Oleh Eman Sulaeman
Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Galuh
Pendidikan adalah tonggak kemajuan bangsa. Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin di capai oleh setiap negara di dunia. Sudah menjadi suatu rahasia umum bahwa maju tidaknya suatu negara dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas. Indonesia adalah salah satu negara berkembang di dunia yang masih mempunyai masalah besar dalam dunia pendidikan. Kita mempunyai tujuan bernegara ”mencerdaskan kehidupan bangsa” yang seharusnya jadi sumbu perkembangan pembangunan kesejahteraan dan kebudayaan bangsa.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan di dalam mutu pendidikan. Rendahnya mutu pendidikan menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Kurikulum berubah
Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim resmi meluncurkan beberapa program penting di tahun 2022 untuk memulihkan kembali pendidikan yang dua tahun terakhir sempat vakum akibat dari Covid-19. Diantaranya yaitu PPK dan pergantian kurikulum pembelajaran.
Kurikulum baru yang akan menggantikan Kurikulum 2013 (K13) yaitu Kurikulum Prototipe. Dikutip dari Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 7/sipers/A6/I/2022 bahwa penerapan kurikulum prototipe merupakan upaya pemulihan pendidikan akibat pandemi Covid-19. Kurikulum prototipe berbasis kompetensi untuk mendukung pemulihan pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning).
Menurut Mendikbudristek, kurikulum prototipe merupakan upaya pemerintah dalam menciptakan perubahan dalam pengembangan karakter dan pola pikir siswa. Kurikulum prototipe akan mendorong pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa. Serta memberi ruang yang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar.
Hadirnya kurikulum prototipe dilatarbelakangi oleh hasil evaluasi terhadap kurikulum darurat yang digunakan selama pandemi. Kurikulum prototipe diyakini mampu membantu sekolah mengatasi dampak kehilangan pembelajaran (learning loss) akibat tidak optimalnya pembelajaran selama dua tahun terakhir.
Dilansir dari laman resmi Kemendikbudristek, Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek, Zulfikri Anas mengungkapkan bahwa kurikulum ini sedang dalam tahap uji coba dan telah diterapkan di sekolah penggerak pada tahun 2021. Kurikulum prototipe menjadi salah satu kurikulum yang dapat dipilih oleh sekolah yang berminat, di samping kurikulum 2013 dan kurikulum darurat.
Setiap kebijakan baru tentunya akan menimbulkan pihak pro dan kontra dari berbagai pihak berkepentingan yang disertai dengan dampak positif dan negative yang akan muncul.
Mempermak kebijakan pembelajaran memang baik tetapi harus dengan kondisi lingkungan serta sarana pendukung yang tepat. Walaupun saat ini, seperti yang dilansir pada data kecocokan program sekitar 95% Sekolah Kejuruan Pusat Keunggulan merasakan cocok dengan program tersebut. Tetapi hal ini tentunya tidak menjamin Sekolah Menengah lainnya mampu menjalankan secara maksimal.
Jika alasan utama diluncurkannya program ini adalah untuk memulihkan pendidikan, seharusnya faktor-faktor pendorong suksesnya program ini sudah tersedia dengan baik. Kesiapan sekolah dalam melaksanakan kurikulum baru harus dimaksimalkan. Tidak hanya sekolah tingkat nasional maupun internasional saja tetapi semua level sekolah sudah mampu dan siap menjalankan kebijakan dengan sarana prasarana yang ada.
Selain itu kesiapan guru atau pendidik juga tentunya harus diperhatikan sebagai salah satu faktor penting terwujudnya program ini. Kemampuan guru dalam memodifikasi sistem mengajar untuk menyampaikan materi harus bervariasi sesuai dengan fase-fase kurikulum yang ada. Apalagi kebijakan ini mengedepankan materi-materi esensial kepada siswanya. Namun seperti yang kita ketahui, tenaga pendidik di negara kita masih belum bisa disamakan dengan negara lain yang sistem pendidikannya sudah di atas rata-rata. Untuk menghasilkan terobosan generasi yang berkualitas harus dimulai dari guru yang berkualitas pula.
Siswa juga sebagai faktor yang sangat penting dalam dunia pendidikan akan mempengaruhi berjalannya kurikulum ini. Saat ini grade pelajar dalam berambisi sangatlah menurun. Dengan diluncurkannya program ini kemungkinan terjadinya penurunan kemampuan akademik, berwawasan dan karakter akan semakin signifikan. Apalagi level of brain akan sangat menonjol dalam sistem ini.
Dengan mengedepankan minat belajar siswa, kurikulum ini menetapkan bahwa tidak ada lagi jurusan IPA, IPS maupun Bahasa. Hal ini tentunya menimbulkan banyak kontradiksi dengan kepribadian siswa/i di era 5.0 dimana teknologi sudah semakin canggih dan minat belajar siswa mulai berkurang akibat pengaruh teknologi tersebut. Saat ini sebagian besar siswa beranggapan bahwa media sosial sudah lebih menarik dibandingkan pembelajaran.
