KAPOL.ID – Gerakan boikot produk terafiliasi Israel ternyata tidak membuat ekonomi Indonesia goyah.
Sebaliknya, aksi ini justru menjadi motor penggerak produk lokal. Kekhawatiran soal pemutusan hubungan kerja (PHK) massal pun terbukti hanya isapan jempol.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan, boikot adalah senjata ampuh untuk menekan Israel.
Data survei membuktikan, penjualan produk terafiliasi Israel anjlok. Dari 37 produk ibu dan bayi, angka penjualan 92% di antaranya terjun bebas.
Nasib serupa dialami 74% dari 29 merek produk kesehatan yang diboikot.
“Target kami jelas, hentikan serangan ke Palestina. Kami tidak mau ada efek buruk di dalam negeri,” kata Ketua MUI Bidang Dakwah, KH Cholil Nafis, di Jakarta, Rabu (3/9/2025).
Justru, kata Cholil, boikot melahirkan “juara-juara” baru. Produk lokal kini naik kelas.
Mereka mengisi kekosongan yang ditinggalkan produk asing multinasional. Ekonomi nasional pun ikut terkerek naik.
Wakil Sekretaris Jenderal MUI, Ikhsan Abdullah, menepis keras isu PHK massal.
Menurutnya, isu itu sengaja diembuskan oleh pihak-pihak yang selama ini mengeruk untung besar dari produk terafiliasi Israel.
“Mereka panik karena keuntungan mereka tergerus. Isu PHK itu senjata mereka untuk melemahkan gerakan boikot,” tegasnya.
Aktivis Pro-Palestina, Shafira Umm, melihat boikot bisa menjadi panggung bagi produk dalam negeri.
Ini adalah momentum emas untuk unjuk gigi. Sumber daya manusia dan kreativitas anak bangsa tidak perlu diragukan lagi.
“Kita punya semua yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk pengganti yang berkualitas,” ujar Shafira.
Wakil Ketua Umum Dewan Pakar PP Dewan Masjid Indonesia (DMI), Imam Addaruqutni, menambahkan, boikot membuka jalan bagi ekonomi kerakyatan.
Gerakan ini harus terus dijaga. Edukasi kepada masyarakat menjadi kunci.
Badan Musyawarah Islam Wanita Indonesia (BMIWI) bergerak cepat. Mereka menyosialisasikan Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 secara masif.
Fatwa ini menjadi landasan hukum untuk mendukung perjuangan Palestina dan menolak produk terafiliasi Israel.
“Perempuan adalah konsumen terbesar. Kami bergerak dari tingkat provinsi hingga ke akar rumput,” kata Ketua Presidium BMIWI, Lin Kandedes.
Gerakan boikot yang sudah berjalan hampir dua tahun ini menjadi bukti.
Kekuatan konsumen tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Pilihan kita di rak-rak toko ternyata bisa mengubah dunia. ***












