TASIKMALAYA, (KAPOL).- Sekitar seratus orang massa dari Aliansi Pewarta Tasikmalaya, seniman, santri dan pelajar menggelar aksi simpatik di Alun-alun Kota Tasikmalaya, Rabu (2/10/2019) malam.
Aksi itu dilakukan untuk mengecam kekerasan yang masih terus terjadi pada masyarakat yang menyuarakan aspirasi di negeri demokrasi.
Tak terkecuali, jurnalis pun tak luput jadi objek kekerasan saat menjalankan tugasnya.
Terbaru, dalam sepekan terakhir proses demokrasi di negeri ini harus dilumuri darah ratusan anak bangsa, bahkan nyawa beberapa di antaranya hilang begitu saja.
Begitu juga belasan jurnalis sebagai bagian pilar demokrasi ikut menjadi korban tindak represif rezim yang cenderung anti kritik.
Aksi yang digelar di bawah Tugu Mak Eroh dan Abdul Rojak, Alun-Alun Kota Tasikmalaya itu diisi diskusi publik bertajuk “tindakan represif jalan penyelesaian?”
Diskusi diisi oleh Adeng Bustomi (pewarta foto Indonesia Bandung), Bambang Arifianto (Aliansi Jurnalis Independen Bandung), Ogi Fahtuzaman (Ikatan Jurnalis Televisi Cabang Tasikmalaya), Ashmansyah Timutiah (Seniman Tasikmalaya), Ihsan Farhannudin (Ponpes Kudang Tasikmalaya).
Selain itu, dalam kegiatan aksi juga diisi teatrikal, musikalisasi puisi, dan pernyataan sikap dari peserta aksi.
Perwakilan aliansi pewarta Tasikmalaya, Adeng Bustomi mengatakan, para pewarta di Tasikmalaya menyayangkan masih adanya tindak kekerasan oleh aparat ketika jurnalis melakukan kegiatannya. Padahal, pekerjaan jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang Pers.
“Aksi ini sebagai bentuk solidaritas kepada sesama jurnalis yang menjadi korban kekerasan,” kata Adeng.
Menurutnya, polisi harus mengusut tuntas kekerasan yang terjadi pada jurnalis. Apalagi, selama ini pelaku kekerasan terhadap jurnalis tak pernah jelas kasusnya, hanya berujung pada permintaan maaf.
“Aksi damai itu bukan hanya diikuti oleh para jurnalis di Tasikmalaya, melainkan juga dari Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar,” ungkapnya.
Perwakilan aktivis Tasikmalaya, Aa Syaepul Milah menjelaskan semua orang pada dasarnya menolak tindak kekerasan. Bukan hanya kepada jurnalis, tindak kekerasan juga masih sering terjadi pada mahasiswa atau massa yang melakukan aksi demonstrasi.
Padahal, demonstrasi merupakan tindakan yang wajar dalam negara demokrasi. karena demonstrasi juga merupakan salah satu cara penyampaian pendapat yang mestinya dilindungi aparat, bukan justru sebaliknya.
“Kita mengutuk keras tindak kekerasan. Karena itu kita bersolidaritas,” kata dia.
Ia juga menyayangkan upaya kriminalisasi kepada para aktivis yang mendukung perjuangan mahasiswa, salah satunya adalah Ananda Badudu yang mengumpulkan donasi terbuka untuk logistik aksi.
Juga pada aktivis sekaligus jurnalis Dandhy Dwi Laksono yang ditangkap gara-gara menyampaikan fakta-fakta mengenai yang terjadi, ungkapnya.
Sementara itu, dalam aksi tersebut para wartawan dan mahasiswa menggelar renungan, orasi, musik, diskusi, teatrikal, dan doa bersama.
Aksi itu, dilakukan sebagai respon atas maraknya kekerasan pada jurnalis dan mahasiswa. (KAPOL)***