KAPOL.ID – Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI) Jawa Barat (Jabar) dan Seminar Nasional diadakan di Universitas Garut, pada hari Kamis (22/8/2024).
Dalam seminar nasional, mengusung tema “Strategi Kebijakan Dikti dan BAN PT Tentang Jabatan Fungsional Dosen, Akreditasi, Statuta dan Transformasi Tata Kelola Yayasan”.
Menghadirkan lima panelis, yakni Direktur SDM Kemendikbud Ristek Dr. Lukman, ST., M.Hum., Dewan Eksekutif BAN PT, Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc., Kepala LLDIKTI Wilayah IV, Dr. M. Samsuri, S.Pd., M.T., IPU., Wakil Ketua Dewan Pakar ABPPTSI Pusat, Prof. Dr. Johanes Gunawan, SH., LL.M., serta Ketua Umum ABPPTSI, Prof. Dr. Thomas Suyatno.
Pada kesempatan ini pun Ketua Yayasan Eka Paksi (BP UNJANI), Letjen TNI Purn. Dr. Tatang Sulaiman, S.Sos., M.Si., memaparkan praktik baik terkait pengelolaan Universitas Jenderal Ahmad Yani yang semakin berkembang.
Berkaitan dengan Rakerwil ABPPTSI Jabar, melaporkan pelaksanaan program kerja dan keuangan tahun 2023/2024 serta membahas program kerja tahun 2024/2025. Termasuk laporan dari masing-masing ketua bidang serta membahas isu panas, sekaligus pengesahan program kerja tahun 2024/2025.
Berkenaan dengan Rakerwil ini, Ketua Umum ABPPTSI Prof. Dr. Thomas Suyatno, memberikan tanggapannya, bahwa ruang gerak ABPPTSI Jabar sangat luar biasa, persatuan dan kesatuan begitu nampak tanpa ada perbedaan apapun, satu ABPPTSI.
Lanjutnya setiap anggota ABPPTSI bebas melaksanakan kegiatan politik atau berpolitik, tapi itu dilakukan di luar ABPPTSI. Ia pun mengumpamakan ketika masuk ke ABPPTSI, partainya hanya satu partai ABPPTSI. “Kalau di luar silahkan (tidak mengatasnamakan ABPPTSI),” kata Prof Thomas.
Tugas dari Rakerwil sendiri kata Prof Thomas, ada tiga hal, pertama retrospeksi, yakni memotret membuat evaluasi pelaksanaan program satu tahun yang lalu sampai sekarang. “Pengurus harus memotret kegiatan satu tahun (ke belakang), baik program kerja maupun bujet (anggaran pemasukan dan pengeluaran uang),” kata Prof Thomas.
Kedua introspeksi atau mawas diri, melihat kekurangan selama satu tahun ke belakang, untuk diperbaiki selama satu tahun ke depan. “Maka antara lain dibentuk tim khusus rekomendasi, kegiatan yang belum diselesaikan tahun ini, carryover (sisanya) untuk tahun berikutnya,” kata Prof Thomas.
Ketiga prospeksi, yakni menyusun program satu tahun ke depan beserta bujet.
“Itu merupakan tugas utama dari Rakerwil. Ternyata tadi kita mendengar (dari para panelis) terutama dari Pak Samsuri. Banyak masalah yang harus kita selesaikan. Banyak anggota kita yang menghadapi problematik,” kata Prof Thomas.
Ia menambahkan, bahwa ABPPTSI merupakan tempat mengadu, mengaduh, dan menangis para anggotanya. Pengurus harus ikhlas melayani, mendengarkan kesulitan, keluhan dan syukur-syukur bisa membantu.
“Selama ini sudah cukup banyak (upaya) yang dilakukan oleh pengurus ABPPTSI Jabar, dalam kerja sama dengan pusat menyelesaikan masalah berat, walaupun tidak semua masalah tidak dapat kami pecahkan,” kata Prof Thomas.
Pasalnya pemegang otoritas adalah dari pemerintah di sini, seperti LLDIKTI Wilayah IV, aturan kementerian dalam hal ini Direktur Kelembagaan.
Di tempat yang sama, Ketua ABPPTSI Jabar, Dr. Ricky Agusiady, SE., M.M., AK., CFrA., CHRM., mengatakan bahwa inti dari Rakerwil adalah penguatan anggota dan pengembangannkeanggotaan yang belum masuk menjadi anggota ABPPTSI Jabar.
Senada dengan Prof Thomas bahwa Rakerwil ini juga untuk melakukan evaluasi, memotret apa yang sudah dilakukan kemudian membuat program ke depan.
“Tadi kami sudah rapat pleno, menetapkan membentuk tim perumus. Karena kami masih membuka masukan dari anggota terkait dengan program ke depan,” kata Ricky.
“Tadi dibuat dua komisi, komisi satu mengenai keanggotaan, pengembangan organisasi dan keuangan, komisi dua adalah program kerja ke depan,” imbuhnya.
