KAPOL.ID – Bukannya memberi selamat atas hari jadi ke-17 Kota Banjar, sejumlah eksponen Forum Peningkatan Status Kota Banjar (FPSKB) malah menggugat Pemkot Banjar.
Seperti diketahui, FPSKB merupakan organisasi yang mencetuskan sekaligus memperjuangkan terbentuknya Kota Banjar hingga berdiri saat ini.
Mereka mempertanyakan kinerja pemerintahan saat ini terhadap akselerasi pertumbuhan ekonomi khususnya dan beberapa hal lainnya. Menurut mereka, peran serta pemerintah dalam peningkatan ekonomi masyarakat belum maksimal. Padahal, Pemkot Banjar sudah berjalan belasan tahun.
Salah seorang di antara ekponen FPSKB, Ir. Soedrajat, Jumat (21/02/20), saat ditemui di kediamannya mengatakan pihaknya memberikan beberapa catatan penting.
“Jika benar di wilayah Kota Banjar, tidak ada akses tol dari Bandung-Cilacap berarti Pemkot Banjar saya anggap telah gagal. Sebab, akses tol tersebut besar harapan akan meningkatkan status ekonomi masyarakat. Itu saja dulu tolak ukurnya,” katanya.
Kata dia, hal tersebut diakibatkan dari lemahnya kordinasi dengan pemerintah pusat maupun provinsi. Disamping itu, Pemkot Banjar juga dinilai tidak mempersiapkan rencana infrstruktur penunjang terkait rencana tol tersebut.
“Itu muncul akibat dari lemahnya kordinasi antara OPD baik dilingkup kota terlebih ke tingkat lebih tinggi lagi. Sehingga, perencanaan yang tidak matang dan kurang peka terhadap peluang kedepan,” ujarnya.
Tidak hanya, Ir. Soedrajat, eksponen FPSKB lainnya, Hendi Hermadi menyoroti juga terkait lingkup birokrasi. Keduanya sepakat, peran kekuasaan terhadap birokrasi terlalu berlebihan. Saat ini, Pemkot Banjar dianggap belum mampu menciptakan regenerasi birokrasi yang baik.
“Tidak hanya itu, birokrasi pun cenderung stagnan akibat dari kungkungan kekuasaan. Akibat paranoid terhadap kekuasaan itu, maka birokrasi pun sangat minim inovasi di segala sektor. Jika dibiarkan akan jadi preseden buruk kedepannya,” tandas Hendi.
Hendi menbahkan, tatanan legislatif pun dinilai kurang maksimal. Peran dan fungsi DPRD Kota Banjar yang paling menonjol baru pada fungsi penganggaran. Sedangkan fungsi perundangan dan pengawasan masih jauh dari harapan.
“Kadang dalam menjalankan fungsi pengawasan, dewan tidak meng-upgrade literasi landasan hukum. Ditambah lagi, minimalnya inisiatif untuk pembuatan Perda baru,” katanya.
Pemberlakuan sanksi terhadap pelanggaran Perda yang ada pun turut dikritisi keras oleh eksponen FPSKB lainnya, Ara Sutara. Kata Ara, pembuatan perda dan perwal di Kota Banjar ini terkesan percuma. Sebab, tidak ada sanksi yang dikenakan kepada para pelanggarnya.
“Sebagai contoh perda larangan merokok di tempat umum. Malahan disetiap instansi sudah disediakan pojok rokok, itupun tetap dilanggar. Anggaran untuk perda dan perangkat pendukungnya seolah menguap percuma tidak ada hasil yang jelas,” ungkapnya.