Berbagai upaya pemerintah Kabupaten Garut untuk mengatasi penyebaran virus Covid-19 terus dilakukan.
Tujuannya utamanya tentu, agar penyebaran Covid-19 bisa ditekan atau dihentikan, dan Kabupaten Garut bisa segera terlepas dari masa pandemi yang dampaknya sangat dirasakan merepotkan bagi masyarakat.
Terutama, masyarakat yang tidak memiliki penghasilan tetap.
Bahkan masa pandemi ini bukan saja berpengaruh terhadap masyarakat kecil yang berpenghasilan tidak tetap seperti para pedagang kaki lima, sopir Angkot, abang becak dan berbagai pekerjaan serabutan lainnya.
Tapi yang paling parah sangat berdampak pula pada para pengusaha besar seperti industri, restoran, perhotelan yang memiliki jumlah karyawan cukup banyak.
Itu alasannya, tidak sedikit, akibat pandemi ini sejumlah karyawan hotel, restoran dan industri yang dirumahkan, bahkan mereka harus kehilangan pekerjaan karena perusahaan tempat mereka bekerja tidak mampu lagi memberikan gajih akibat tidak bisa beroperasi.
Kejadian seperti itu dialami oleh sejumlah pengusaha hotel dan restoran yang tergabung di PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) Kabupaten Garut yang belum lama ini sempat viral karena mengekpresikan kekesalannya dengan memasang bendera putih ber emotion menangis.
Untung, aksi yang dilakukan para pengusaha hotel dan restoran di Garut yang sempat viral tersebut tidak berlarut lama, karena setelah melakukan dialog dengan Bupati Garut, Rudy Gunawan bisa menemukan solusi setelah bupati menjanjikan bantuan bagi sejumlah karyawan hotel dan restoran masing-masing Rp 250 ribu untuk satu kali.
Meski sebenarnya nilai bantuan tersebut sangatlah tidak memadai karena tidak sebanding dengan kebutuhan mereka.
Namun, kebijakan Pemda Garut masih bisa dimaklumi oleh para pengusaha hotel dan restoran yang memperjuangkan nasib para karyawannya.
Karena, mereka juga paham akan keterbatasan anggaran yang dimiliki Pemda Garut.
Lalu munculah pertanyaan.
Kapan pandemi ini akan berakhir?. Sehingga aktivitas masyarakat dan laju perekonomian di Garut pada khususnya bisa kembali normal, dan apa yang menjadi kendala dalam penanganan penyebaran virus Covid-19, sehingga masa pandeminya sampai berlarut-larut?.
Sebenarnya, sejak awal penyebaran Covid-19 masuk ke Indonesia, termasuk ke Kabupaten Garut, pemerintah sudah mengingatkan masyarakat agar bisa menghindari dan menjaga diri serta keluarganya.
Termasuk juga mengerahkan berbagai upaya, mulai sosialisasi tentang bahaya dan pencegahan Covid-19 hingga memberikan tindakan bagi yang melanggar aturan Prokes, juga pemberian vaksinasi, serta pemberlakuan PPKM.
Tapi kenyataannya, berbagai upaya tersebut belum maksimal, karena masih banyak masyarakat yang tidak percaya akan keberadaan virus Copid-19.
Alasan perut dan lain sebagainya, serperti halnya yang terjadi di sejumlah pasar tradisional.
Hal itu pun diakui Kepala Disperindag dan ESDM Kabupaten Garut, Nia Gania Karyana yang menyebutkan sulitnya mengatasi permasalahan di lingkungan pasar tradisional dan PKL.
Beda katanya dengan mengatasi di lingkungan perindustrian yang memang memiliki aturan serta ijin operasional dari kementrian.
Sulitnya menerapkan Prokes di lingkungan pasar tambah Gania, karena ada tiga hal yang menjadi alasan para penjual dan pembeli di sejumlah pasar tradisional.
Pertama, karena masih banyaknya yang tidak percaya akan keberadaan Covid-19. Keduanya, karena alasan bahwa setelah 1,5 tahun berjalan mereka masih menganggap dirinya sehat, dan ketiganya karena alasan pengap kalau menggunakan masker.
“Kami pun telah berupaya melakukan sosialisasi, termasuk memasang sejumlah alat pencuci tangan, memasang sejumlah sepanduk imbauan, bahkan bekerjasama dengan Forkopincam, juga mendatangkan petugas dari Provinsi untuk melakukan sosialisasi. Tapi ya begitu, jika ada petugas mereka nampak patuh, begitu ditinggalkan kembali acuh,” tutur Gania yang juga mengatakan, bahwa sekarang pihaknya akan melakukan kerjasama degan salah satu lembaga organisasi untuk mengatasi masalah Covid di lingkungan pasar.
Sementara itu Kepala Bidang (P2P) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Dinkes Garut, Asep Surachman menjelaskan, setidaknya ada dua masalah yang menyebabkan masa pandemi Covid-19 di Indonesia, khususnya di Kabupaten Garut bisa berlarut-larut.
Pertama katanya, yang menjadi awal merebaknya kasus penyebaran Covid-19 khususnya di Kabupaten Garut akibat paktor kurangnya kesadaran masyarakat, baik mengenai ketidak percayaan akan adanya Copid-19 itu sendiri maupun kurangnnya kesadaran untuk melakukan Prokes hingga mengikuti anjuran pemerintah untuk di vaksin.
“Setelah animo masyarakat mulai sadar dan responnya cukup tinggi untuk mengikuti vaksin, kendala keduanya adalah kurangnya pasokan vaksin itu sediri, karena terbagi-bagi,” tuturnya.
Kalau kedua persoalan itu sudah sama-sama berjalan dengan seimbang dalam melaksanakan Prokes 5 M plus mengikuti vaksina silanjut Asep, maka tidak akan lama, kondisi Indonesia akan kembali menuju new normal seperti halnya di sejumlah Negara maju yang 80 persen masyarakatnya sudah beres mengikuti vaksin.
Dengan harapan di awal tahun 2022 Kabupaten Garut dan seluruh masyarakat Indonesia sudah kembali ke kondisi normal lanjut Asep, kini pemerintah mentargetkan di akhir Desember minimal 70 persen masyarakat sudah mengikuti vaksin
Adapun upaya yang terus dilakukan katanya, yaitu melalui berbagai gebyar vaksinasi dengan target utama para lansia dan remaja usia 18 tahun ke atas yang mobilitasnya cukup tinggi.
“Selain itu, upaya preventifnya kita pun melakukan karantina atau isolasi bagi yang terpapar,” tuturnya.
Asep pun mengatakan, guna mendukung gebyar vaksinasi, pihaknya telah menyiapkan 1.307 tenaga medis yang telah mengikuti pelatihan vaksinator, untuk disebar di seluruh wilayah Kabupaten Garut.***