Oleh Regina Maharani
Mahasiswi Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Galuh
Keterwakilan perempuan di lembaga legislatif Kabupaten Ciamis mengalami fluktuasi selama empat periode terakhir. Meskipun kuota 30% untuk bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah ditetapkan sebagai bentuk afirmasi, realitasnya masih jauh dari ideal.
Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pada pasal 245 bakal calon anggota legislatif harus memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30%.
Dalam pemilihan legislatif periode 2009–2024, keterwakilan perempuan di DPRD Kabupaten Ciamis menunjukkan angka yang cenderung stagnan. Pada periode 2009–2014, hanya terdapat lima orang atau sekitar 10% perempuan yang terpilih dari total 50 anggota DPRD. Kemudian pada periode 2014–2019, jumlah tersebut sedikit meningkat menjadi enam orang atau sekitar 12% (dua belas persen). Jumlah yang sama juga terjadi pada periode 2019–2024, yakni enam anggota perempuan atau 12% dari total kursi yang tersedia.
Namun, pada pemilu legislatif periode 2024–2029, angka tersebut kembali menurun. Dari 228 perempuan yang terdaftar sebagai calon anggota DPRD, berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), hanya lima orang atau 10% sepuluh persen yang berhasil lolos. Artinya, sebanyak 90% kursi DPRD masih didominasi oleh laki-laki.
Fakta ini menunjukkan bahwa ketimpangan gender dalam dunia politik lokal masih sangat kuat mengakar. Dan keterwakilan perempuan belum mampu menembus dominasi struktur politik yang maskulin secara signifikan. Padahal, demokrasi yang sehat menuntut representasi yang adil dan setara, termasuk dalam hal gender. Prinsip demokrasi menjamin hak yang sama bagi seluruh warga negara Indonesia.
Perempuan di Kabupaten Ciamis bukanlah kelompok minoritas. Mereka adalah setengah dari populasi masyarakat. Lantas, mengapa keterwakilan Perempuan Kabupaten Ciamis di panggung legislatif masih sangat rendah?
Penghambat
Ada banyak faktor yang menyebabkan rendahnya keterwakilan perempuan. Di dunia kerja misalnya, perempuan kerap dianggap sebagai tenaga cadangan, seolah-olah laki-laki adalah pemegang superioritas mutlak. Hambatan lain termasuk minimnya dukungan politik, budaya patriarki yang mengakar, penafsiran agama yang keliru. Serta persoalan logistik politik yang tinggi.
Dalam beberapa kasus, perempuan hanya dijadikan objek formalitas untuk memenuhi syarat administratif partai agar lolos verifikasi KPU. Serta rendahnya kesadaran politik masyarakat terhadap pentingnya keterwakilan gender juga turut menjadi penghambat. Akibatnya, minat dan partisipasi perempuan sering dianggap sebagai pelengkap, bukan kebutuhan utama.
Kehadiran perempuan di parlemen membawa perspektif berbeda yang sangat penting. Terutama dalam menyuarakan isu-isu perempuan dengan pendekatan yang lebih rasional dan kontekstual. Perjuangan mereka dalam melawan ketidakadilan gender merupakan bentuk nyata dari manifestasi demokrasi yang inklusif. Oleh karena itu, dibutuhkan lebih banyak perempuan di lembaga legislatif Kabupaten Ciamis untuk memperjuangkan hak dan kepentingan perempuan, terutama dalam proses legislasi dan pengambilan kebijakan publik.
Secara kasatmata, persoalan yang dihadapi perempuan di Kabupaten Ciamis sangat kompleks. Kasus-kasus yang muncul meliputi kekerasan, pelecehan seksual, pencabulan, kekerasan dalam rumah tangga, hingga pemerkosaan.
Selain itu, kasus HIV/AIDS juga menunjukkan isu yang mengkhawatirkan. Hingga Maret 2025, tercatat 20 kasus baru dengan beberapa di antaranya berasal dari kalangan pelajar. Fakta ini menunjukkan bahwa penyebaran HIV/AIDS tidak hanya terjadi di kalangan orang dewasa, tetapi juga telah menyasar anak-anak.
