Oleh Ipa Zumrotul Falihah
Direktur Taman Jingga
Setiap tanggal 8 Maret berbagai negara di dunia memperingati Hari Perempuan Internasional atau lebih dikenal dengan International Women’s Day (IWD). Hari Perempuan Internasional merupakan momen penting, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesetaraan gender. Serta menjadi refleksi atas perjuangan kaum perempuan dalam memperjuangkan kesetaraan hak dan kesempatan di berbagai bidang kehidupan. Peringatan ini juga sekaligus menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk mencapai kesetaraan gender masih membutuhkan komitmen dan tindakan dari semua pihak.
Dikutip dari laman UN Women, Tahun ini, PBB menetapkan tema Hari Perempuan Internasional yakni “For ALL women and girls: Rights, Equality, Empowerment”. Tema tersebut memiliki arti “Untuk SEMUA perempuan dan anak perempuan: Hak, Kesetaraan, Pemberdayaan”. Tema ini mengajak masyarakat di seluruh dunia untuk bersama mewujudkan hak, kesetaraan, dan kesempatan yang sama bagi setiap orang.
Untuk semua Perempuan dan Anak Perempuan: Hak. Kesetaraan. Pemberdayaan.” Untuk mencapai masa depan di mana semua orang diperlakukan sama. Tema tahun ini mendesak tindakan untuk mewujudkan hak, kekuasaan, dan kesempatan yang sama bagi perempuan. Menurut PBB, mendidik generasi muda, khususnya perempuan muda dan gadis remaja, agar menjadi agen perubahan jangka panjang sangat penting untuk tujuan kesetaraan.
Dalam islam
Momen Hari Perempuan Internasional sekarang, gagasan dan konsep tentang kesetaraan gender bukan hal yang tabu lagi untuk dibicarakan, termasuk di dalam islam. Sejak awal, Islam telah menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kesetaraan spiritual dan moral. Hal ini ditegaskan dalam berbagai ayat Alquran dan hadis Nabi Muhammad SAW bahwa kemuliaan seseorang di sisi Allah tidak bergantung pada jenis kelaminnya, melainkan pada ketakwaannya.
Secara umum, Islam memandang laki-laki dan wanita dalam posisi yang sama, tanpa ada perbedaan. Masing-masing adalah ciptaan Allah yang dibebani dengan tanggungjawab melaksanakan ibadah kepada-Nya, menunaikan titah-titah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Hampir seluruh syariat Islam dan hukum-hukumnya berlaku untuk laki laki dan perempuan secara seimbang. Begitu pun dengan janji pahala dan ancaman siksaan. Tidak dibedakan satu dengan yang lainnya. Masing-masing dari mereka memiliki kewajiban dan hak yang sama dihadapan Allah sebagai hamba-hamba-Nya.
Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Hujurat (49:13):
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.”
Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Islam tidak menilai seseorang berdasarkan jenis kelamin, ras, atau status sosial, melainkan berdasarkan ketakwaannya. Ini merupakan prinsip fundamental yang menegaskan bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai kedekatan dengan Allah dan mendapatkan kemuliaan di sisi-Nya.
Selanjutnya salah satu prinsip kesetaraan gender dalam Al-Qur’an adalah laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba. Sebagaimana salah satu tujuan dari penciptaan manusia adalah untuk menyembah Tuhan. Berikut surah Az-Zariyat ayat 56 yang menjelaskan hal demikian:
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat: 56)
Praktik budaya
Dalam perdebatan, Islam sering dipandang sebagai agama yang memarginalkan perempuan dan membatasi ruang gerak perempuan. Citra ini diperkuat oleh berbagai praktik budaya yang mengatasnamakan agama, tetapi sebenarnya tidak mencerminkan ajaran Islam yang sesungguhnya. Hadirnya gerakan feminisme sebagai gerakan yang memperjuangkan kesetaraan gender sering dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Padahal Islam telah menanamkan prinsip-prinsip kesetaraan sejak awal, jauh sebelum gerakan feminisme lahir.
Kesetaraan dalam Islam bertujuan untuk memperjuangkan keadilan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Sebagai contoh, dalam banyak ayat, Al-Qur’an menekankan pentingnya kesetaraan dalam hal hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. Seperti dalam surat Al-Ahzab (33:35) yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan yang beriman memiliki hak dan pahala yang setara di hadapan Allah.
Kesetaraan gender dalam Islam menuntut pengakuan atas hak-hak perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Seperti hak untuk memilih pasangan hidup, hak untuk mengenyam pendidikan, hak untuk beraktualisasi diri, hak untuk bekerja. Dan hak untuk terlibat dalam proses politik dan ekonomi. Semua hak ini didasarkan pada prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan Hadis, yang menekankan pentingnya keadilan, kesetaraan. Dan penghormatan terhadap martabat manusia tanpa memandang jenis kelamin.
Selain itu, kesetaraan gender dalam Islam juga berfokus pada penghormatan terhadap identitas perempuan sesuai dengan ajaran Islam. Ini bukan tentang menuntut kesetaraan dalam bentuk penyeragaman peran antara laki-laki dan perempuan. Tetapi tentang memberikan hak dan kesempatan yang sama untuk berkembang sesuai dengan potensi masing-masing individu.
