Oleh Imam Mudofar | Kasatkorcab Banser Kab. Tasikmalaya
Begini bos, sepertinya anda tidak begitu paham jika berbicara nasionalisme itu tidak akan bisa lepas dari sikap primordialisme. Mau tidak mau, diakui atau tidak, nasiolisme kita sebagai bangsa tumbuh dari sekian banyak pijakan primordialisme yang ada.
Bekal seseorang sebagai bangsa Indonesia untuk mencintai negaranya itu dimulai pada pijakan mencintai tanah kelahirannya, mencintai kampung halamannya, mencintai adat budayanya, termasuk bahasa daerah di dalamnya.
Dan alat pemersatu dari sekian banyak sikap primordialisme yang ada itu bernama Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila. Dari sanalah kemudian nasionalisme tumbuh dalam kerangka yang lebih besar bernama Indonesia.
Kalau saja anda paham dengan kerangka itu, tidak akan muncul perkataan-perkataan yang kontroversial tentang masyarakat Sunda. Lagi pula apa salahnya seorang Kepala Kejaksaan Tinggi di Jawa Barat memimpin rapat dengan bahasa Sunda?
Toh memang Kepala Kejati Jawa Barat hari ini, Dr. Asep N. Mulyana adalah orang Sunda yang kebetulan sedang bertugas pula di tanah leluhurnya. Lantas di mana letak kesalahannya?
Dan yang membuat saya kian menggelengkan kepala, ada bahasa “kita ini Indonesia.” Rentetan kalimat yang diucapkan itu seolah mengandung tafsir jika rapat dengan menggunakan bahasa Sunda seolah tidak Indonesia. Sampai-sampai meminta Jaksa Agung untuk mengganti.
Hei bos, sepertinya anda harus sekolah lagi dan belajar mata pelajaran muatan lokal agar isi kepala anda yang kosong tentang nilai-nilai kebhinekaan itu bisa lekas terisi dengan benar.
Dan saya kira PDI Perjuangan sebagai partai nasionalis yang memegang luhur nilai-nilai kebhinekaan bisa mulai mempertimbangkan untuk mencopot atau bahkan memecat Arteria Dahlan yang sudah mengoyak kepak sayap kebhinekaan dan mencabik-cabik nilai kesundaan. Hatur nuhun