Tadi sudah disampaikan bahwa program kerja sampai tahun 2024, ABPPTSI sebagai fasilitator, mendengarkan, tempat mengeluh, mengaduh, menangis, bagi PTS yang ada kendala, bermasalah dan sebagainya.
“ABPPTSI terbuka untuk PTS di Jabar, khususnya bagi anggota ABPPTSI, yang belum menjadi anggota bisa masuk menjadi anggota,” kata Ricky.
Masih dikatakan Ricky dari hasil seminar ditetapkan oleh BAN PT, ada sekitar 84 PTS se-Indonesia yang akan dicabut ijin operasionalnya, sedangkan di Jabar ada sekitar 7 PTS yang senasib.
Kata Ricky ABPPTSI Jabar sudah melakukan berbagai upaya, sejak tahun 2022, 2023 dan 2024, memberikan pendampingan kepada PTS yang bermasalah. “Tanpa melihat PTS yang besar, kecil, menengah, kami fasilitasi. Mendengar mereka mencarikan solusi.”
“Walaupun pada akhirnya tetap, yang memiliki regulasi adalah pemerintah, namun selama yang dijalankan, apapun yang terjadi kepada PTS yang terkena sanski, bisa memahami bahwa kami sudah betul-betul berjuang membela hak-hak mereka.”
“Malah terakhir ada satu PTS yang kena sanksi berat, kemudian dicabut ijin prodinya, kita kawal dan dampingi melakukan banding, yang akhirnya bisa menerima keputusan dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Maksudnya mahasiswanya, bisa tersalurkan ke PTS lain. Itulah kekuatan organisasi kami,” beber Ricky.
Di samping itu, dosen dari kampus yang akan dicabut ijinnya akan di pindahkan ke kampus lainnya.
Ricky pun menjelaskan mengenai pembekalan untuk para anggota melalui berbagai macam seminar, seperti yang dilaksanakan dalam kegiatan di Universitas Garut ini.
Kata Ricky materinya sangat bagus, pasalnya ada kolerasinya dengan peningkatan mutu, serta mengantisipasi mengenai regulasi-regulasi yang akan ada. “Salah satunya dari Direktur SDM Kemendikbud Ristek yang menyatakan ke depan ada perubahan peraturan terkait jabatan fungsional dari asisten sampai guru besar,” kata Ricky.
Ricky pun menyinggung masalah jumlah guru besar yang masih minim. Dan pemerintah akan melakukan regulasi dalam meningkatkan jumlahnya dengan kualitas yang sesuai dan bermutu.
“Bila pemerintah kuotanya terbatas, maka akan ada aturan bahwa perguruan swasta sendiri bisa melahirkan guru besar di PTS nya sendiri. Misal kebutuhan guru besar 15, pemerintah hanya menyanggupi sepuluh, maka yang lima akan diangkat di perguruan tinggi swasta. Ini akan menjadi satu kajian tersendiri dari ABPPTSI Jabar,” kata Ricky.
“Dari hasil pleno, memberikan waktu kepada anggota memberikan masukan, yang terkait dengan apa yang telah disampaikan dalam seminar. Termasuk tadi mengenai akreditasi perguruan tinggi yang nantinya hanya dua, yakni terakreditasi dan tidak terakreditasi,” sambung Ricky.
Berkenaan mengenai akreditasi PTS, pihaknya pun akan mempertanyakan PTS yang tidak memiliki kesempatan sampai bulan Agustus 2024 untuk terakreditasi sebagai kampus unggul, maka akan merasa dirugikan.
Pasalnya apabila ada perguruan tinggi yang rerakreditasinya mendapatkan akreditasi unggul maka bisa digunakan sampai empat tahun ke depan. Padahal akreditasi unggul dan terakreditasi itu kualitasnya dan fasilitasnya (parameternya) sama.
“Namun secara brand image istilah unggul terkesan lebih baik dari istilah terakreditasi. “Ini akan menjadi bahan kajian kami bagaimana mengusulkan aturan yang akan hadir,” kata Ricky.
ABPPTSI Jabar pun akan mengusulkan mengenai PTN yang PTN-BH, yakni perguruan tinggi yang berbadan hukum. PTN diberikan kemandirian dalam hal penerimaan mahasiswa baru yang berimbas terhadap jumlah mahasiswa ke PTS yang berkurang jumlahnya dan tahun 2024 ini dampaknya sangat terasa.
Hal itu dikarenakan PTN bisa menyerap mahasiswa baru melalui berbagai seleksi, seperti Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBP) dan seleksi mandiri.
Di samping itu ABPPTSI Jabar pun akan memberikan masukan kepada pemerintah saat menerima pegawai baru jangan melihat akreditasi kampusnya tetapi yang lebih diutamakan melihat mutu lulusan sesuai Permendikbud Ristek No 53 tahun 2023.
“Rekomendasi ini kami kasih waktu 50 hari, nanti kami plenokan lagi dan diputuskan menjadi program kami. Kami akan melawan (pemerintah) kalau tidak ada keadilan dan kesetaraan,” pungkasnya.***