KAPOL.ID – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pekerjaan peningkatan Jalan Keboncau – Kudangwangi di Kabupaten Sumedang, digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung (Tipikor Bandung) Jl. LLRE Martadinata, Rabu 2 November 2022.
Sidang tersebut, agendanya terkait keterangan saksi sebanyak tujuh orang dengan terdakwa HH dan AD.
Saksi tersebut, diantaranya TA (PPHP), SG (Pelnis) IF (PPTK) DS, DSS, AN dan RZ
Terpantau, sidang diketuai hakim Dodong Iman Rusdani diikuti terdakwa secara virtual di Pengadilan Tipikor Bandung.
Pada sidang, diketahui saksi TA yang saat itu Kepala Bidang Jasa Kontruksi Tahun 2019 di PUPR Sumedang yang juga Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP).
Menurut TA, tugasnya hanya memeriksa administrasi hasil pekerjaan.
Seperti, kata dia, penganggaran, perencanaan hingga serah terima pekerjan dari penyedia jasa ke PPK.
Kemudian, membuat berita acara soal pekerjaan dan hasil penelitian serta semua dokumen sudah komplit.
Sebelum ada BPK, dia tak dilibatkan dalam pemeriksaan fisik dan proses lelang pun tidak tahu.
Menurut dia, konsultan pengawasnya yakni MR dan dia tak hadir dalam rapat.
Dikatakan, juga MR tidak ikut menanda tangani berita acara pada saat itu.
Sehingga, penanda tanganan berita acara pun menyusul kepada konsultan pengawas dan direktur PT MMS.
Menjawab pertanyaan hakim, ia mengatakan bahwa sepengetahuannya jika US sudah biasa bekerja di Sumedang dengan bendera miliknya, CV Hegar.
“Setahu saya, US hanya pelaksana proyek saja, dan saya tak paham hal keterkaitan US dengan PT MMS,” ujar TA.
Sementara, saksi SG selaku pelaksana teknis (Pelnis) mengatakan tugasnya membantu mencatat perencanaan dalam kegiatan peningkatan jalan itu.
“Saya bertanggung jawab kepada PPTK. Jika ada ketidak sesuaian, dilaporkan ke konsultan pengawas. Dan, pernah sekali laporan soal lapisan dasar beton yang tak sesuai,” ujarnya seraya mengaku dia dua kali ke lapangan.
Bersama pengawas, SG pun pernah menegur pelaksana secara lisan dan telah melaporkannya ke PPTK soal temuannya itu.
Disinggung hakim sejauh mana pemantauan pelnis, SG terlihat hanya menjawab yang justru membuat hakim bingung.
Karena, SG ditanya hakim acap kali menjawab perannya hanya memantau saja.
Disinggung hakim soal pinjam bendera, SG mengaku dirinya baru mendengar jika US pinjam bendera dalam proyek itu.
SG pun mengakui tak pernah mengecek dokumen kontrak, seperti terkait siapa pengawasnya?.
SG mengatakan, masuk sebagai pelnis di proyek tersebut setelah proyek berjalan sebulan, karena dia ada pekerjaan lain.
Sementara, IF selaku PPTK pada proyek tersebut mengaku tak kenal dengan konsultan pengawas.
“Saya sering bilang ke pelnis agar melaporkan semua persoalan di lapangan. Dan, setahu saya, jika kapasitas US di proyek tersebut sebagai pelaksana, itu sesuai kabar dari terdakwa AS,” ujar IF.
Ia mengatakan bertanggung jawab kepada kepala dinas dan hanya menerima laporan dari pelnis.
Menurut dia, yang menandatangani pembayaran dalam proyek itu yakni terdakwa HR, bukan US.
“Ada tiga tahapan pembayaran yakni awal, progres dan final,” ujar IF.
Hakim bertanya, setelah diketahui ada kekurangan pekerjaan, bagaimana sikap IF?.
Maka, IF pun menjawab bahwa temuan tersebut tentu ada hak dan tanggung jawab.
“Jika kelebihan membayar maka harus dikembalikan,” ujarnya.
Dan, Jaksa Penuntut Umum pun menjelaskan pertanyaan hakim bahwa terkait itu memang sudah di bayar.
Kemudian, IF mengaku tak tahu
soal siapa yang mengembalikan uang kelebihan bayar tersebut. ***