KAPOL.ID –
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Tasikmalaya, dr. Polar Silumi Sp.OG ditanya berbagai kemungkinan kelahiran bayi ajaib asal Puspahiang Kabupaten Tasikmalaya.
Narasi di media massa mulai sang ibu tak berhubungan badan dengan suami, mengalami menstruasi hingga satu jam setengah hamil hingga melahirkan sulit diterima secara medis.
“Secara ilmu medis sulit diterima. Masa juga sih tidak berhubungan badan, tidak ada proses pembuahan sel telur.”
“Itu sangat subjektif dan sulit untuk membuktikannya,” ujarnya ketika dihubungi KAPOL.ID, Rabu (22/7/2020).
Ia mengatakan, kehamilan membutuhkan proses panjang. Mulai dari pembuahan sel telur ibu oleh sperma ayah, lalu menempel di dinding rahim dan terjadi kehamilan normal.
“Kehamilan normal kan ada fase mengandung 9 bulan 10 hari. Baru terjadi persalinan atau melahirkan,” katanya.
Ketika berbicara mengalami haid atau menstruasi, kata dia, bisa saja pendarahan yang terjadi bukan darah haid.
Akan tetapi darah yang berasal dari kehamilan itu sendiri ketika pada trimester pertama disebut dengan abortus imminens (ancaman keguguran).
Berbagai kemungkinan itu selalu ada, semisal kata Polar, posisi ari-ari (plasenta) bayi berada di bawah menutupi jalan lahir pada kehamilan trimester kedua dan ketiga itu memicu pendarahan dan dianggap menstruasi.
“Lalu beberapa jam menjelang persalinan, itu bisa saja keluar darah bercampur lendir namun dianggap mens. Padahal tanda-tanda jelang melahirkan,” katanya.
Tanda-tanda kehamilan itu jelas, dan banyak perangkat medis untuk memastikannya. Dalam fenomena bayi ajaib ini, IDI secara organisasi tidak dalam kapasitas melakukan tindakan penelitian.
“Kewenangannya itu di instansi pemerintah setempat. Kita hanya memberikan pendapat saja.”
“Saya juga tidak mau keluar jalur medis dengan adanya persepsi lain di masyarakat. Selalu ada alasan logis, dan bayi ajaib ini sulit untuk diterima secara ilmiah,” pungkasnya.***