KAPOL.ID – Dedikasi santri dalam upaya deradikalisasi di indonesia menjadi tema sentral dalam acara kongres II Dewan Mahasantri Asosiasi Ma’had Aly Indonesia (Dema Amali) yang di gelar di pondok Pesantren Idrisiyyah Cisayong Kabupaten Tasikmalaya, 24-27 Februari 2020
Sebanyak 64 Mahasantri yang berasal dari 50 ma’had aly seluruh Indonesia mengikuti kegiatan kongres ini yang diisi dengan berbagai rangkaian kegiatan, diantaranya Seminar dan Simposium, Lomba Karya Tulis Ilmiah, Dialog Kajian Strategis, Sidang Kongres dan Muiernas, Bahtsul Masail, Pentas Seni Santri Bersastra, hingga Bazar Kitab.
Kegiatan pembukaan kongres dihadiri oleh Ketua asosiasi Ma’had Aly Indonesia, Dr. KH. Abdul Jalal, M.Ag, Pimpinan Ponpes Idrisiyyah Syekh M. Fathurahman, M.Ag, Ketua RMI (Rabithah Ma’ahid Islamiyah) NU, Gus Rozin.
Dalam sambutannya kyai Jalal menyampaikan bahwa ada 3 keistimewaan yaitu, pertama, kongres ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Idrisiyyah yang latar belakngnnya merupakan tarekat mu’tabarah yang ada di Indonesia. Dan dilaksanakan di Tasikmalaya yang mana terkenal dengan sebutan kota santri.
Kedua, kongres ini dilaksanakan bertepatan dengan Bulan Rajab. Ketiga, Kongres ini bertepatan dengan lahirnya Ma’had Aly di Indonesia yang sudah 30 tahun eksis di Indonesia, juga 1 tahun berdirinya Dema (Dewan Mahasantri) Mahad Aly.
“Ma’had aly adalah pesantren khusus untuk mencetak kader-kader kiai dan ulama. Bukan hanya sekedar mengaji dan khataman saja, namun dengan kajian-kajian dan penelitian. Ma’had Aly adalah perguruan tinggi kaderisasi ulama,” kata Kiyai Jalal.
Ia juga mengaku kagum terhadap Pondok Pesantren Idrisiyyah karena kiyai-nya langsung terjun membina dan membimbing santri. Beliau mengatakan kerinduannya terhadap suara kiyai di pondok pesantren dan menyaksikan langsung ketika Syekh memimpin shalat berjamaah dan tahajud,
“Belaiu Syekh menyontohkan kepada kita bahwa pemimpin yang baik, senantiasa memberikan teladan yang baik pula,” katanya.
Kongres dengan tema “Dedikasi Santri Dalam Upaya Deradikalisasi di Indonesia”, mengaplikasikan peran penting santri dalam deradikalisasi di Indonesia melalui literatur hasil pemikiran santri.
Selain itu menurut Agus Komara selaku Ketua Pelaksana Kongres sekaligus sebagai Ketua Dewan Mahasantri Idrisiyyah, mengatakan, kongres bertujuan untuk menjalin silaturahmi antar ma’had aly se-Indonesia dan menyelaraskan tujuan meskipun memiliki latar belakang yang berbeda di tiap ma’had aly satu dengan yang lainnya.
Seusainya kegiatan kongres, tentu meninggalkan beberapa kesan yang tidak terlupakan. Sebut saja Rosyida peserta yang datang jauh dari Malang mengatakan ketakjubannya terhadap Ma’had Aly Idrisiyyah.
Perempuan yang berusia 20 tahun ini merasa kualitas tempat ini seperti hotel, bukan lagi seperti pondok pada umumnya. Terlihat dari semua fasilitas yang lengkap dan bersih, sangat menunjang selama kegiatan kongres berlangsung.
Ahmad Munib selaku Ketua Dema Amali juga mengakui kebersihan dan kelengkapan fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh Ma’had Aly Idrisiyyah.
Bahkan peserta yang berasal dari Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyyah Situbondo, mengatakan bahwa Ma’had Aly Idrisiyyah adalah satu-satunya ma’had aly yang mursyidnya masih ada. Mereka juga baru menemukan dan menyaksikan langsung, pondok pesantren berbasis tasawuf dan tarekat yang semua sektornya maju namun juga mengamalkan konsep zuhud.
Kongres ke II Dema Amali ini menghasilkan putusan dan menetapkan kembali Ahmad Munib Sidik menjadi Ketua Dema Amali 2 (dua) periode, dan menetapkan A. Faiqil Faqih dari Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyyah Situbondo menjadi Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah dengan judul Fleksibilitas Hukum Islam Perspektif Usul Fiqh dan Kajian Kebahasaan sebagai Upaya Deradikalisasi dalam Konteks Indonesia.***