KAPOL.ID – Sebagai bagian dari institusi pendidikan, selain menghasilkan lulusan berkualitas, Telkom University memiliki tanggung jawab dalam pencapaian SDGs.
Untuk mencapai Tujuan Pembangungan Berkelanjutan tersebut, Telkom University (Tel-U) bekerja sama dengan University of Wollongong (UOW) Australia ciptakan Sistem Manajemen Monitoring dan Mitigas Banjir Pasang Surut bernama ‘Tide’Eye’.
Tide-Eye merupakan sistem berbasis kecerdasan buatan atau Artificial Intelligent (AI) yang menggabungkan teknologi drone dan infrastruktur internet of things.
Tide-Eye dapat mentransformasikan pemantauan ketinggian air laut dan aktifitas banjir rob secara digital dan diimpelentasikan di tiga kota di Jawa Tengah yaitu Pekalongan, Semarang dan Demak.
Program ini merupakan wujud nyata Telkom University dalam pencapaian SDG 6 Air Bersih dan Sanitasi Layak; SDG 11 Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan; SDG 13 Penanganan Perubahan Iklim; serta SDG 17 Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.
Dr. Miftadi Sudjai selaku Ketua Tim Peneliti dari Telkom University melihat bahwa Tide-Eye akan memungkinkan pekerja infrastruktur air dan penduduk di ketiga wilayah tersebut kota-kota besar untuk memantau ketinggian air laut dan risiko banjir rob secara real-time.
Informasi ini akan memungkinkan para pekerja untuk mengambil keputusan tepat waktu, tidak hanya untuk meningkatkan efisiensi infrastruktur mitigasi banjir dan mengurangi dampak banjir rob, namun juga untuk mencegah banjir sebelum terjadi.
“Banjir rob yang terjadi setiap hari menimbulkan ancaman dan gangguan besar bagi aktifitas sebagian penduduk Jawa Tengah, dengan dampak yang luas terhadap masyarakat, infrastuktur dan lingkungan. Terletak di wilayah pesisir dataran rendah, kota Pekalongan, Demak dan Semarang rentan terhadap kenaikan permukaan air laut, banjir rob dan kejadian cuaca ekstrem,” ujarnya.
Dr. Miftadi menambahkan, pada bulan Mei 2022, kota-kota tersebut mengalami banjir rob yang mencapai ketinggian 1,1 hingga 2 meter, menyebabkan 51 persen wilayah kota Pekalongan dan sebagian besar wilayah di Semarang terendam.
Begitu juga di wilayah Sayung, Demak. Banjir rob sudah masuk hampir 10 km ke wilayah daratan.
Dampak banjir rob sangat signifikan, antara lain membahayakan keselamatan penduduk, menyebabkan kerusakan harta benda, pengungsian dan bahkan korban jiwa.
Banjir yang berulang mengganggu kehidupan sehari-hari, memberikan tekanan tambahan pada layanan darurat dan infrastruktur.
Serta menyebabkan kerusakan parah pada jalan, bangunan, rumah, fasilitas umum dan drainase.
“Penduduk Pekalongan, Semarang dan Demak mengalami dampak buruk terhadap kesehatan akibat banjir, dengan meningkatnya penyakit yang berhubungan dengan kelembapan dan jamur seperti diare, demam berdarah, kutu air, serta keluhan kulit dan paru-paru. Banjir rob ini juga berkontribusi pada kualitas air tanah yang banyak dimanfaatkan sebagai sumber air minum dan kebutuhan lain oleh penduduk di kawasan tersebut,” tambahnya.
Disamping itu, banjir rob juga berdampak buruk terhadap perekonomian dan pertanian di wilayah tersebut.
Hilangnya lahan produktif telah berdampak serius terhadap penghidupan 5 juta penduduk di tiga kota tersebut.
Untuk memitigasi dampak banjir rob, pemerintah Indonesia telah membangun tembok laut, waduk dan stasiun pompa besar yang dirancang untuk memompa air melalui tembok laut ketika tingkat pasang surut di waduk melebihi ambang batas tertentu. Pengendalian pompa saat ini masih dilakukan secara manual.
Kurangnya pemantauan permukaan laut secara terus-menerus dan otomatisasi dalam pengendalian pompa air mengakibatkan buruknya akurasi, ketidaktepatan waktu dan rendahnya efisiensi dalam merespons banjir rob dan mitigasi kerusakan.
Dr. Miftadi mengatakan proyek ini akan mengembangkan solusi terdepan, sesuai tujuan, terukur dan terjangkau untuk pemantauan banjir rob.
Hal ini akan membantu mengurangi kerugian akibat banjir rob, meningkatkan pendapatan, mempertahankan dan meningkatkan penghidupan banyak masyarakat lokal.
Proyek ini juga akan membuat database besar yang dapat dibagikan untuk memantau air laut dan banjir rob.
“Program ini akan mencakup pelatihan bagi staf Balai Besar Wilayah Sungai atau BBWS Pemali-Juana sehingga mereka dapat sepenuhnya mengoperasikan, memelihara dan mereplikasi sistem di lokasi lain dalam jangka panjang,” ucapnya.
Inovasi ini merupakan hibah Riset International dari KONEKSI (Kolaborasi untuk Pengetahuan, Inovasi dan Teknologi Australia dan Indonesia) dengan total dana hibah sebesar AUD 350 ribu sekitar RP 3,5 Miliar.
Hibah ini merupakan program kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia.
Program ini mempertemukan para ahli terkemuka di bidang kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT) dan Machine Learning serta Teknik Lingkungan dari kedua negara. Gabungan Tim Peneliti terdiri dari Tim Peneliti UoW yang dipimpin oleh Asoc. Prof. Dr. Le Chung Tran, dan Tim Peneliti Telkom University yang terdiri dari Dr. Miftadi Sudjai (Ketua), Prof. Dr. Aloysius Adya Pramudita, Dr. Asep Suhendi, dan Dr. Erna Sri Sugesti beserta Tim periset dari Pusat Unggulan IPTEK (PUI) Perguruan Tinggi Intelligent Sensing-IoT, Telkom University.
Program penelitian ini juga melibatkan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana, Semarang, sebagai end-beneficiary dan pemegang otoritas Wilayah tersebut dan PT. Hilmy Anugerah Consulting Engineer sebagai mitra lokal.***