Dalam konteks ini, keterwakilan perempuan menjadi sangat penting, terlebih ketika ketimpangan gender juga terlihat dalam jabatan-jabatan struktural. Perempuan cenderung lebih peka terhadap isu-isu seperti pendidikan, kesehatan, perlindungan anak, dan kekerasan berbasis gender. Oleh karena itu, proses keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif Kabupaten Ciamis perlu terus dioptimalkan. Minimnya keterlibatan perempuan sangat berpengaruh terhadap proses perumusan kebijakan publik yang responsif gender dan berpihak pada kepentingan perempuan serta anak-anak.
Strategi Peningkatan
Ada beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan guna mendorong keterwakilan perempuan secara lebih signifikan di lembaga legislatif, khususnya di Kabupaten Ciamis. Pertama, perlu dilakukan perubahan mendasar mengenai cara pandang masyarakat terhadap perempuan. Budaya patriarki yang masih mengakar kuat menjadi hambatan besar bagi partisipasi perempuan di ruang-ruang publik. Pandangan konvensional yang menempatkan perempuan hanya pada urusan domestik dapur, sumur, dan kasur harus diluruskan. Paradigma ini tidak hanya mengekang ruang gerak perempuan, tetapi juga menciptakan ketimpangan akses terhadap pendidikan, ekonomi, dan politik.
Kedua, perlu dilakukan penguatan kaderisasi politik di dalam partai yang ada di Kabupaten Ciamis. Khususnya dalam hal pendidikan politik yang berkelanjutan dan berbasis kesadaran gender. Perempuan perlu dibekali dengan pemahaman politik yang mendalam serta keterampilan kepemimpinan yang memadai. Agar mampu bersaing dan berperan aktif di arena politik. Kaderisasi ini bukan hanya soal kuantitas, tetapi juga kualitas.
Dengan demikian, perempuan tidak lagi hanya dijadikan alat pelengkap untuk memenuhi persyaratan administratif kuota 30%. Melainkan benar-benar tampil sebagai aktor politik yang memiliki daya tawar dalam kontestasi politik di Kabupaten Ciamis.
Ketiga, peningkatan kesadaran masyarakat juga sangat krusial. Masyarakat perlu diberikan pemahaman bahwa keterwakilan perempuan bukanlah ancaman, melainkan kebutuhan demokrasi. Pendidikan politik yang menyasar masyarakat umum harus digalakkan. Agar mereka memahami pentingnya representasi yang setara dalam pengambilan kebijakan publik.
Dukungan dari masyarakat akan menjadi kekuatan penting dalam mendorong perempuan maju ke arena politik dengan lebih percaya diri. Sehingga perempuan bukan lagi kaum minoritas di lembaga legislatif Kabupaten Ciamis.
Kualitas
Perlu dipahami bahwa mendorong keterwakilan gender bukan berarti mengabaikan kualitas. Kuota gender tidak boleh dipersepsikan sebagai bentuk belas kasihan. Melainkan sebagai instrumen korektif untuk mengatasi ketimpangan struktural yang telah berlangsung lama. Kuota adalah bentuk afirmasi positif yang dirancang untuk membuka jalan bagi perempuan yang selama ini tersisih oleh sistem yang tidak adil.
Sudah saatnya partai politik tidak hanya menjadikan perempuan sebagai pemanis daftar calon legislatif. Tetapi benar-benar memberi ruang strategis bagi mereka. Hal ini mencakup penempatan nomor urut yang kompetitif, penyusunan dapil yang adil. Hingga penyediaan dukungan logistik dan pelatihan politik. Tanpa langkah konkret semacam ini, keterwakilan perempuan di Kabupaten Ciamis hanya akan menjadi formalitas tanpa substansi.
Pemerintah, lembaga penyelenggara pemilu, dan organisasi masyarakat sipil juga memiliki tanggung jawab penting dalam mengawal isu ini. Mereka harus menjadi pendorong perubahan, bukan hanya sebagai pengamat. Pemilu yang adil dan inklusif hanya dapat terwujud. Dengan semua pihak berkomitmen untuk memastikan bahwa perempuan memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk terlibat dalam proses demokrasi.
Dengan kata lain, keterwakilan perempuan di Kabupaten Ciamis tidak boleh berhenti sebagai jargon lima tahunan yang muncul setiap pemilu. Ia harus menjadi komitmen jangka panjang yang diwujudkan dalam kebijakan, program. Dan aksi nyata yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan partisipasi.***