PENDIDIKAN

Kuota Internet Membengkak untuk Merampungkan Tugas Sekolah

×

Kuota Internet Membengkak untuk Merampungkan Tugas Sekolah

Sebarkan artikel ini
Tiga orang murid SD yang sedang menjalankan tugas Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) berusaha mencari sinyal dengan ponsel mereka di Desa Bukit Temulawak, Gunung Kidul, Yogyakarta (foto: dok).

KERESAHAN orang tua tercermin dalam survei evaluasi pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) untuk siswa dan guru yang digelar Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) pada bulan April.

Survei yang melibatkan 1.700 siswa SD hingga SMA dari 20 provinsi dengan latar belakang ekonomi yang berbeda-beda itu menunjukkan bahwa 79,9% responden tidak berinteraksi dengan guru mereka selama PJJ. Sisanya, sebagian besar interaksi dilakukan hanya dalam konteks pemberian dan pengumpulan tugas.

Sementara itu, terkait kesulitan yang dihadapi siswa selama PJJ, 77,8% responden mengaku kewalahan dengan tugas menumpuk yang diberikan, sementara 42,2% di antaranya mengeluhkan biaya kuota internet yang dibutuhkan untuk merampungkan tugas.

“Hasil survei kami menyatakan bahwa para guru tuh ngejar target penyelesaian kurikulum loh. Kenapa tugas demi tugas dilakukan, itu karena kurikulumnya harus dia selesaiin,” ungkap Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, dalam wawancara dengan VOA (5/5).

“Ketika kami bertanya apakah ada panduan dari dinas untuk tidak menyelesaikan (kurikulum)? Ya nggak. Apakah tahu permen nomor 4 untuk tidak menyelesaikan? Nggak tahu. Itu kan menunjukkan bahwa main kasih suratnya ke kepala dinas, main kasih surat lagi kepala dinas kepada kepala sekolah, kepala sekolah tidak mempelajari, tidak lihat detil, tidak membantu guru,” lanjutnya.

Surat yang dimaksud adalah Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19.

Di dalamnya, disebutkan empat ketentuan proses belajar dari rumah, pertama, untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa tanpa terbebani penuntasan kurikulum; kedua, fokus pada pendidikan kecakapan hidup, misalnya soal pandemi Covid-19; ketiga, aktivitas dan tugas disesuaikan dengan minat dan kondisi masing-masing siswa; serta keempat, evaluasi siswa/i bersifat kualitatif, bukan kuantitatif. [rd/em/voa]