Peran masing-masing
Peran lak-laki dan perempuan dalam islam bukanlah sekedar identitas biologis. Tapi juga identitas yang berhubungan dengan perbedaan sifat, tugas, dan peran kehadiran masing-masing di muka bumi. Sebagaimana siang dan malam. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan sebagai dua sosok makhluk yang secara fundamental berbeda satu sama lain. Perbedaan ini berhubungan dengan perbedaan tugas dan fungsi kehadiran masing-masing di muka bumi yang berkaitan dengan kodratnya masing masing. Kodrat lak-laki dan perempuan yang tidak bisa dipertukarkan juga tidak bisa dirubah. Karena tetap ada fungsi, hak dan kewajiban yang berbeda yang diatur oleh islam.
Jadi setara itu bukan berarti sama persis, tapi sepadan seimbang sesuai kapasitas dan kemampuannya tanpa diskriminasi. Memperjuangkan kesetaraan gender bukan berarti menuntut perempuan untuk menjadi sama dengan laki laki. Tetapi mendukung perempuan dan laki laki agar mendapatkan kesempatan yang sama dalam posisi yang sejajar sesuai kemampuan kelayakan individu masing masing.
Mendobrak konstruksi sosial bahwa laki-laki diberikan stigma punya power, kuat, memiliki kemampuan lebih. Sedangkan perempuan dinilai sebaliknya, ini beban juga bagi laki-laki harus kuat, harus jagoan harus sukses. Sementara perempuan dikonstruk lemah, cengeng, tidak memiliki power hanya sebagai mahluk rumahan. Padahal apabila dikembalikan kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi tentu semua harus bisa bermanfaat. Dan bernilai guna untuk bumi, untuk dirinya, untuk keluarganya juga untuk orang lain untuk masyarakat luas.
مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
Artinya : Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl : 97 )
Jelaslah bahwa laki laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk beramal soleh, bermanfaat, berkemajuan untuk sukses, kemaslahatan semuanya. Karena kesetaraan gender memiliki makna memanusiakan manusia, memastikan bahwa perempuan dan laki-laki saling memahami, saling mendukung, mewujudkan keadilan bagi semua. Hal ini berlaku di ranah privat maupun diranah publik.
Perempuan sukses
Sejarah Islam membuktikan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu contoh yang bisa kita ambil adalah Sultanah Shajaratuddin dari Kerajaan Samudera Pasai yang memimpin kerajaan dengan bijaksana pada abad ke-14. Ini menunjukkan bahwa perempuan tidak hanya memiliki hak untuk memimpin, tetapi juga memiliki kapasitas untuk melakukannya.
Pandangan bahwa Islam menghalangi perempuan untuk menjadi pemimpin adalah hasil dari kesalahan interpretasi .
Contoh lainnya Sayyidah Khodijah, Istri Rasulullah SAW. Beliau memiliki aktualisasi diri yang baik, berkarir, mandiri, seorang perempuan yang memiliki kesibukan dan nilai dalam hidupnya. Beliau tak hanya menjadi ibu rumah tangga, namun berkiprah juga di masyarakat, Sayyidah yang terhormat. Banyak contoh dan bukti lainnya dalam sejarah islam mengenai perempuan yang berdaya dan berkarya yang mencatatkan sejarah dalam gerakanya yang memberikan manfaat bagi peradaban.
Perempuan hebat dalam sejarah Islam, menandakan kebebasan dan penghormatan yang tinggi kepada mereka. Dengan tetap mengedepankan nilai-nilai ketakwaan dan keadilan serta memfungsikan perannya sehingga terjadi kemaslahatan.
Maka perempuan hanya perlu membuktikan bahwa perempuan memiliki kompetensi yang dapat dipertanggungjawabkan. Mampu berkompetisi, dan berhak dipercaya karena memiliki kompetensi. Perempuan bisa melakukan hal-hal lebih dari stigma negatif yang dibebankan kepadanya.
Dalam ranah-ranah sosial yang mengharuskan perempuan berkiprah meraih pendidikan setinggi mungkin, pemanfaatan ruang publik, dan sebagainya. Ketika perempuan mumpuni dalam hal tersebut, hendaknya diberi kesempatan yang adil agar tugas-tugas kemanusiaan dapat tertunaikan dengan bijakasana. Karena perempuan tidak hanya sibuk di ranah domestik rumah tangga. Juga berhak memiliki kiprah di ranah publik menunjukkan eksistensinya dan memberikan manfaat untuk semesta.
Kita sebagai perempuan hanya perlu mengaktualisasikan diri dalam hal-hal yang bermanfaat dan ma’ruf tanpa khawatir tertekan oleh stigma lingkungan. Islam memberikan rahmat bagi alam semesta, mewujudkan kemaslahatan bagi manusia. Dan membebaskannya dari berbagai bentuk anarki, ketimpangan, dan ketidakadilan.
Yang lebih penting adalah perempuan harus bisa membuktikan kualitas dirinya. Bahwa tidak hanya teriak ingin disejajarkan dengan laki laki, tapi tidak disiapkan ilmu, mental dan integritasnya. Intinya masyarakat akan menghargai bilamana kita mampu memberikan bukti bukan hanya opini. Jadi mari memberikan bukti sebagai perempuan yang berdaya dan berkarya, kuat, berbakat, bermanfaat dan bermartabat.***