Hal tersebut menjadi pertimbangan, siswa akan memilih untuk tidak mengikuti kelas dan mungkin hanya akan hadir di guru yang mereka sukai saja. Padahal memang seharusnya materi-materi dasar itu didapatkan sepenuhnya untuk menunjang bahan dan teori pembelajaran selanjutnya. Namun di daerah terpencil dengan segala keterbatasan sarana dan prasarana dalam belajar-mengajar kurikulum ini akan tetap menyulitkan guru dan siswa bahkan justru akan disalahgunakan.
Program ini tidak menutup kemungkinan akan mengkelaskan siswa berdasarkan kemampuannya yang akan merujuk pada insecurrity siswa dalam mengemban pendidikan. Walaupun di sini guru akan lebih mudah untuk memberikan materi tetapi tetap saja interaksi dan komunikasi wawasan siswa akan berkurang. Tapi itu semua tidak akan berlaku bagi siswa dan guru yang memang sudah berkualitas, tentunya di sekolah yang sudah terjamin akan mutunya. Kurikulum ini akan sangat cocok bagi siswa yang ambisius dan bercita-cita tinggi dan gedung sekolah berlabelkan nasional maupun internasional.
Biaya mahalnya
Pendidikan di Indonesia menjadi sulit bagi mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Mayoritas penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan mengakibatkan terbengkalai nya mereka dalam hal pendidikan. Selain kemauan mereka yang tidak pernah tumbuh dan sadar akan pendidikan, faktor ekonomi menjadi alasan utama mereka untuk tidak menyentuh dunia pendidikan.
Pemerintah sudah mencanangkan pendidikan gratis dan bahkan pendidikan wajib 12 tahun, akan tetapi biaya-biaya lain yang harus ditanggung oleh para siswa tidaklah gratis. Biaya untuk perjalanan ke sekolah, membeli buku, seragam, dan peralatan sekolah lainnya tidak murah. Mereka harus memikirkan biaya lain selain biaya pendidikan yang bahkan lebih mahal dibandingkan biaya pendidikan itu sendiri. Selain itu, biaya hidup yang semakin meninggi terkadang membuat masyarakat lebih memilih untuk bekerja mencari nafkah dibanding harus melanjutkan pendidikannya
Fasilitas
Yang menjadi permasalahan pendidikan di Indonesia adalah fasilitas pendidikan yang masih kurang memadai. Banyak sekolah-sekolah yang bangunannya sudah hampir rubuh, tidak memiliki fasilitas penunjang seperti meja belajar, buku, perlengkapan teknologi, dan alat-alat penunjang lainnya yang menyebabkan pendidikan tidak dapat berkembang secara optimal.
Pemerintah perlu untuk turun tangan dalam melakukan pemerataan pendidikan, baik dari segi fasilitas, biaya, akses jalan dari rumah ke sekolah. Lalu pembangunan gedung sekolah yang memadai, serta mempermudah akses informasi tentang pendidikan dari perkotaan dan lain-lain. Sehingga seluruh masyarakat Indonesia terutama masyarakat yang tinggal di daerah terpencil dapat memperoleh hak yang sama dan setara dalam mengenyam bangku pendidikan.
Rendahnya kesempatan
Perhatian yang diberikan pemerintah dalam hal pendidikan di kota dan di desa sangatlah berbeda. Pemerintah yang lebih menaruh perhatian pada pendidikan di perkotaan membuat kualitas pendidikan di pedesaan menjadi timpang. Salah satu contohnya ialah dalam masalah kesejahteraan guru.
Gaji guru di desa jauh lebih rendah dibanding gaji guru di kota. Hal ini menyebabkan banyak guru yang lebih memilih bekerja di kota daripada di desa. Alhasil kualitas guru di kota lebih baik dibanding guru di desa. Selain masalah kesejahteraan guru, juga terdapat ketimpangan dalam hal bantuan untuk fasilitas pendidikan, dan banyak hal lainnya. Maka tidak heran apabila kualitas pendidikan di Indonesia masih belum merata dimana kualitas pendidikan di kota lebih baik daripada di desa.
Adapun solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Pemerintah harus peka terhadap kondisi pendidikan di setiap daerah dan dapat mengambil langkah yang pasti untuk memperbaiki kualitas sesuai dengan kondisi daerah masng-masing.
Tidak hanya pemerintah, tetapi masayarat juga harus bahu-bahu bersama pemerintah untuk dapat meningkatkan kesadaran bahwa pendidikan itu penting dan dapat selalu mengawasi kegiatan pendidikan di Indonesia. Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.***