KANAL

Pengemudi Taksi Online Tolak Aturan BBN Kendaraan

×

Pengemudi Taksi Online Tolak Aturan BBN Kendaraan

Sebarkan artikel ini

TASIK, (KAPOL).- Geliat transportasi angkutan umum taksi berbasis online di Tasikmalaya mulai boming sejak tahun 2017.

Jumlahnya terus bertambah hingga ratusan unit, seiring dengan kebutuhan masyarakat dalam mendapatkan trasportasi umum yang nyaman, aman dan harga terjangkau.

Dalam perkembangannya, pemerintah pun mengeluarkan sejumlah regulasi atau aturan untuk mengatur dan menata kehadiran angkutan sewa khusus atau taksi online tersebut.

Beberapa peraturan dinilai rasional dan memang diperlukan oleh para driver taksi online.

Akan tetapi ada pula peraturan yang dibuat ternyata dinilai malah bertentangan dengan aturan lainya yang sudah ada.

Salah satunya mengenai peraturan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) yang tercantum dalam Peraturan Kapolri nomor 5 tahun 2010 tentang registrasi dan identovikasi ranmor.

Dimana para driver taksi online maupun badan hukum dan koperasi yang menaunginya menilai, jika ini sangat bertentangan dengan Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan Menteri Perhubungan (PM) nomor 118 tahun 2018, atas perubahan PM nomor 108 tahun 2017.

“Peraturan Kapolri yang kemudian di Jawa Barat diikuti oleh Surat Edaran Polda Jabar nomor st/033/yan.1.3.2/III/2018, ini dinilai bertentangan dengan Undang-undang nomor 22 tahun 2009 dan Peraturan Menteri Perhubungan RI nomor 118 tahun 2018. Aturan itu kontra produktif,” jelas Manajer opasional PT Koparindo Maju Mandiri, Dedi Rahman, salah satu badan hukum/koperasi yang menaungi taksi online di Tasikmalaya, Rabu (2/10/2019).

Selain bertentangan, dikatakan Dedi, jika keharusan untuk di-BBN-kan seluruh angkutan online menjadi badan hukum sangat memberatkan para driver taksi online.

Sebab selain harus menempuh proses yang panjang dan berbelit, juga bakal memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Untuk satu kendaraan saja setidaknya memerlukan biaya BBN minimalnya sebesar Rp 3.000.000 per satu kendaraan.

Belum lagi biaya lain untuk menempuh perijinan kendaraan sehingga bisa masuk dalam taksi online legal.

Tidak hanya itu, proses BBN juga tidak akan semudah membalikan telapak tangan.

Pasalnya hampir seluruh kendaraan taksi online yang saat ini beroprasi, baik di Tasikmalaya maupun kota-kota lainnya, rata-rata masih dalam proses kredit ke lising.

Sementara dalam undang-undang Pidusia, kendaraan tidak bisa di balik namakan sebelum seluruh cicilan dilunasi.

“Hal ini tentu sangat berat, sebab hampir semua kendaraan taksi online saat ini masih dalam kredit lising. Kalau begitu harus dilunasi dulu donk semua kreditnya, baru bisa BBN. Saat inikan BPKB kendaraan pun belum keluar,” tambah Dedi.

Jawa Barat sendiri, diungkapkan dia, dipilih sebagai pilot projek dari sejumlah peraturan baru tersebut. Sehingga di provinsi lain tentu belum dirasakan.

Proses BBN tentu akan terhambat dengan segala kendala tadi. Jika sudah begitu, maka yang dirugikan tetap para driver taksi online.

Sebab jika tidak memenuhi syarat oerijinan tentu digolongkan ilegal dan jangka waktu tertentu akun taksi onlinenya bakal dimatikan otomatis.

Sementara pihaknya hanya diberikan waktu 6 bulan saja guna menempuh segala perijianan, mulai ijin prinsip di Dinas Perhubungan (Kabupaten/kota dan provinsi Jawa Barat), Jasa Raharja dan perijinan lainnya.

“Sebenarnya kami mengaku siap menjalankan segala aturan terkait oprasional taksi online di Indonesia. Akan tetapi tentunya dengan mempertimbangkan prioritas dan kemudahan dalam menempuh segala perijinan tersebut,” tegas Dedi.

Salah satu driver taksi online, Taryan (50) warga Kelurahan Tawangsari, Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya, mengaku sudah mengetahui aturan baru ini.

Baginya sejumlah aturan lain dinilai tidak masalah, seperti bernaung di badan hukum/koprasi, TNKB (tanda nomor kendaraan bermotor) atau plat nomor kendaraan taksi online dengan ciri khusus, hingga sejumlah perijinan lain yang harus dikantongi.

Akan tetapi ketika kendaraan harus di-BBN-kan tentu menjadi kendala. Selain biayanya yang ditaksir tidak sebanding dengan penghasilan, juga terkait status kendatan yang rata-rata masih bestatus cicilan ke lising.

“Kami minta, prioritas akun saja bagi kendaraan yang legal. Terkait aturan kami siap mengikutinya. Tentunya harus logis. Jika kendaraan harus dibalik namakan, tentu ini berat juga,” jelasnya. (KAPOL)***