MARAKNYA aksi protes yang baru-baru ini terjadi tak bisa dipungkiri merupakan sebuah gerakan yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Hal ini dikarenakan adanya pembiasan dan pergeseran isu dari semula penolakan terhadap sejumlah RUU yang dianggap kotraversial menjadi isu pembatalan pelantikan presiden.
Hal itu diungkapkan Ketua Relawan Jokowi Garut (Jogar), Yudi Nugraha Lasminingrat, menyikapi marakya aksi unjuk rasa yang digelar mahasiswa terkait penolakan sejumlah RUU KPK dan KUHP.
Bahkan Yudi melihat saat ini juga sudah ada gerakan pelengseran (impeacment) Presiden Jokowi sehingga harus disikapi secara serius oleh aparat penegak hukum.
Disebutkan Yudi, pada awalnya pihaknya menganggap gerakan mahasiswa ini sebagai refleksi original dan geniun atas ketidak setujuaan terhadap disahkannya beberapa RUU yang dianggap kontraversial.
Oleh karena awalnya pihaknya menilai gerakan itu sebagai sebuah respon yang wajar di negara manapun yang menjadikan demokrasi sebagai format dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Sebagai masyarakat, awalnya kita setuju dengan gerakan itu dan mengasumsikan bahwa gerakan mahasiswa adalah gerakan idealis, moralis, strategis yang sangat terjaga dari “politic of interest”. Kita juga beranggapan gerakan ini terprotek dari infiltrasi kekuatan free rider (penunggang gelap) dengan menepis semua narasi yang mencampur adukan isu strategis dengan embel-embel narasi yang nyinyir bahkan mengkerdilkan gerakan moral mahasiswa,” ujar Yudi.
Namun tuturnya, setelah gelombang aksi tanggal 23-24 September itu berlalu, pihaknya baru menyadari bahwa setalah mengikuti perkembangannya teruatama dari berita langsung maupun dari media elektronik dan medsos berupa testimoni pelaku aksi ada hal yang cukup mengejutkan.
Dari hasil peyelidikan yang dilakukan aparat penegak hukum, baik POLRI maupun TNI dan tim intelejennya, ditemukan fakta-fakta yang mengejutkan bahwa originalitas yang menjadi presumsi awal terhadap gerakan mahasiswa, sisdwa, dan masyarakat.
Menurutnya, mereka yang melakukan penolakan terhadap sejumlah RUU tersebut menjadi seolah kabur bahkan didapat banyak penunggang gelap didalamnya.
Para penumpang gelap ini sengaja memanfaatkan keadaan dan membuat gerakan yang mengarah pada gerakan penggagalan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih yang akan diulaksankaan pada tanggal 20 Oktober.
Yudi menyampaikan, apa yang dilakukan oleh DPR dan pemerintah untuk mengesahkan Revisi UU KPK dan rencana pengesahan RKUHP ternyata telah dijadikan sebuah triger bagi maraknya gelombang aksi massa yang hampir terjadi di seluruh kota-kota besar di Indonesia.
Sejalan dengan aksi massa yang meluber ke mana-mana, lahirlah sejumlah narasi yang memojokkan aksi mahasiwa dengan tudingan sudah disusupi organisasi tertentu yang mengarah pada isu penggagalan pelantikan Jokowi menjadi Presiden RI.
“Oleh karena itu, sebagai Ketua Relawan Jogar, saya memandang apa yang dilakukan oleh mahasiswa telah mengalami pergeseran substansi atas narasi objektiv. Bahkan tidak bisa dipungkiri gerakan ini sudah secara sitematis, terencana dan masif ditunggangi oleh kelompok yang selama ini hanya berani main belakang, lempar batu sembunyi tangan, tanpa berani face a face karena memang sejatinya mereka adalah para pencundang yang sudah kalah tapi tetap penasaran,” katanya.
Yudi pun menyatakan sikap bahwa apapun yang terjadi, agenda pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI harus tetap dilaksakan.
Apalagi aparat keamanan sudah memberikan jaminan akan mengawal agenda pelantikan Presiden dan Wakil Presiden dan tak akan membiarkan siapapun mencoba untuk menggagalkannya.
Selama ini tambah Yudi, pihaknya melihat aksi massa bukan sesuatu yang tabu dan selalu hadir di belahan dunia mana pun.
Aksi massa adalah sesuatu yang alami saat ruang-ruang dialog tersumbat, aspirasi diabaikan, dan ketika para pengambil kebijakan menistakan akal sehat.
Di sisi lain tambahnya, Yudi berharap agar mahasiswa mau membuka mata bahwa ada fakta lain yang mendompleng kemurnian gerakan mahasiswa tersebut selama ini.
Oleh karena itu setelah melihat kondisi yang tidak kondusif ini Relawan Jogar menghimbau kepada mahasiswa khususnya untuk konsiten melakukan gerakan kritisisme dan masukan.
Namun tandasnya Yudi, kritikan dan masukan yang diberikan kepada pemerintah tentunya harus yang original, posistif, dan solutif.
Oleh karenanya para mahasiswa terlebih dulu harus memahami secara tekstual maupun kontekstual persoalan yang dihadapi terutama soal gerakan penolakan terhadap rencana pengesahan dan pemberlakuan sejumlah RUU sehingga tidak mudah terprovokasi bahkan menjadi alat tunggangan bagi kelompok kadal gurun yang sebentar lagi akan mati penasaran.
“Begitupun kami meminta kepada aparat penegak hukum terutama TNI dan Polri untuk senantiasa waspada mengahadapi gerakan laten yang temporer hingga proses pelantikan presiden dan wakil presiden tiba. Kami juga meminta kepada TNI dan Polri yang sedang menjalankan tugas untuk lebih bersabar dalam menghadapi segala bentuk teror, kecaman, dan hujatan di lapangan dalam menghadapi reaksi spontanitas para demonstran dengan mengedepankan sikap profesionalitas dan hindari tindakan refresiv yang akan memancing reaksi lebih besar atas akumulasi kekecewaan mahasiswa dan masyarakat luas,” ucap Yudi.
Lebih jauh Yudi juga mengharapkan agar gelombang aksi mahasiswa dan masyarakat umum perlahan demi perlahan berhenti.
Menurutnya sejatinya penolakan terhadap RUU sangatlah berbeda dengan penolakan terhadap pelantikan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin. (KAPOL)***