BIROKRASI

Membincangkan Amanat Harkitnas di Radio Purbasora

×

Membincangkan Amanat Harkitnas di Radio Purbasora

Sebarkan artikel ini
Kepala dan Sekretaris Diskominfo serta pegiat literasi tengah membincangkan amanat Harkitnas di Radio Purbasora. Satu kata kunci perbincangan: "tangguh". (Foto: dok. Diskominfo)

KAPOL.ID–Selepas upacara peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ke-113, ada perbincangan ihwal tema Harkitnas di Radio Purbasora, Kamis (20/5/2021).

Kepala Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kabupaten Tasikmalaya, Rudi Sonjaya menjadi pembicara. Bersama-sama dengan Sekretaris Diskominfo, Abdul Naseh; dan pegiat literasi, Duddy RS.

Ketiganya duduk membincangkan kalimat “Bangkit! Kita Bangsa yang Tangguh.” Tema Harkitnas ke-113 ini muncul dari kondisi bangsa yang tengah dilanda pandemi Covid-19.

Kepala Diskominfo Kabupaten Tasikmalaya meberi makna bahwa warga bangsa Indonesia patut memiliki kesigapan bersama. Dalam arti ada kebersamaan yang membangun warga bangsa untuk menghadapi kondisi saat ini.

“Karena salah satu amanat dari Harkitnas adalah harus adanya rasa optimistis. Kalau kita bisa tangguh, maka harus bangkit sebagai massa yang tangguh. Walaupun kondisinya seperti sekarang, terdampak pandemi Covid-19,” papar Rudi.

Salah satu hal yang harus bangkit adalah sektor perekonomian. Bagaimana para pelaku usaha dapat memaksimalkan dunia digital untuk keberlangsungan pasar atau perdagangan.

Karena menurut hemat Rudi, bila melihat perkembangannya, pertumbuhan atau peningkatan perekonomian dewasa ini cenderung terjadi di dunia digital. Di mana transaksi-transaksi banyak terjadi secara online.

“Makanya, begitu ada digitalisasi seperti saat ini, mestinya sangat penting untuk menghadapi dampak dari pandemi (Covid-19, Red.),” tukasnya.

Di pihak lain, Duddy memotret lebih jauh ke belakang, dengan fokus pada kata kunci “tangguh”. Menurutnya, sejatinya ketangguhan menghadapi pandemi sudah terpotret sejak satu abad yang lalu.

“Ketika kebangkitan nasional merebak, tumbuh, itu terjadi dalam kondisi yang sama. Tahun 1900-an, pandemi sudah terjadi. Dalam kata lain Harkitnas lahir pada saat pandemi berlangsung,” papar Duddy.

Pada masa itu, katanya, para intelektual bangsa ini berkumpul antara lain untuk menyikapi krisis dampak pandemi. Karena itu, memperingati Harkitnas berarti momentum yang tepat untuk melakukan refleksi.

“Karena kita belajar dari sejarah. Sebetulnya mata dan pikiran kita sudah dibuka nih, bahwa dulu juga pernah terjadi pandemi,” tambahnya.

Pandemi yang Duddy maksud seperti yang dikuak oleh sejarawan muda dari UI, Syefri Lewis. Yang menurut penelusurannya pada 1905 terjadi pandemi. Tetapi Pemerintah Hindia Belanda haré-haré.

Sikap Pemerintah Hindia Belanda kala itu, Duddy menduga sama seperti Pemerintah Indonesia saat menghadapi pandemi Covid-19. Bahwa di sana ada kegugupan dan kahariwang.

Satu tahun kemudian, pada 1906 tersiar kabarkan ada wabah di Myanmar. Baru pada 1910 terkuak bahwa pandemi itu bernama pes. Konteksnya, saat itu Hindia Belanda impor beras dari Myanmar. Ditengarai dalam beras itu ada kutu tikus dari Myanmar.

“Sejarawan muda itu melansir bahwa pandemi itu menyebar di Malang. Jadi saat itu Malang sudah lockdown. Artinya, sejarah berulang. Nah, pada pase-pase itu kebangkitan nasional berhembus. Para intelektual muda juga lahir pada saat pandemi,” lanjutnya.

Apa yang dapat dilakukan sekarang, menurut Duddy adalah merefleksikan supaya peristiwa-peristiwa itu (pandemi) menjadi ibroh atau pelajaran. Momentum semacam itu memang mesti dihadapi.

“Jadi, momentum memperingati Hari Kebangkitan Nasional ini saatnya kita untuk rekonsiliasi lah,” Duddy menandaskan.

Kalimat penutup Duddy diamini olek Sekretaris Diskominfo, Abdul Naseh. Katanya, nilai persatuan dan kesatuan harus terus terjaga. Salah satunya dengan memberi harapan bahwa sektor perekonomian akan terus meningkat.

“Kemudian daya tangkal kita terhadap isu-isu hoaks juga harus ditingkatkan. Tidak saja secara fisik melawan virus corona, tetapi secara spirit juga harus membiasakan menolak hal-hal yang menyebabkan penyakit psikis atau batin,” tururnya.