BISNIS

AMDK Gelas Plastik, Sampah Kecil yang Cemari Lingkungan

×

AMDK Gelas Plastik, Sampah Kecil yang Cemari Lingkungan

Sebarkan artikel ini
Sampah gelas plastik. (Dok: Elements Envanto) / suara.com

KAPOL.ID – Di balik kesegaran air minum dalam kemasan (AMDK) gelas plastik yang praktis, kemasan kecil ini menyimpan dampak besar terhadap pencemaran lingkungan di Indonesia.

Audit Brand Report 2024 oleh Sungai Watch mengungkap bahwa Aqua gelas 220 ml merupakan penyumbang sampah plastik terbanyak di Indonesia selama empat tahun berturut-turut.

Dalam audit terbarunya, Sungai Watch mencatat sebanyak 10.910 sampah Aqua gelas ditemukan di sungai dan tempat pembuangan akhir. Ini setara dengan 30% dari total sampah yang dihasilkan Danone, perusahaan pemilik merek Aqua.

“Danone, kami tak bisa mengumpulkan sampah-sampah kalian sepanjang hidup kami, kini saatnya untuk berubah,” seru pendiri Sungai Watch, Sam Bencheghib, dalam unggahan Instagram yang merilis laporan tersebut.

Bukan hanya Sungai Watch. Temuan serupa datang dari survei Litbang Kompas dan Net Zero Waste Management Consortium (NZWMC) tahun 2022.

Dari enam kota besar, Aqua gelas menempati posisi keempat penyumbang sampah terbanyak—di bawah plastik tanpa merek, kantong kresek, dan bungkus mi instan.

Situasi ini mendorong NZWMC mempertimbangkan langkah hukum.

“Kami berencana melayangkan somasi kepada perusahaan-perusahaan yang sampah kemasannya masih mendominasi badan-badan air dan TPA (tempat pembuangan akhir),” ujar Ahmad Safrudin dari Net Zero dalam acara Sarasehan Konservasi Air di Depok.

Masalah utama dengan gelas plastik terletak pada pilihan desain kemasan.

Hadiyan Fariz Azhar, seorang pengusaha daur ulang, menjelaskan kemasan ini sangat sulit dikumpulkan dan didaur ulang karena ukurannya kecil dan sering terkontaminasi zat-zat lain, sehingga bernilai ekonomi rendah dan bahkan bisa tidak bernilai sama sekali.

Akibatnya, kemasan-kemasan Aqua gelas ini berakhir di lingkungan alih-alih di proses daur ulang, padahal Danone mengklaim produknya sebagai “100% recycleable”.

Langkah Tegas dari Bali

Gubernur Bali, Wayan Koster, mengambil tindakan nyata. Melalui Surat Edaran Nomor 09 Tahun 2025, ia melarang produksi dan distribusi air minum kemasan berukuran di bawah 1 liter.

Perusahaan yang melanggar terancam sanksi pencabutan izin dan diumumkan ke publik.

Koster mengatakan kebijakan itu dia tempuh karena kemasan plastik berukuran kecil secara signifikan berkontribusi kepada timbulan sampah di Bali.

Pada saat yang sama, Bali memiliki target untuk mengurangi timbulan sampah hingga 30%.

Namun, langkah Bali mendapat tentangan dari Perkumpulan Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin), yang menaungi Aqua.

“Kami keberatan dan minta dikaji ulang karena berpengaruh ke industri dan pariwisata,” ujar Ketua Umum Aspadin, Rachmat Hidayat (9/4/2025).

Janji yang Tak Terealisasi

Investigasi Arte TV, jaringan televisi Jerman-Prancis, mengungkap bahwa CEO Danone Indonesia pada saat itu, Corine Tap, pernah berjanji menghentikan produksi Aqua gelas pada 2021. Namun, hingga kini, kemasan itu masih beredar luas.

Dalam dokumen perusahaan yang ditelusuri Arte TV, Danone justru berbalik arah. Mereka berdalih Aqua gelas tetap populer di pasar Indonesia.

Padahal, menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 75 Tahun 2019, produsen wajib menghentikan produksi kemasan kecil paling lambat tahun 2029.

“Ini karena faktanya kemasan-kemasan kecil ini, seperti gelas plastik, banyak mengotori lingkungan, maka satu-satunya cara adalah penghentian produksinya,” ujar Ahmad. ***