OPINI

Oposisi Jalanan Lahir karena Struktur Politik Pemerintah Tidak Berfungsi

×

Oposisi Jalanan Lahir karena Struktur Politik Pemerintah Tidak Berfungsi

Sebarkan artikel ini

Tempo hari marak aksi demontrasi yang terjadi di berbagai daerah. Demonstrasi tersebut dilakukan oleh berbagai kelompok seperti mahasiswa, pelajar, dan buruh. Ditengarai sebagai ketidakpuasan masyakarat terhadap peraturan perundangan-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang dianggap tidak populis dan sarat akan kepentingan. Undang-Undang yang dipermasalahkan seperti UU KPK, RUU KUHP dan beberapa RUU lainnya.

Demonstrasi yang diawali oleh gerakan mahasiswa pada September 2019 menuntut pemerintah dalam hal ini Presiden mengeluarkan Perpu untuk menggati Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang dianggap melemahkan fungsi lembaga tersebut dan mendesak pemerintah untuk tidak mengesahkan RUU yang dianggap bermasalah. Alih-alih menjalankan fungsinya sebagai kontrol pemerintah, kelompok demonstran justru dituding oleh pemerintah jika demonstrasi yang dilakukan digerakan dan ditunggangi oleh kepentingan kelompok tertentu.

 

 

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan munculnya demonstrasi

Bermula dari tidak berfungsinya struktur politik pemerintah. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem pemerintahan presidensil dimana presiden bertindak sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Sistem pemerintahan presidensil memisahkan kekuasaan negara kedalam 3 lembaga, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Konsep pembagian kekuasaan seperti ini di gagas oleh Montesquieu (1689) yang dikenal dengan Sistem Trias Politika. Sistem Trias Politika berpandangan kekuasaan negara perlu dipisahkan supaya terjadinya proses check and balance di dalam kekuasaan negara dan menghindari kesewenang-wenangan.

Demonstrasi yang terjadi di Indonesia bisa disebabkan karena masyarakat menilai adanya kesewenang-wenangan dalam kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah serta lemahnya kontrol karena tidak adanya kelompok oposisi di DPR, sehingga berimbas pada berkurangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah. Kondisi seperti ini menunjukan jika struktur politik pemerintahan tidak berfungsi, dimana tidak adanya proses cek and balances antara legislatif dengan eksekutif, sehingga masyarakat sebagai bagian dari civil society melakukan kontrol secara langsung dengan cara demonstrasi.

Lalu tidak terjadinya proses dialektika pemikiran antara pemerintah dengan masyarakat. Faktor munculnya demonstrasi bisa juga disebabkan karena tidak lahirnya diskursus yang mempertemukan pemikiran masyarakat dengan pemerintah.

Penggunaan cara-cara elitis seperti mengumpulkan pimpinan-pimpinan demonstran ke istana, menjawab tuntutan demonstran dengan cara meminta mengajukan judicial review ke MK, melakukan propaganda dengan pembuatan isu-isu propokatif, melakukan tindakan represif dalam penanganan demonstrasi dan mengancam kampus-kampus yang mengizinkan mahasiswanya melakukan demonstrasi membuat masyarakat semakin antipati karena tindakan seperti ini dinilai sebagai tindakan pemerintahan yang otoriter dan keluar dari nilai-nilai demokrasi.

Seharusnya pemerintah membuka ruang dialogis secara terbuka untuk mempertemukan apa yang menjadi tuntutan masyarakat, kemudian pemerintah menyerap aspirasi tersebut sebagai masukan untuk perbaikan pemerintahan.

Selain di Indonesia saat ini demonstrasi juga terjadi di berbagai negara di dunia, seperti di Hongkong, Irak, Venezuela dan negara-negara lainnya. Selain di negara-negara tersebut demonstrasi pernah juga terjadi di Malaysia yang digagas oleh Kelompok Kuning pada November 2006 dan berlanjut pada tahun-tahun berikutnya. Klimaksnya demonstrasi di Malaysia menguat pada Agustus 2015 menuntut ketidak transparanan pemerintah, korupsi dan reformasi pelaksanaan pemilu.

Dari isu-isu tersebut dapat kita lihat bahwa meskipun berbeda tuntutannya, tetapi demonstrasi yang terjadi di Malaysia dan di Indonesia memiliki kesamaan.

Kesamaannya adalah demonstrasi terjadi disebabkan karena tidak berfungsinya struktur politik pemererintah, dimana lembaga legislatif tidak menjalankan fungsi sebagai pembuat undang-undang yang berasaskan aspirasi masyarakat, serta hilangnya fungsi kontrol antar lembaga megara membuat masyarakat memposisikan diri sebagai kontrol dengan cara melakukan demonstrasi.

Perbedaannya demonstrasi di Malaysia menghendaki adanya reformasi pemerintahan seperti yang terjadi di Indonesia pada Tahun 1998, sementara demonstrasi yang terjadi di Indonesia menghendaki reformasi undang-undang yang dianggap akan merugikan masyarakat.

Inti yang dapat kita ambil dari kondisi sosial politik saat ini adalah pentingnya pemerintah mewujudkan negara yang demokratis dengan konstitusi yang berkeadilan, konstitusi yang dapat menjamin seluruh hak-hak warga negara, sehingga akan terciptanya negara yang makmur dan berkeadilan.

Selain itu keberfungsian struktur politik dalam suatu pemerintahan menjadi sangat penting supaya terciptanya proses check and balances antar kelembagaan segara, sehingga masyarakat sebagai pemberi mandat merasa terjamin karena hak-hak politik yang telah mereka berikan kepada pemerintah sepenuhnya dijalankan.***