KANAL

VIRAL, Video Eks Menteri Susi, Bukti Sampah AQUA Gelas Ancam Laut Indonesia

×

VIRAL, Video Eks Menteri Susi, Bukti Sampah AQUA Gelas Ancam Laut Indonesia

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi viral di Twitter, cuitan viral. (Dok. Envato) / suara.com

KAPOL.ID – Peneliti Net Zero Waste Management Consortium, sebuah konsorsium riset manajemen sampah berbasis Jakarta, Ahmad Safrudin, ikut prihatin dengan kondisi pantai Pangandaran, Jawa Barat, seiring beredarnya video gunungan sampah plastik gelas air mineral di kawasan wisata ikonik tersebut.

“Video tersebut bukti kasat mata bahwa salah satu ancaman terbesar bagi lingkungan perairan laut di Indonesia justru dari sampah plastik produk konsumsi yang kemasannya kecil dan notabene sering dipandang remeh oleh banyak kalangan,” katanya.

Sebelumnya, pada 20 Januari 2024, eks Menteri Kelautan, Susi Pudjiastuti, memposting di media sosial video X (sebelumnya Twitter) kondisi pantai Pangandaran yang terlihat jorok dan merana akibat tumpukan sampah plastik. Sampah plastik yang berasal dari laut itu tersapu ke pantai akibat badai sehari sebelumnya.

“Laut tidak mau menerima sampah kita,” kata Susi nyaris kehabisan kata saat merekam sampah gelas dan botol air mineral, makanan sachet, cups, sedotan, mie instant, dan banyak kemasan plastik kecil lainnya.

“Aqua gelas jumlahnya jutaan. Coba perhatikan, ini semua Aqua gelas,” kata Susi tak bisa menahan sedih.

Temuan Riset

Menurut Ahmad, sampah air mineral kemasan gelas tak hanya mencekik kawasan pantai.

Dia menceritakan bahwa berdasarkan audit investigatif Net Zero dan Litbang Kompas pada November 2023, sampah gelas air mineral berbagai merek dan sampah plastik kresek serta bungkus Indomie termasuk yang paling banyak menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di sejumlah kota, termasuk Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, Bali dan Samarinda.

“Riset kami digelar serempak di enam kota pada 2022 dan mendapat rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup,” katanya.

“Bentuknya audit investigasi sampah plastik produk konsumen, dengan kegiatan riset mencakup pengumpulan, pemilahan dan identifikasi sampah di 17 sampel Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di setiap kota.”

“Dari riset tersebut, tim peneliti Net Zero berhasil mengidentifikasi 1.930.495 buah sampah plastik yang terbagi dalam 635 varian sampah produk konsumen dari berbagai merek,” kata Ahmad.

Dalam sebuah laporan bertajuk ‘Potret Sampah 6 Kota Besar’, Net Zero menyebut bahwa dari daftar 10 besar sampah plastik produk konsumen, total sampah gelas brand Aqua, Club dan VIT jumlahnya dua kali lebih banyak dari sampah kantong kresek (urutan kedua) dan tiga kali lebih banyak dari sampah bungkus Indomie (urutan tiga).

Total sampah gelas Aqua, Club dan VIT jumlahnya tercatat juga masih lebih banyak dari serpihan plastik berbagai produk yang sukar dikenali dan notabene bertengger di urutan teratas.

“Video gunungan sampah plastik di pantai Pangandaran itu sebenarnya memperkuat hasil penelitian kami sekaligus urgensi pihak produsen beralih ke kemasan yang lebih besar (Up Sizing), sehingga sampahnya lebih mudah dikelola sesuai aturan Kementerian Lingkungan Hidup,” kata Ahmad.

Sementara itu, menanggapi sikap sebagian pihak yang kerap mempermasalahkan galon sekali pakai sebagai produk konsumen yang ‘kontraproduktif’ terhadap semangat pengurangan sampah plastik, Ahmad menyatakan tak ingin gegabah menilai.

“Datanya dari mana? Apa memang sudah ada risetnya hingga kemasan galon sekali pakai dianggap kontraproduktif? Kenapa hanya galon sekali pakai yang sepertinya jadi bulan-bulanan kritik soal ini? Kalau berdasarkan riset kami bersama Litbang Kompas di enam kota, tak ada sampah galon sekali pakai yang berakhir di TPA,” katanya.

Galon air minum sekali pakai merupakan salah satu kemasan primadona industri air minum dunia.

Memiliki kemasan yang sama dengan air minum botolan pada umumnya, galon sekali pakai dianggap lebih aman bagi kesehatan, lebih ramah lingkungan dan inovatif dari sisi keekonomian pendistribusian barang.

Di Eropa, misalnya, Font Vella (Spanyol) dan Hayat (Turki), keduanya unit usaha raksasa dunia Danone, telah beralih ke kemasan galon sekali pakai yang bebas Bisfenol A (BPA), senyawa kimia berbahaya yang ada pada galon guna ulang berbahan plastik polikarbonat.

Sebelumnya, pada 2021, riset komprehensif Sustainable Waste Indonesia di wilayah Jakarta Raya menyebut sampah produk konsumen dengan ukuran yang lebih besar lebih mudah dikelola sampahnya ketimbang sampah plastik kemasan sejenis yang ukuran kecil.

Selain lebih ramah lingkungan, sampah produk konsumen dengan kemasan besar juga lebih bernilai ekonomis untuk dijual kembali sebagai bahan baku plastik daur ulang.***