara, PDB-nya akan meningkat rata- rata 3%.

Ia juga menyajikan sejumlah contoh keberhasilan warga akibat peningkatan literasi oleh Perpustakaan. Ada mahasiswa Aceh bernama Suhail yang berambisi menjadi programmer. Karena terkendala jarak, Suhail ini mengikuti kelas komputer di Perpustakaan Lhokseumawe. Kini Suhail berhasil menjadi mahasiswa ranking empat dengan nilai terbaik.

Ada juga Apri Juliah dari Halmahera Tengah yang memperoleh pekerjaan di perusahaan tambang setelah belajar MS Office di Perpustakaan Desa Were, Halmahera Tengah. Seorangt pelajar bernama Aping (17 tahun), mampu berkomunikasi Bahasa Inggris dan mengoperasikan computer dan photoshop dengan belajar di Perpustakaan Desa Kel Kokas, Fak Fak Barat.

Lalu, perempuan bernama Santi sukses berbisnis nata decoco setelah belajar di Perpustakaan Desa Padang Kedondong, Kaur, Bengkulu. “Nyata sudah, jika digerakan secara lebih aktif dan progresif, perpustakaan bisa menjadi pendorong peningkatan literasi dan turut memberantas kemiskinan,” tambah Joko.