Oleh Dedi Sufyadi
Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Peminat Ilmu Ekonomi Pertanian (PP Perhepi) periode 2021–2024
Belum lama ini Kementerian Pertanian lewat Direktur Jenderal Hortikultura, Pak Prihasto (2021) menawarkan program pengembangan Kampung Hortikultura. Program yang mengintegrasikan produk hortikultura ini, patut disambut baik oleh setiap Pemerintah Daerah (Pemda).
Maksud saya, Pemda harus mau dan mampu mendorong masyarakat untuk semangat terhadap komoditas yang patut dikembangkan nya berdasarkan kesesuaian agroklimatnya.
Komoditas hortikultura sungguh banyak macamnya. Mulai dari tanaman sayuran, buah-buahan hingga tanaman obat-obatan. Hal ini patut di syukuri sekaligus ditafakuri. Ada labu yang kata nya obat korona, jika di buat kolek ternyata enak sekali. Ada cabai yang tempo lalu petani panen, harga nya anjlok; impor malah meningkat (TV One, 8/9-2021).
Berita sedih bin aneh di atas, tentu nya merupakan peluang sekaligus tantangan bagi program pengembangan kampung hortikultura yang ditawarkan oleh Kementerian Pertanian. Maksud saya, keberhasilan program Kampung Hortikulura harus dapat dinikmati oleh para petani. Jangan lah sampai ketika cabai dipanen, harga cabai turun anjlok. Hal ini tentu nya harus diperhatikan oleh para pengembang di lapangan.
Apa lagi ketika keadaan pasar sedang menyedihkan, pemerintah serta merta melakukan impor. Itu nama nya kebijakan yang tidak membangun pertanian. Di sini lah peran pemerintah sangat penting. Pemerintah mesti punya keberpihakan kepada para petani.
Bicara pengembangan hortikultura berbasis kemitraan seperti hal nya pengembangan Kampung hortikultura tentu nya perlu dipersiapkan dengan matang. Di samping perlu ada syarat pokok perlu juga ada syarat tambahan.
Syarat pokok berupa masyarakat nya punya semangat, agroklimatnya sesuai; dan Pemda mendukung. Syarat tambahan yakni ada jaminan off taker, seperti katakan lah ada Indofood. Tak kalah penting dalam pengembangan hortikultura berbasis kemitraan itu perlu diperhatikan juga perihal kepastian pasar dan kepastian harga.
Dasar pengembangan Kampung Hortikultura dan sejenis lain nya yang sekarang ini tengah digenjot Kementerian Pertanian itu memakai teori ekonomi kelembagaan. Kelembagaan menjadi salah satu konsep penting dalam usaha menelusuri aktifitas ekonomi yang dilakukan masyarakat, mulai dari kelas organisasi kecil atau kelompok masyarakat di pedesaan sampai pada organisasi besar suatu negara yang berdaulat (Bustanul Arifin, 2006).
Impian besar nya tentu lah tidak lepas dari kerangka dalam upaya membangun Governance Corporation yang ingin kita wujudkan bersama demi kesejahteraan para petani.
Dalam kemitraan inklusif, tentu nya kemitraan perlu di bangun mulai dari hulu hingga hilir. Para pihak yang terlibat dalam Closed-loop, masing-masing mendapatkan benefit. Terutama para petani jangan sampai merasa dirugikan.
Closed-loop sebagai suatu bentuk kelembagaan yang mendekatkan para pihak dalam pengembangan hortikultura berbasis kemitraan boleh dikatakan sebagai kolaborasi dari berbagai pihak pemangku kepentingan. Closed-loop disebut juga sebagai ABGC yang terdiri dari Academic-Bussiness-Government-Community (Firdaus, 2021).
Para pihak sebaiknya lah memiliki komitmen yang tinggi, semua nya harus memiliki kepedulian untuk mensejahterakan para petani. Dalam hal ini Government perlu ambil peran.
Kehadiran Pemerintah
Pemerintah dinilai sebagai pihak yang paling tepat membuat kebijakan, membuat regulasi bagi kemajuan negara (Frank Ellis, 2000). Pemerintah merupakan pihak yang paling tahu, siapa yang harus membantu dan siapa yang harus dibantu. Pihak yang paling tahu, siapa yang harus memberi dan siapa yang harus diberi.
Kehadiran pemerintah amat lah penting, jika pemerintah bisa berperan sebagai ratu adil. Semua pihak yang terlibat dalam Closed-loop merasa untung. Insya Allah sustainable dalam pengembangan hortikultura berbasis kemitraan itu bisa wujud.
Dalam pengembangan hortikultura berbasis kemitraan, tentulah kehadiran pemerintah amat diperlukan. Bahkan dalam konteks Government Corporation, sebenarnya pemerintah punya peluang untuk menolong para petani. Jangan lah seperti sekarang ini 90 perasen hasil hortikultura di jual kepada tengkulak. Para tengkulak rupa nya sekarang ini masih menjadi pahlawan bagi para petani.
Kehadiran pemerintah dalam implementasi nya di lapangan, ternyata tidak lah mudah. Suka ada saja oknum pemerintah yang memanfaatkan kesempatan dengan niat jelek mencari rent seeking. Yang ringan saja itu soal banyaknya pejabat yang datang ke lapangan dapat menjadi biang keladi dari kegagalan pemerintah. Dalam hal ini tentu lah akan mengganggu sustainable dari pada program.
Memang, kolaborasi dalam Closed-loop diperlukan keihlasan. Masing-masing pihak harus ihlas dan mampu menjaga komitmen awal sebelum Closed-loop berproses. Hanya dengan ada nya keihlasan dari masing-masing pihak, kolaborasi dapat berjalan efektif. Oleh karena nya tahap persiapan dalam pengembangan Kampung Hortikultura amat lah penting.
Dalam hal ini, terutama para petani harus di beri perangsang produksi (Mosher,1976). Apa lagi dalam pertanian presisi sangat berisiko, jika tidak ada kepastian. Sebaiknya lah para petani mau dan mampu menghimpun diri nya dalam organisasi yang bernama asosiasi.
Pemerintah harus lah bisa memperkuat Asosiasi agribisnis yang sudah eksis guna melawan burung alap-alap yang terus memangsa dan senantiasa menerkam para petani kita.
Semoga saja lah pengembangan hortikultura berbasis kemitraan yang menggunakan model Closed-loop itu dapat mensejahterakan para petani. Para pihak yang terlibat tidak ada yang merasa dirugikan. Pemerintah dapat menciptakan keadilan. Aamiin Ya Rabbal alamiin.***