KAPOL.ID – Keseriusan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID), bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam mewujudkan penyiaran berkeadilan di wilayahnya terus berlanjut. Kali ini, KPID Jawa Barat, memberikan pelatihan langsung kepada Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Jawa Barat sebagai bentuk aksinyata dalam mewujudkan ekosistem penyiaran yang bisa dinikmati dan di jalankan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Ketua KPID Jawa Barat, Adiyana Slamet mengatakan, workshop ini merupakan bentuk nyata bahwa KPID hadir untuk seluruh masyarakat Jawa Barat.
Terlebih, Pertuni sendiri memiliki radio streaming sendiri yakni Suara Pertuni.
Sehingga pembekalan wawasan kepada seluruh keluarga Pertuni perlu diberikan agar Pertuni memahami akan hal hal yang perlu di perhatikan dalam dunia penyiaran.
“Ini komitmen kami semua, untuk coba penguatan SDM untuk kawan kawan difabel dalam hal ini pertuni jawa barat, di bidang penyiaran, nah workshop kali ini tuh kita menangkap kebutuhan teman teman pertuni, yang sudah memiliki radio streaming, suara pertuni jawa barat, ini adalah bagian komitmen kita bersama untuk memberikan hak kepada warga jawa barat, siapapun itu termasuk kawan kawan difabel terkait regulasi, terkait penyiaran secara umum, terkait tekhnis, termasuk bahwa bagaimana public speaking, bagaimana pemanfaatan tekhnologi ,” katanya, di Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, Jumat (2/8/2024).
Namun sayang, ditengah upaya bersama dalam mewujudkan penyiaran berkeadilan di tanah pasundan sebagai miniatur penyiaran di Indonesia, Adiyana menjelaskan masih ditemukan adanya pihak swasta (industri) yang belum memahami tentang hal tersebut.
Hal ini terbukti dari adanya laporan yang di terima KPID tentang penolakan lembaga penyiaran di Jawa Barat dalam menerima Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang hendak dilakukan oleh pelajar di SLB.
“Saya fikir kalau instrument pemerintah provinsi jawa barat sudah clear ya, bahkan perdanya pun sudah tinggal di ketok palu, dan provinsi jabar melalui opdnya sudah inklusif, tinggal permasalahannya ini dalam konteks ruang swasta (industri),apakah industri ini membuka ruang bagi kawan kawan difabel ini atau tidak,” ungkapnya.
Padahal dijelaskan Adiyana, pihaknya berulangkali mengingatkan seluruh elemen penyiaran di Jawa Barat untuk tidak mendiskriminasikan siapapun dan apapun, baik itu Gender, Difabel, Ras hingga Suku yang ada di Jawa Barat.
“Kita sebenarnya sudah mewanti wanti industri penyiaran bahwa warga masyarakat jawa barat, dari mulai gender, dari mulai difabel dan lainnya. Harus di berikan hak sesuai porsinya, bahkan kalau kami berdiskusi dengan kawan kawan pertuni ini, suaranya kalau siaran itu value nya ada, nah ini yang akan kita dorong bahwa industri juga jangan sampai lalai kepada saudara saudara kita yang difabel,” tegasnya.
Iapun mendorong seluruh Lembaga Penyiaran memperhatikan hal tersebut, mengingat seluruh masyarakat Jawa Barat memiliki hak yang sama termasuk disabilitas.
Hal senadapun di ungkapkan Anggota Komisi 1 DPRD Jawa Barat, Haru Suandharu.
Menurut Kang Haru, Penyiaran berkeadilan termasuk bagi disabilitas menjadi hal yang perlu di perhatikan bersama.
Tak tanggung tanggung, menurut Kang Haru, jika di bentuk skala prioritas dari 1 (tidak penting) hingga 5 (sangat penting), penyiaran berkeadilan masuk dalam skala 5 yang perlu di perhatikan secara serius oleh seluruh pihak.
“5, Penyiaran itu bukan sekedar untuk diketahui, tapi dia itu faktor penting dalam perubahan, kalau kita luput disitu kita bobol disitu, kita abai disitu, kita lebih fokus kepada pembangunan yang bersifat fisik, saya kira mimpi kita, cita cita kita menyongsong indonesia emas lewat jadi saya sangat serius tentang ini,” jelasnya.
Begitupun dalam memenuhi hak hak disabilitas, dijelaskan Kang Haru, pihaknya terus mendorong agar regulasi tentang penghormatan, perlindungan kepada penyandang disabilitas, bisa segera di sahkan setidaknya di bulan Agustus ini sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam melindungi hak hak disabilitas.
“Tinggal di agendakan dalam rapat pansus regulasi perda tentang penghormatan, perlindungan kepada penyandang disabilitas, jadi kedepan bukan hanya sebatas sosialisasi tapi regulasinya karena kalau di minta kesadarannya masih pada sulit. Kalau saya sih pengennya sebelum dewan berakhir periode 2019-2024 bulan agustus ini semoga bisa di tetapkan,” terangnya.
Iapun berharap pemerintah bisa menambah perhatian bagi lembaga penyiaran, mengingat lembaga penyiaran memiliki peran yang sangat penting, tidak hanya dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara namun juga dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Saya berharap kalau pemerintah tidak bisa menambah perhatian untuk insan penyiaran ya minimal tetap, jangan sampai support kepada teman teman ini berkurang, benteng kita ini ya KPID ini dengan kolaborasi yang sudah di bangun dengan pertuni dengan masyarakat, jangan sampai kita kehilangan agenda prioritas kita,” tutupnya.
Sementara itu dalam kegiatan Workshop “Penguatan SDM Penyiaran untuk Disabilitas” yang di gelar KPID Jawa Barat, seluruh personel komisioner KPID Jawa Barat turut di libatkan untuk memberikan wawasan kepada difabel yang tergabung dalam Pertuni.
Pembekalan materi seperti Peraturan tentang Undang – Undang Penyiaran dan P3SPS, Pembuatan Konten yang berkualitas untuk radio, tekhnis penyiaran untuk difabel hingga pemanfaatan tekhnologi di era distrupsi di berikan oleh seluruh jajaran komisioner KPID.
Tidak hanya sampai disitu, KPID Jabar pun turut membentuk MoU dengan Dinas Sosial, sekaligus membentuk Pemantauan Isi Siaran chapter DPD Pertuni Jawa Barat sebagai bentuk keseriusan KPID dalam memberikan hak yang sama bagi seluruh masyarakat Jawa Barat.***