Oleh Nizar Machyuzaar*
Hajat demokrasi Pemilihan Kepala Daerah Kota Tasikmalaya sejatinya diselenggarakan tahun 2021 ini. Beberapa nama sudah terbaca akan meramaikan hajat pilkada tersebut, Namun, apa lacur, pemerintah pusat mengundurkan kenduri koalisi para partai peserta Pilkada Kota Tasikmalaya ke tahun 2024.
Tentu, pengunduran jadwal pilkada serentak tahap III se-Indonesia ini dapat dibaca sebagai dinamika politik yang menguntungkan beberapa pihak. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Tasik dapat ngarenghap dalam mempersiapkannya. Selain itu, bakal calon yang diusung partai dan calon independen nonpartai pun dapat beradu strategi untuk mendapatkan tiket menjadi calon Walikota dan Wakil Walikota Tasikmalaya.
Pascapemisahan Kabupaten-Kota Tasikmalaya tahun 2001, partai-partai warisan orde baru masih memiliki akar yang kuat dalam suksesi kepemimpinan di Kota Tasikmalaya. Kita mengingat duet kepemimpinan Drs. H. Bubun Bunyamin–Drs. H. Syarif Hidayat, M. Si. (1999-2007), Drs. H. Syarif Hidayat–Ir. H. Dede Sudrajat, M.P. (2007-2012), Drs. H. Budi Budiman–Ir. H. Dede Sudrajat, M.P. (2012-2019), dan Drs. H. Budi Budiman-Drs. H. Muhammad Yusuf (2017–2021). Nuansa hijau selalu hadir berkomposisi dengan kuning dan atau biru.
Hal ini juga merepresentasikan bahwa komposisi parlemen atau raihan kursi anggota dewan dari partai pemenang pemilu. Namun, konstalasi politik Kota Tasikmalaya pasca-Pemilu Serentak 2019 berubah. Nuansa putih naik memimpin raihan jumlah kursi DPRD Kota Tasikmalaya menggeser hijau ke posisi dua.
Minggu kemarin, pengamat sosial dan politik kenamaan di Tasikmalaya, Dr. Maulana Janah, berkunjung ke rumah. Kami berbincang sabulang bentor, Yang membekas dalam ingatan saya adalah perkara suksesi Pilkada Kota Tasikmalaya 2024.
Menurutnya, calon pemimpin Kota Tasikmalaya setidaknya harus memiliki modal sosial dalam tiga hal, yakni popularitas, elektabilitas, dan aksesabilitas. Polularitas tinggi belum tentu paralel dengan elektabilitasnya. Demikian juga sebaliknya. Sementara aksesabilitas (dalam berbagai bidang dan segmen sosial) dapat dibentuk karena berhubungan dengan berbagai variabel, terutama modal kapital.
Nah, hemat saya, di sinilah jaring laba-laba berdemokrasi dengan sistem multipartai menuai dilema. Modal sosial akan setali tiga uang dengan modal kapital. Kita sering mendengar para pengamat politik di daerah juga pusat berteriak-teriak tentang mekanisme pemilu legislatif kepala daerah, dan presiden (wakil presiden) yang menghabiskan modal kapital fantastis hanya untuk menghasilkan sepaket kepemimpinan.
Nuansa suksesi kepemimpinan di Kota Tasikmalaya untuk tahun 2024 masih akan didominasi oleh warna hijau dan kuning. Namun, karena komposisi raihan kursi legislatif berubah, nuansa putih dan merah signifikan menggeser tradisi kepemimpinan. Apalagi, nuansa putih dan merah sedang akrab bermesraan di tingkat pusat.
Menariknya, berbagai hitung-hitungan nuansa warna dalam Pilkada Kota Tasikmalaya 2024 ini juga akan hancur. Hal ini berkait dengan nuansa magis dari konvensi tak tertulis di balik ingar-bingar suksesi kepemimpinan baik di daerah maupun nasional. Kita mengenalnya dengan frasa “Mahar Politik”.
Untuk urusan ini, dalam dunia persilatan pilkada Tasikmalaya, bahkan boleh jadi Priangan Timur dan Jawa Barat, kita mengenal ungkapan “Keresek Hideung” (kantung plastik berwarna hitam). Entah dari mana asal ungkapan ini dan entah siapa yang mengusulkan ungkapan ini.
Ungkapan bernada eufimisme ini memang khas tercipta dalam diksi pergaulan negosiasi (koalisi) partai dengan bakal calon yang diusung partai untuk meraih dan mengamankan tiket nomor satu. Bahkan, “Keresek Hideung” bisa membesar ukurannya manakala berkait dengan syarat minimal jumlah kursi parlemen untuk pencalonan pemimpin daerah. Dengan kata lain, koalisi antarpartai menjadi tak terbantahkan. “Keresek Hideung” membesar dan memberat.
Sampai di sini, saya mau mengatakan bahwa apa pun nuansa kepemimpinan di daerah dan nasional akan berkelindan dengan seberapa besar dan berat (isi) “Keresek Hideung” diberikan. Boleh jadi, Pilkada Kota Tasikmalaya 2024 nanti menghasilkan pasangan calon tak terduga publik. Hal Ini dimungkinkan terjadi karena nuansa magis “Keresek Hideung”. Apalagi. Kita pun sering merasakan nuansa magisnya menjelang pencoblosan. “Keresek Hideung” berubah menjadi amplop-amplop putih yang menyambangi setiap rumah yang terdaftar sebagai pemilih.
Mangkubumi, 31 Mei 2024.