Oleh Dedi Sufyadi
Ketua Perhepi (2021-2024)
Soal pangan masa depan seiring dengan meningkat nya jumlah penduduk Indonesia telah mengundang kehawatiran banyak kalangan. Senin 20 Desember 2021, Perhimpunan Peminat Ilmu Ekonomi Pertanian (PERHEPI) bersama stakeholder lainnya yang dimotori oleh Kemenko Perekonomian telah mendiskusikannya.
Penguatan sistem pangan nasional perlu terus diikhtiarkan oleh kelembagaan yang jelas dengan memperhatikan kesejahteran para petani sebagai pahlawan pangan kita.
Kelembagaan yang jelas, dimaksudkan siapa yang jadi leader dalam membangun sistem pangan nasional itu?. Bagaimana peran-peran para pihak seperti Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian terkait; dan Badan Pangan Nasional yang baru dipayungi oleh Perpres 66 tahun 2021. Sekaitan dengan penguatan sistem pangan nasional itu lah tulisan ini dibuat.
Banyak persoalan yang berkelindan seputar penguatan sistem pangan nasional. Diantaranya persoalan pada sisi produksi dan pada sisi konsumsi. Tentu persoalan yang erat kaitannya dengan persoalan pembangunan pertanian itu sendiri.
Pembangunan pertanian memiliki definisi yang luas. Bisa dikatakan sebagai proses pembangunan ekonomi di bidang pertanian. Bisa juga dikatakan sebagai proses penyuluhan pertanian. Tujuannya jelas, melalui kebijakan pertanian untuk mewujudkan kesejahteraan para petani.
Soal pangan ini pantas kita khawatirkan. Di satu pihak lahan pertanian semakin sempit tergerus oleh alih fungsi lahan, di lain pihak jumlah penduduk bertambah semakin banyak. Hal ini sejalan dengan apa yang di sebut dengan hukum Malthus (1956) bahwa, pangan bertambah menurut deret hitung; sedangkan jumlah penduduk meningkat menurut deret ukur.
Oleh karenanya menjaga ketahanan pangan itu merupakan suatu keharusan, menyangkut ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan itu sendiri. Kolaborasi dari para pihak perlu dilakukan secara sinergis dan adil.
Bicara tentang sistem pangan, meliputi sisi produksi, pengolahan, distribusi dan sisi konsumsi pangan itu sendiri. Keberlanjutannya tentu lah amat diperlukan dengan mengacu kepada konsep Sustainable Development Goals (SDGs).
Minimal sustainable land use untuk komoditas sawit, cocoa, kopi dan padi patut dipelihara . Syukur alhamdulillah Kementerian Pembangunan Desa (Kemendes) kalau tidak salah sudah menerapkan konsep SDGs ini dalam setiap programnya.
Penguatan sistem pangan nasional dapat ditempuh melalui sisi produksi dan sisi konsumsi. Banyak aspek yang perlu diperhatikan soal yang ada dalam sisi produksi. Diantaranya soal siapa dan harus dibagaimanakan produsen itu oleh pemerintah.
Produsen pangan itu nama nya petani. Petani di negeri ini yang menurut BPS (2013) jumlah nya 14,25 juta RT (55,53 %) termasuk petani gurem. Mereka bekerja di atas lahan yang terus menerus mengalami konversi dan penurunan kualitas nya. Hal ini tentunya merupakan ancaman bagi keberlanjutan sistem pangan nasional.
Transformasi sistem pangan nasional, memang menghadapi tantangan berat. Ancaman tidak hanya dari sisi produksi. Sisi konsumsi pun jangan sampai terabaikan. BKKBN seperti di era Pak Harto perlu diberi peran kembali. Transformasi sistem pangan nasional, kini sudah menjadi agenda global.
Indonesia tentunya tidak dapat lepas dari globalisasi ini. Untuk menjadi pemenang tentu lah mesti dipersiapkan.
Untuk itu pemerintah harus mau dan mampu meyakinkan para petani.
Pemerintah dengan para pihak harus mau dan mampu berkolaborasi, diantara nya dengan para akademisi. Bagaimana Profesor benih dapat mengembangkan industri perbenihan. Bagaimana Profesor iklim dapat mengantisipasi perubahan iklim.
Bagaimana Profesor ekonomi pertanian dapat memperpendek rantai pemasaran yang dijalani oleh para petani. Jadi betapa penting nya pemerintah kerja melalui sinergi dengan para pakar dari organisasi profesi seperti PERHEPI.
Pemerintah dalam menghadapi globalisasi harus bisa menciptakan efisiensi dan membangun kolaborasi. Efisiensi melalui penurunan kehilangan hasil di penggilingan padi. Penggilingan padi yang kecil-kecil itu perlu dimerger dan atau diperluas skala usaha nya. Kolaborasi penting dilakukan guna lebih mensinergiskan para pihak mulai dari hulu hingga hilir.
Konversi lahan yang disinyalir banyak terjadi perlu di substitusi oleh pemanfaatan tanah Hak Guna Usaha (HGU). Konteks lokal perlu diperhatikan. Di sinilah penting nya peran pemerintah daerah (Pemda). Bupati/Walikota di daerah nya masing-masing merupakan orang yang paling tepat untuk mendayagunakan tanah HGU.
Jangan Melupakan Pembangunan Pertanian
Dalam kaitannya dengan penguatan sistem pangan nasional itu, pemerintah harus mau dan mampu memberdayakan para petani. Memberdayakan para petani melalui kebijakan pertanian yang banyak sekali macam nya seperti kebijakan irigasi, lahan; subsidi hingga harga (Frank Ellis, 1976).
Di sini penguatan sistem pangan nasional jangan sampai melupakan pembangunan pertanian. Pembangunan pertanian yang memiliki tujuan meningkatkan kesejahteraan petani. Tak lupa tampak nya meluruskan transformasi ekonomi dan membangun pertanian berkelanjutan sudah menjadi keharusan.
Penguatan sistem pangan nasional itu sebenarnya identik dengan pembangunan pertanian. Pembangunan pertanian yang berbasis agribisnis. Agribisnis yang terbentang mulai dari hulu hingga hilir. Pembangunan pertanian yang berkelanjutan sebagai implementasi dari konsep SDGs.
Keberhasilan pembangunan pertanian dapat terciptakan melalui kebijakan lahan dan kebijakan kelembagaan. Kebijakan lahan yang dapat mengatasi alih fungsi lahan. Kebijakan kelembagaan yang dapat memperpendek rantai pemasaran hasil pertanian.
Pokoknya petani sebagai pebisnis itu harus untung. Keuntungan itu pendapatan yang dapat mendobrak kemiskinan.
Tidak ada salah nya kemiskinan harus di lawan oleh keimanan. Kita sebagai bangsa yang berdaulat harus mampu menguatkan iman. Kekalahan sepak bola dari Thailand tempo lalu harus dijadikan pembelajaran. Begitu juga keberhasilan pembangunan pertanian Thailand dengan jambu bangkok nya, mungkin saja karena orang Thailand itu memiliki kekuatan iman yang lebih. Subhanallah.
Semoga saja sistem pangan nasional tidak hanya mendapatkan dukungan dari sisi produksi tapi juga dari sisi konsumsi. Para petani yang dikenal sebagai pahlawan pangan tidak selalu menjadi pihak yang dirugikan dan terpinggirkan. Pemerintah perlu meyakinkan para petani bahwa, bertani itu untung. Namun demikian para petani pun jangan sampai lalai melupakan iman. Semoga.***