KAPOL.ID – Kasus arisan bodong yang dilakukan pasangan suami istri (pasutri) MAW dan HTP yang mengakibatkan kerugian hingga Rp21 Miliar, masih didalami Polda Jawa Barat.
Diketahui, arisan bodong tersebut terjadi di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang.
“Dua orang ditetapkan tersangka yakni MAW dan HTP,”
kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Ibrahim Tompo, Jumat 11 Maret 2022.
Menurut dia, sekarang sudah dilakukan pemeriksaan 20 orang saksi korban.
Kemudian tiga saksi dari pihak bank sebagai saksi ahli, saksi ahli pidana dan saksi ahli UU ITE
Korban arisan bodong diperkirakan mencapai 150 orang.
Namun yang berhasil dihimpun baru 98 orang, barang bukti diamankan 7 item, berupa bukti transfer, screen shot, mobil, buku tabungan, tv, dan buku rekening.
Para korban lanjut Ibrahim, umumnya berasal dari Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung itu sebenarnya sudah merasa curiga, mengingat pembayaran yang dijanjikan tersangka kerap melewati jatuh tempo.
“Akan tetapi, tersangka kerap menenangkan korban dengan janji-janjinya. Sudah lama banyak yang komplain, tapi cuma dikasih janji,” jelasnya.
Diketahui, pelaku yang tercatat sebagai warga Dusun Warungkalde, Desa Cikeruh, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, berhasil memperdaya korbannya lewat lelang arisan bermodus pembelian slot arisan dengan keuntungan hingga 30 persen lebih
“Pelaku memberikan iming-iming kepada korban, yakni jika korban membeli minimal satu slot arisan seharga Rp1 juta, maka akan mendapatkan uang sebesar Rp1,350 juta,” ucapnya
Tidak hanya itu, pelaku juga memberikan iming-iming lain, yakni jika korban berhasil membawa member lain (reseller) dan membeli minimal satu slot arisan senilai Rp1 juta, maka akan mendapatkan keuntungan Rp250.000 dan dapat diambil langsung dari uang yang disetor reseller.
Modus lain tersangka untuk menjerat korban-korbannya, yakni kerap memamerkan kehidupan mewah di media sosial (medsos).
“Kalau dari akun medsosnya ada ya (pamer hidup mewah), karena itu salah satu modus untuk menarik korban,” ungkapnya.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 378, 372 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara. Pelaku juga dijerat Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Qtas Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman enam tahun penjara. ***