POLITIK

SDI: Terancamnya Politisi Perempuan, Dikupas dalam Simposium Nasional

×

SDI: Terancamnya Politisi Perempuan, Dikupas dalam Simposium Nasional

Sebarkan artikel ini
IST

KAPOL.ID – Organisasi kemasyarakatan Sarekat Demokrasi Indonesia (SDI) merayakan diesnatalies ke 2 dengan menggelar simposium bertajuk “Demokrasi Untuk Siapa?”, di Aula Husni Hamid Pemda Kabupaten Karawang, Sabtu, (10/6/2023).

Acara dihadiri 500 peserta, dan disiarkan secara langsung di Youtube MissUnderstanding.

Akademisi, Politisi dan Pengamat Politik Nasional seperti Rocky Gerung (Filsuf), Titi Anggraini (Perludem), Cellica Nurrachdiana (Bupati Karawang), Saan Mustafa (Komisi II DPR RI), Puteri Komarudin (Komisi XI), dan Roby Sugara (Akademisi UIN Ciputat) berpartisipasi berdasarkan kepakaran masing-masing.

Tajuk “Demokrasi untuk Siapa?” dibahas guna menyambut tahun Pemilu 2024 dan keadilan kesempatan bagi para politisi perempuan.

Titi Anggraini, aktivis Perludem, menurutnya tercatat ada 50,8% pemilih berusia 7-39 pada tahun 2024.

Meski begitu terdapat masalah kompleksitas teknis sekaligus integritas pada saat yang bersamaan.

“Kita (adalah) negara ke tiga di Asia dari 17 negara yang diukur oleh Global Corruption Barrometer paling terpapar politik uang, jual beli suara”, papar Titi Anggraini.

Tajuk “demokrasi untuk siapa?” sekaligus membahas sistem Pemilu 2024 yang masih belum ditetapkan. Sekretaris Jendral SDI, Salsabila Syaira, menyampaikan keheranan pada sedikitnya ruang diskusi yang cawe-cawe pada isu tersebut.

“Melengkapi senior saya, mbak titi, soal data politik uang. Bayangkan “tingginya harga” lembar rekomendasi dan nomor urut dari Parpol untuk politisi perempuan. Jika PKPU No.10 pasal 8 ayat 2 tidak direvisi, seperti tuntutan rekan-rekan civil society, pemilu 2024 akan diingat sebagai kompetisi demokrasi yang didesign memang tidak mengundang perempuan-perempuan. Sudah pasti akan turun jumlah legislator perempuan di pusat hingga daerah tingkat II-III. Sudah jatuh ketimpa tangga, itulah tepatnya situasi politisi perempuan jelang Pemilu 2024, jika benar sistem pemilihan tertutup,” kata Salsabila Syaira.

15 tahun memimpin Kabupaten Karawang, politisi perempuan senior, Cellica Nurrachdiana, angkat suara, “keberhasilan saya dalam politik, disebabkan mentoring dan kepercayaan dari senior saya Kang Saan Mustofa.

Jika basis kompetisi politik, adalah kapasitas seseorang, dan saling mendukung saya yakin kita bisa maju bersama tidak peduli perempuan atau laki-laki”.

Pengamat politik sekaligus Filsuf, Rocky Gerung, dalam forum simposium ia menyampaikan, “Demokrasi itu sendiri adalah rahim perempuan, karena hanya pada Rahim perempuan ada kesetaraan dan kejujuran”.

Rocky menjelaskan bahwa dari awal perempuan paham soal keadilan karena waktu dia hamil dia berbagi psikologis dan nutrisi dengan bayinya oleh karenanya,

“Jadi jangan ajari perempuan soal keadilan, merekalah sumber keadilan. Di dalam teori demokrasi kita sebut itu ethic of care sedangkan pada laki-laki yang berlaku adalah ethics of right” kata Rocky.

Melalui agenda simposium nasional sekaligus peringatan Diesnatalis ke 2, Sarekat Demokrasi Indonesia akan terus berkomitmen menghadirkan diskursus kritis diruang publik.

Hasil simposium nasional tersebut akan menghasilkan artikel-artikel demokrasi sebagai buku saku digital jelang Pemilu 2024. ***