HUKUM

Kuasa Hukum Karna-Koko: Pernyataan Jubir Tim Eman-Dena Itu Hanya Upaya Cuci Tangan dan Lari dari Tanggung Jawab Korupsi Pasar Cigasong Majalengka

×

Kuasa Hukum Karna-Koko: Pernyataan Jubir Tim Eman-Dena Itu Hanya Upaya Cuci Tangan dan Lari dari Tanggung Jawab Korupsi Pasar Cigasong Majalengka

Sebarkan artikel ini
Indra Sudjarat

KAPOL.ID – Pernyataan Juru Bicara Tim Pemenangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Majalengka, Eman Suherman-Dena Muhamad, Surya Darma, terkait keterlibatan mantan Sekda Eman Suherman dalam perencanaan investasi revitalisasi Pasar Cigasong, memunculkan kesan bahwa Surya berusaha mengarahkan opini agar Eman segera cuci tangan dan melepaskan diri dari tanggung jawabnya atas proyek yang kini tersandung kasus dugaan korupsi.

“Keterlibatannya hanya sebatas menjalankan tuntutan birokrasi dan Tupoksi sebagai Sekda, ini pernyataan jubir Eman, yang terkesan ingin cuci tangan dari segala tanggung jawab yang timbul dari proyek Pasar Cigasong yang saat ini tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor,” ujar Kuasa Hukum dan Advokasi Karna-Koko H Indra Sudjarat kepada para wartawan.

Menurut dia, terlibat dan melibatkan diri dalam proyek pemerintahan merupakan konsekuensi logis dari jabatan Eman selaku Sekda.

Terlebih peran Sekda tidak bisa dipandang sebelah mata, karena memiliki jabatan yang sangat strategis.

“Salah atau benarnya administrasi itu tanggung jawab yang mesti diemban, tidak bisa begitu saja lepas tangan, apalagi sampai cuci tangan,” tegasnya.

Dia menilai, Eman Suherman seolah ingin melepaskan diri dari tanggung jawab dengan bersembunyi di balik aturan birokrasi menciptakan persepsi positif di masyarakat tidak terlibat dalam dugaan korupsi proyek revitalisasi Pasar Cigasong. Tujuannya ingin membentuk citra yang bersih dan tidak korupsi.

Menurut dia, Sekda itu tidak hanya memberikan masukan dan pertimbangan, tapi juga berperan dalam melanjutkan atau menghentikan proyek jika dianggap tidak sesuai aturan.

“Sekali lagi terlibat dan melibatkan diri dalam kegiatan pemerintahan merupakan konsekuensi logis, baik dalam hal keberhasilan maupun kegagalan administrasi. Ini adalah tanggung jawab yang harus diemban, bukan malahan terkesan cuci tangan.” kata dia.

Di dalam aturan, fungsi sekretariat daerah, termasuk peran Sekda, meliputi penyusunan rencana kerja, pengoordinasian kebijakan daerah, pemantauan, evaluasi pelaksanaan kebijakan, dan pelayanan administratif.

Indra juga meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung didesak untuk menghadirkan mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Majalengka, Eman Suherman, sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek revitalisasi Pasar Cigasong, Majalengka, Jawa Barat.

Permintaan tersebut disampaikan Kuasa Hukum dan Advokasi Karna Sobahi -Koko Suyoko, H Indra Sudrajat. Menurut dia,

“Jabatan Sekda Majalengka dalam pembuatan Perbup Cigasong ini sangat strategis dan signifikan,” katanya.

Indra menyebut, bahwa dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, nama Eman kerap disebut terlibat dalam pembuatan perbup tersebut.

“Terkait keterlibatan Sekda, itu tertuang jelas dalam dakwaan yang dibuat oleh jaksa. Jadi, saya kira apa yang ada dalam dakwaan jaksa itu harus dicari pembuktiannya. Saya kira Pak Eman harus dipanggil di pengadilan, dihadirkan sebagai saksi utama dalam proses pembentukan aturan tersebut,” ujar Indra kepada wartawan Sabtu, 14 September 2024.

Seperti diketahui, sidang sendiri dipimpin Hakim Panji Surono, Bhudi Kuswanto, dan Ahmad Gawi, dengan empat terdakwa, yakni Arsan Latif, mantan Penjabat Bupati Bandung Barat; Irfan Nur Alam, mantan Kepala BKPSDM Majalengka; Andi Nurmawan, pihak swasta; dan Maya, seorang PNS di Majalengka.

Masih dikatakan Indra, dalam kasus pidana pada umumnya ada tiga pihak yang dilibatkan yakni yang melakukan tindak pidana, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan.

“Artinya ini sebuah peristiwa pidana yang tidak berdiri sendiri, apalagi yang sifatnya administratif seperti sekarang ini. Bupati Majalengka tidak bisa bekerja sendiri tanpa dukungan dari birokrasi,” ucapnya.

Maka dari itu, jika ada pembiaran terhadap proses yang salah, maka hal itu sudah termasuk dalam kategori turut serta melakukan tindakan pidana. Itu perlu dicatat dan dicamkan.

Mantan aktivis mahasiswa juga menambahkan, dalam konteks hukum administrasi negara, seorang kepala daerah tidak bisa membuat produk hukum sendiri, tanpa bantuan birokrasi yang ada pada saat itu.

“Nah, kalau memang produk hukum itu bermasalah (Perbup), seharusnya birokrasi yang ada saat itu memberitahu bahwa ini akan menjadi masalah hukum, kalau dibiarkan salah, kan ada pemufakatan jahat,” ujarnya.***