OPINI

Azies Rismaya Mahpud Ancaman Serius Petahana Bupati Ade Sugianto

×

Azies Rismaya Mahpud Ancaman Serius Petahana Bupati Ade Sugianto

Sebarkan artikel ini

Dalam kesempatan tertentu berkunjung sillaturrahmi ke jejaring tim saya dulu waktu pileg di beberapa titik daerah, saya mencoba survei acak secara langsung ke masyarakat di perkampungan dan desa terkait perhelatan politik yang terdekat yaitu Pilkada di Kabupaten Tasikmalaya, September 2020 nanti.

Sambil ngopi di warung-warung kecil, saya ajukan beberapa topik pertanyaan. Pertanyaan yang saya ajukan sangatlah sederhana. Siapa Bupati Tasikmalaya Hari Ini? Siapa Calon Bupati yang bapak Ibu kenal? Bagaimana kesan dari sosok Bupati/Calon Bupati yang bapak ibu kenali itu?

Mayoritas jawaban yang saya dapatkan, rata-rata mereka mengenal bupati Tasikmalaya saat ini yaitu Ade Sugianto, sebagian ada yang masih menyebut pa Uu. Lucunya lagi ada yang menyebut pa Tatang. Ketika terkait calon bupati untuk Pilkada mereka juga menyebutnya mayoritas petahana Bupati Ade Sugianto dan Azis Rismaya. Kebanyakan memyebutnya nama pendek Pak Ade dan Pak Azies. Sebagian ada menyebur nama Pak Iwan dan Bu Lina.

Ketika terkait kesan terhadap sosok nama-nama itu, mereka menyebutnya pa Ade masih menjabat Bupati, pa Azies “seueur artosna” katanya. Ditambah bumbu-bumbu kalimat “nu seueur artos mah moal korupsi meureun” begitu persepsi publik terbangun. Sementara kepada sosok Pak Iwan dan Hj. Lina rata-rata mengenalinya sebagai sosok birokrat pengawas dan istri Pak Wagub Uu.

Saya sampai pada kesimpulan. Secara umum publik saat ini mengenal dua kandidat calon yang ketat bersaing secara diametral. Yaitu petahana Bupati Ade Sugianto dan Azies Rismaya Mahpud. Dengan berbagai faktor dan alasannya.

Bupati Ade Sugianto dikenal oleh publik karena memang posisi beliau yang masih menjabat, banyak bersentuhan dengan masyarakat, bersafari tanpa henti bertemu dan berdialog dengan masyatakat dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan maupun kedinasan yang dilaksanakan di daerah.

Dalam kapasitasnya tersebut tentu petahana berinteraksi dan menyampaikan berbagai program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintahan yang dipimpinnya hari ini. Berbagai kebijakan publik yang sudah dirumuskan oleh eksekutif dan legislatif untuk pelaksanaan APBD 2020 mulai running di bawah.

Bansos hibah dan berbagai program dinas tentu saja sangat membantu dan menguntungkan baik secara langsung maupun tidak langsung bagi bupati petahana. Konsolidasi aparatur dan sentuhan anggaran untuk berbagai elemen dan lembaga baik RT/RW, BPD, komunitas dan organisasi profesi dan sosial semuanya tentu saja di kapitalilisasi.

Hal itu tentu berdampak secara popularitas dan elektoral. Meskipun apakah linear antara dampak popular dengan elektoralnya. Pada titik ini, boleh kita mengatakan bahwa posisi Incumben Bupati cukup populer dan kuat dan memiliki peluang untuk bisa memenangkan pertarungan.

Bagaimana dengan sosok H Azies Mahpud. Publik menilai dan berkesimpulan. Bahwa kekuatan incumbent Bupati seperti diatas hanya bisa di imbangi oleh sosok yang memiliki kemampuan finansial yang unlimited dengan kemampuan yang memadai dan kemauan yang sungguh sungguh untuk mengabdi.

Kita masih berdebat kencang terkait apakah cost politik sama dan sebangun dengan money politic? Dalam kontestasi politik seorang kandidat paling tidak harus siap kontribusi finansial untuk perjuangan partai (terkait kebutuhan SK pencalonan), seorang kandidat juga butuh cost politik untuk mobilitas sosialisasinya. Baik langsung bertemu dengan masyarakat di 39 kecamatan dan 351 desa. Maupun sodialisasi tidak langsung melalui alat peraga (spanduk, baligo, banner, stiker dll).

Seorang kandidat calon juga butuh logistik untuk pergerakan tim sukses di lapangan, rekruitmen dan membayar saksi dan sebagainya. Pilkada diyakini membutuhkan cost politik yang tidaklah sedikit. Tidaklah cukup hanya sekadar bisa ikut mencalonkan diri tanpa kesiapan finansial yang memadai. Apalagi jika melihat fenomena politik masyarakat hari ini yang cenderung pragmatis sebagaimana tergambar dalam pileg 2019 dan pilkades serentak lalu.

Jika membaca dari fenomena itu, maka sosok H Azies Mahpud memang kelihatannya yang paling siap. Sebagai bagian dari keluarga besar Mayasari dengan ratusan jenis usaha di dalamnya, yang sudah malang melintang di ibu kota dan kota-kota besar lainnya, kekuatan logistiknya tak diragukan lagi.

Pileg 2019 kemarin saja sampai menggelontorkan anggaran mencapai 30 Milyar sehingga Kota/Kabupaten Tasik dan Garut disapu bersih oleh Gerindra. Partai dimana 2 keluarga nya ikut maju sebagai Anggota DPRD Provinsi dan DPR RI.

Dan persepsi publik seakan sudah terbentuk sedemikian rupa, bahwa kalau calon yang banyak uang itu yaa calon yang di usung Mayasari yaitu H Azis Mahfud. Jika persepsi itu linear dengan penentuan sikap politik masyarakat pada waktunya, boleh jadi incumben bupati juga akan terancam dan Pilkada akan dimenangkan Azis.

Oleh karena itulah, pemilihan strategi dan pola komunikasi serta marketing politik kandidat harus benar benar dijalankan Secara tepat dan effektif. Dan sepertinya jika skenarionya Pilkada Tasik ini mengerucut pada kedua sosok itu secara head to head, maka akan menarik dan tentu saja sedikit lebih panas. Wallahu A’lam.