Oleh Ilham Abdul Jabar
Dewan Guru Pesantren Al Hikmah Mugarsari
Aktifis Muda Nahdlatul Ulama
“Persiapkan diri kalian untuk masa depan.” Ini perkataan saya dulu di era pandemi Covid-19. Dari dulu sudah saya sampaikan tak hentinya di berbagai forum diskusi, pengkaderan hingga ketika kumpul kumpul ngopi. Di masa depan —prediksi saya dulu 2026— ada 4 komponen yang akan berjaya. Artificial Intelegen, Big data, Cripto Currency dan Cyber Security. Namun prediksi saya dulu meleset, ternyata tak butuh waktu lama, tahun 2024 bahkan 2023 pun sudah terasa.
Hai Gen-z, di awal 2025 ini, kalian mulai merasakan hidup pada era di mana kecerdasan buatan (AI) sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Chatbot seperti ChatGPT, asisten virtual seperti Siri dan Alexa, algoritma rekomendasi di TikTok dan Instagram. Hingga editing video, poto, rubah suara jadi teks, teks jadi video, merangkum dan masih banyak lagi. Sebuah contoh nyata betapa AI telah mengubah cara kita bekerja, belajar, dan berinteraksi. AI saat ini dianggap canggih, bahkan revolusioner bukan?
Tahukah kalian bahwa ini hanyalah awal? Ada sesuatu yang jauh lebih besar dan berpotensi lebih berbahaya di masa depan. Yaitu Artificial General Intelligence (AGI).
Revolusi Teknologi
AI yang kita kenal sekarang ini adalah AI sempit (Narrow AI). Ia dirancang untuk melakukan tugas-tugas spesifik dengan sangat baik. Misalnya, ChatGPT bisa menulis esai atau menjawab pertanyaan. Algoritma TikTok bisa memprediksi video mana yang akan kalian sukai. editing video, foto, sound, teks, rangkum materi video dan yang lainnya.
Namun, AI ini memiliki keterbatasan. Ia tidak bisa berpikir secara mandiri, tidak memiliki kesadaran. Dan tidak bisa melakukan tugas di luar bidang yang diprogram. AI sempit adalah alat canggih, tapi tetap ‘alat’ ya, artinya tidak bisa menggantikan manusia sepenuhnya.
Sekarang kita lanjut pembahasannya dengan AGI, simak baik baik ya, atau seruput kopi dulu karena ini lumayan panjang.
AGI adalah level berikutnya dari kecerdasan buatan. Berbeda dengan AI sempit, AGI memiliki kemampuan “kecerdasan umum” seperti manusia. Ia bisa belajar, memahami, dan beradaptasi di berbagai bidang tanpa perlu diprogram ulang. Bayangkan, AGI bisa belajar bermain piano dan mahir dalam hitungan jam, kemudian beralih ke pemrograman komputer, dan setelah itu, jurnalistik dan menulis novel. AGI ini bahkan bisa memahami emosi manusia, mengambil keputusan moral, dan bahkan menciptakan seni yang menginspirasi.
Terdengar menakjubkan bukan? tapi ingat, di balik potensinya yang besar, ada bahaya yang mengintai. Sejauh penelitian saya, ada beberapa bahaya yang ditimbulkan jika AGI ini muncul.
Kehilangan Kontrol
AGI yang lebih cerdas dari manusia bisa menjadi tidak terkendali. Apa jadinya, jika ada mesin yang bisa mengambil keputusan penting tentang hidup kalian tanpa kalian sadari? Sekarang saja sudah banyak yang tidak sadar bahwa konten media sosial mengendalikan diri kalian? Apalagi mayoritas konten Tik tok, kayaknya susah untuk dobrak algoritmanya.
Kita tahu tingkat pengangguran sekarang semakin menurun kan? Apalagi di masa depan ketika AGI bisa menggantikan hampir semua jenis pekerjaan, termasuk yang membutuhkan kreativitas dan kecerdasan tinggi. Generasi Z mungkin kesulitan bersaing di pasar kerja yang didominasi oleh mesin. Prinsip perusahaan selalu ingin modal dan risiko sekecil mungkin namun keuntungan sebesar mungkin. Pastinya mereka akan lebih memilih AGI. Dia bisa bekerja 24 jam, tanpa ada komplain. Jika kalian tak mengembangkan skil, siap siap saja ya.
Jika AGI bisa melakukan segalanya, apa akan masih tetap ada motivasi kalian untuk belajar, berinovasi, atau bahkan berpikir? Generasi Z yang ketergantungan buta bisa saja dia menjadi generasi yang kehilangan kemampuan untuk mandiri. Sekarang saja banyak Gen-z yang merasa aman di zona nyaman. Ingat, teori dalam perang “tempat yang berbahaya adalah tempat yang nyaman”
Dalam skenario terburuk, AGI yang tidak terkendali bisa mengancam keberadaan manusia. Ini bukan lagi cerita fiksi ilmiah brow, tapi peringatan nyata dari para ilmuwan seperti Elon Musk dan Stephen Hawking. Cari saja apa kata-kata mereka mengenai ini ya.
AGI bisa dikuasai oleh segelintir orang atau korporasi. Ekosistem Dunia di mana kekuasaan dan kekayaan hanya dimiliki oleh mereka, terus kita jadi apa? Ya mesin pencetak uangnya lah.
Solusi
Saya akan kasih beberapa solusi, paling tidak kita bisa mengimbangi revolusi industri ini. Yang terpenting adalah tingkatkan literasi digital dan teknologi kalian. Mulai sekarang stop santai santai, stop ngobrol-ngobrol yang tidak perlu. Sekarang harus mulai memahami cara kerja AI dan AGI. Jangan hanya menjadi pengguna, tetapi juga pelaku yang menguasai teknologi. Caranya dengan mempelajari pemrograman, etika teknologi, dan dampak sosial dari perkembangan AI.
Selanjutnya, kembangkan keterampilan yang tidak bisa digantikan industri ini. Karena tak semuanya bisa mereka —maksud saya AI dan AGI— gantikan. Semacam profesi yang sulit diotomatisasi, seperti yang membutuhkan kreativitas, empati, dan pemecahan masalah kompleks. Profesi seperti lawyer, dokter, guru, seniman dan yang lainnya. AGI mungkin bisa meniru, tetapi tidak akan pernah memiliki jiwa manusia.
Tak hanya itu, persiapkan juga jiwa kritis dan proaktif kalian. Jangan mudah percaya pada informasi yang kalian terima, terutama dari sumber digital. Latih kemampuan berpikir kritis dan selalu pertanyakan dampak dari teknologi baru.
Saran terakhir dari saya, siapkan diri secara mental dan sosial. Dunia akan berubah dengan cepat, dan kalian harus siap menghadapinya. Bangun jaringan sosial yang kuat, kolaborasi dan solidaritas antar-generasi untuk menghadapi tantangan ini bersama.
Ingat kembali nanti tulisan ini di tahun 2030 ya. Wassalamu’alaikum wr.wb
Wallahu a’lam.***