TARKA, (KAPOL).- Peristiwa banjir bandang Sungai Cimanuk yang telah memporakporandakan ratusan rumah serta menewaskan puluhan warga hari ini genap tiga tahun.
Banjir bandang yang menyisakan duka mendalam tersebut terjadi pada 20 September 2016 sekitar pukul 23.00 WIB.
Tiga tahun pascaperitiwa banjir bandang tersebut, warga yang menjadi korban kini sudah mulai menata kehaidupannya di rumah dan pemukiman yang baru.
Namun sebagian dari mereka ternyata masih ada yang masih bertahan di rumah dan pemukiman lama.
Pantauan KAPOL, ratusan kepala keluarga (KK) korban banjir bandang saat ini sudah menempati rumah yang merupakan bantuan baik dari pemerintah maupun pihak swasta di beberapa tempat relokasi.
Rumah-rumah untuk para korban banjir bandang ini tersebar di beberapa daerah di antaranya di Blok Kopi Lombong, Keluarahan Sukagalih, Kecamatan Tarogong Kidul, di Perumahan Al Kautsar, Desa Sirnajaya, Kecamatan Tarogong Kaler, di wilayah Kelurahan Lengkong Jaya, Kecamatan Karangpawitan, dan di rumah susun yang dibangun di kawasan keluarahan Margawati, Kecamatan Garut Kota.
Salah seorang warga korban banjir bandang yang kini sudah menempati rumah relokasi di Perumahan Al Kautsar, Desa Sirnajaya, Kecamatan Tarogong Kaler, Cicih (50), mengaku berterimakasih karena kini dia dan keluarganya telah memiliki rumah baru.
Peristiwa banjir bandang Sungai Cimanuk tiga tahun lalu menurutnya telah menyebabkan ia harus kehilangan rumahnya yang berlokasi di wilayah Kampung Sanding, Keluarahan Muara Sanding, Kecamatan Garut Kota.
Pascaperistiwa banjir bandang, diakui Cicih ia dan anggota keluarganya sempat mengungsi di rusunawa Musaddadiyah selama dua tahun.
Namun sejak sekitar tiga bulan yang lalu, ia mulai menempati rumah relokasi yang disedikan pemerintah di Perumahan Al Kautsar, Desa Sirajaya, Kecamatan Tarogong Kaler.
“Alhamdulillah, sudah tiga bulan kami mulai menempati rumah relokasi di Perumahan Al Kautsar ini. Rumah kami yang dulu di Sanding rusak berat karena tersapu terjangan banjir bandang tapi untung semua anggota keluarga kami selamat,” ujar Cicih yang mengaku sedang tidur pulas dengan dua orang cucunya saat banjir bandang terjadi.
Cicih mengaku cukup nyaman dengan tinggal di rumah relokasi yang ditempatinya saat ini. Selain aman, di sini juga ia tinggal bersama puluhan korba banjir bandang lainnya.
Namun demikian Cicih mengaku hingga saat ini masih kebingungan mencari penghasilan karena lokasi ke tempat jualan dulu di kawasan Garut Kota yang cukup jauh.
Kalau dulu sewaktu masih tinggal di Sanding, ia hanya perlu naik angkot satu kali karena lokasinya yang tak begitu jauh ke tempat berjualan.
“Belum bisa kembali berjualan seperti dulu karena lokasinya yang cukup jauh dari sini. Untuk bisa sampai ke tempat jualan, saya terlebih dahulu harus naik ojeg dan kemudian naik angkot,” katanya.
Cicih berharap, selain membantu menyediakan rumah, pemerintah juga membentu para korban banjir bandang dalam hal pekerjaan. Ini menurutnya juga sangat penting supaya para korban banjir bandang punya penghasilan tetap guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya.
Iapun berharap bisa kembali berjualan meski tak harus di tempat yang dulu di kawasan perkotaan Garut. Dengan membuka warung-warungan di rumahnya pun dirasa Cicih sudah cukup membantu.
“Tak bisa berjualan di tempat yang dulu juga ga apa-apa, warung-warungan di rumah pun saya rasa akan sangat membantu. Namun untuk saat ini jangankan untuk modal bikin warung dan belanja, untuk sehari-hari saja lumayan sulit,” ucap Cicih.
Wakil Bupati Garut, Helmi Budiman menyatakan pihaknya akan semaksimal mungkin membantu para korban banjir bandang terutama dalam hal penyediaan tempat tinggal.
Melalui kerjasama dengan berbagai pihak, kini Pemkab Garut sudah berhasil menyediakan ratusan rumah baru di sejumlah tempat relokasi untuk para korban banjir bandang.
Namun diakui Helmi, saat ini masih da sekitar 80 KK korban banjir bandang yang belum menempati rumah di tempat relokasi.
Hal ini dikarenkan mereka menolak untuk direlokasi dan lebih memilih tetap tinggal di daerah asalnya.
“Kami sudah dan sedang membangunkan rumah untuk seluruh korban banjir bandang. Namun ternyata ada sekitar 80 KK yang tidak mau menempati rumah baru di tempat relokasi,” kata Helmi.
Adapun alasan mereka yang menolak direlokasi tutur Helmi, mereka beranggapan bahwa pemukiman mereka tak terdampak banjir sehingga mereka merasa aman.
Padahal berdasarkan perhitungan dan kajian pemerintah, lokasi pemukiman mereka juga termasuk daerah rawan banjir bandang.
Lebih jauh Helmi menerangkan, status rumah yang ditempati warga korban banjir bandang itu adalah hak milik mereka.
Namun aset warga di lokasi terdampak banjir, diambil oleh pemerintah dan rencananya akan dijadikan taman kota.
“Ke depannya lokasi bekas pemukiman warga itu akan kita jadikan taman kota sehingga sepanjang Cimanuk akan terlihat hijau. Kami tidak memperbolehka ada warga yang membangun pemukiman di daerah tersebut,” ujarnya.
Masih menurut Helmi, pemberian rumah dengan status hak milik dilakukan kepada korban banjir bandang yang memiliki sertifikat. Sedangkan bagi warga yang mengontak, pemerintah menempatkan mereka di rusunawa Cilawu dan Margawati. (Aep Hendy S)***