Oleh Nadhif Zahran At Tijani
Mahasiswa Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi
Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menentukan pilihan pemimpin dan kebijakan yang akan diterapkan. Dalam fenomena kasus pasangan tunggal yang terjadi di Pilkada Ciamis memunculkan tantangan dan dinamika baru dalam pelaksanaan demokrasi. Pasangan calon bupati kandidat tunggal, Herdiat Sunarya dan Yana Diana Putra (alm) yang maju ke pilkada 2024, mengundang berbagai kelebihan dan kekurangan dalam sistem demokrasi ini.
Pasangan tunggal dalam pemilihan bupati Ciamis menjadi topik yang sangat hangat di kalangan masyarakat. Herdiat Sunarya dan Yana D. Putra salah satu kandidat calon pasangan yang diusung oleh 17 partai politik dengan menghadapi kotak kosong sebagai lawan. Kotak kosong ini menjadi cara bagaimana hak rakyat terhadap ketidakpuasan dari salah satu kandidat yang ada. Terbatasnya pilihan dari fenomena pasangan tunggal ini dapat mempengaruhi pastisipasi rakyat dalam menyuarakan suaranya. Dan fenomena ini dapat mengikis kepercayaan terhadap demokrasi. Masyarakat hanya diberi dua opsi, dengan memilih salah satu kandidat atau memilih kotak kosong sebagai rasa ketidakpuasaan terhadap kandidat yang ada.
Kotak kosong
Gerakan masyarakat untuk memenangkan kotak kosong merupakan salah bentuk protes terhadap pasangan kandidat pasangan tunggal. Fenomena munculnya pasangan tunggal ini juga menjadi salah satu suasana yang berbeda dengan pemilihan pada umumnya. Biasanya para kandidat akan beradu gagasan dan ide demi menarik simpati rakyat, namun, dengan munculnya pasangan tunggal ini merubah suasana dalam pemilihan. Demokrasi tetap berjalan meskipun muncul pasangan calon tunggal, dimana masyarakat bisa memilih kotak kosong sebagai rasa tidak percaya terhadap pasangan yang ada.
Dari fenomena ini perlu upaya dari partai politik dalam mendorong kaderisasi yang baik sehingga dapat mendorong dan menciptakan kandidat untuk berkompetisi. Tanpa adanya gerakan yang lebih baik, maka kondisi demokrasi akan terus terancam. Fenomena yang terjadi dalam pemiihan bupati di Ciamis yaitu adanya pasangan tunggal merupakan dinamika politik yang kompleks. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh dalam administratif, melainkan representasi fundamental dari krisis demokrasi lokal yang menjadikan perhatian serius dari berbagai golongan Masyarakat.
Fenomena pasangan tunggal ini ternyata berhubungan dengan sistem demokrasi. Di mana harusnya demokrasi berjalan dengan prinsip dan partisipasi rakyat, keberadaan pasangan ini melemahkan beberapa aspek tersebut. Ketika ruang kompetisi politik terbelenggu oleh mekanisme yang tidak responsif, esensi dari demokrasi ini kehilangan maknanya.
Adapun beberapa faktor yang berkaitan dengan kondisi ini yang mencakup keterbatasan regenerasi kepemimpinan. Hal ini muncul sebagai kondisi minimnya kader yang berkualitas dan sistem regenerasi yang lemah. Sehingga menyebabkan sulit munculnya alternatif kepemimpinan yang baru. Dan menciptakan siklus politik yang tidak dinamis. Demokrasi dalam pemilihan bupati merupakan isu yang kompleks, hanya diikuti oleh satu pasangan calon yaitu Herdiat Sunarya dan Yana Diana Putra, yang kini telah meninggal dunia. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan mengenai esensi dalam demokrasi, apakah sistem demokrasi berjalan dengan adanya fenomena pasangan tunggal ini.
Tantangan
Munculnya fenomena pasangan tunggal ini dianggap sebagai tantangan baru prinsip dasar demokrasi. Dalam kasus pemilihan di Ciamis, pemilih atau masyarakat diberi opsi untuk memilih ”kotak kosong” sebagai bentuk protes atau ketidakpuasan terhadap calon yang ada.
KPU Ciamis berupaya mendorong masyarakat untuk tetap berpartisipasi dalam pemilu meskipun dalam situasi calon kandidat tunggal. Kegiatan sosialisasi dan kampanye sehat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran politik dan mendorong kehadiran pemilih di TPS. Namun, tantangan tetap ada. Karena banyak pemilih mungkin merasa bahwa memilih kotak kosong adalah satu-satunya cara untuk menyatakan ketidakpuasan mereka terhadap situasi ini.
Regulasi yang ada juga membatasi kemampuan untuk mengganti calon wakil bupati setelah meninggalnya Yana Diana Putra. Menurut undang-undang, jika calon wakil bupati meninggal dalam waktu 29 hari sebelum pemungutan suara, maka tidak ada penggantian yang dapat dilakukan. Ini menambah lapisan kompleksitas pada situasi demokratis di Ciamis, masyarakat harus menghadapi kenyataan bahwa mereka mungkin tidak memiliki pilihan yang memadai.
Demokrasi dalam konteks pemilihan Bupati Ciamis dengan pasangan tunggal mencerminkan tantangan signifikan bagi partisipasi publik dan keberagaman pilihan. Fenomena ini menunjukkan perlunya edukasi politik yang lebih baik kepada masyarakat mengenai hak-hak mereka dalam pemilu. Situasi ini juga menggarisbawahi pentingnya reformasi dalam sistem pencalonan bahwa setiap daerah memiliki pilihan yang lebih beragam dan representatif di masa depan.
Kelebihan dari adanya pasangan kandidat tunggal ini menjadi salah satu ketuntungan. Masyarakat tidak perlu mengahadapi ketidakpastian yang sering muncul dalam pemilihan yang kompetitif. Dapat lebih mudah dalam memberikan hak suara pilihan mereka serta memiliki pilihan untuk mendukung atau menolak dari calon kandidat tersebut.
Kekurangan dari adanya pasangan kandidat calon tunggal ini menimbulkan persepsi negatif terhadap demokrasi terhadap kualitas demokrasi di daerah tersebut. Masyarakat merasa bahwa proses pemilihan tidak sepenuhnya mencerminkan suara rakyat jika hanya ada satu pilihan yang ada.
Selain itu juga, debat publik dan adu gagasan tidak seintensif ketika ada beberapa calon yang bersaing. Dalam situasi ini juga sangat berisiko terhadap penyalahgunaan kekuasaan karena merasa terlalu nyaman. Demokrasi terasa sangat kurang dengan adanya fenomena pasangan tunggal ini.
Keterlibatan masyarakat sangat penting dalam pengawasan dan rasa ketidakpuasan dalam kinerja pemerintahan pasca pemilihan. Tujuannya untuk memastikan bahwa aspirasi masyarakat tetap didengar dengan diperhatikan.***