OPINI

Desentralisasi dan Pertambangan Pasir: Refleksi dari Kabupaten Tasikmalaya

×

Desentralisasi dan Pertambangan Pasir: Refleksi dari Kabupaten Tasikmalaya

Sebarkan artikel ini

Oleh Astri Kusmarianti
Mahasiswa S2 Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada

Kekayaan alam akan memiliki nilai keberlanjutan bagi generasi di masa depan, jika dirawat dengan baik. Prinsip ini dipegang teguh dalam rangka menyongsong spirit otonomi daerah, salah satunya adalah Kabupaten Tasikmalaya. Namun, belakangan ini terjadi fenomena yang menarik dibalik aktivitas pertambangan pasir di Kabupaten Tasikmalaya yang dilakukan oleh pengusaha. Yakni berpotensi eksploitatif dan merusak lingkungan.

Pengelolaan sumberdaya di daerah secara mandiri telah diberikan kewenangannya melalui desentralisasi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Masalah pertambangan pasir di Kabupaten Tasikmalaya menjadi kompleks karena bukan hanya soal berdampak pada kerusakan lingkungan. Juga tentang lemahnya penegakan hukum di tingkat daerah. Hal ini menyebabkan pemerintah provinsi untuk turun tangan melalui instruksi Gubernur Jawa Barat tentang penutupan aktivitas pertambangan pasir di Kabupaten Tasikmalaya (Sumber: TribunJabar.id)

Peta masalah

Fenomena ini memberikan indikasi bahwa terjadi kegagalan fungsi desentralisasi di tingkat lokal. Potensi kerusakan lingkungan akan terjadi, jika tidak adanya pengendalian aktivitas pertambangan pasir yang dibatasi oleh pengaturan hukum. Secara terang-terangan menunjukkan bahwa terdapat kelemahan pengawasan dan penegakan hukum oleh dinas terkait. Seperti upaya penindakan secara tegas. Selain itu, keterbatasan kapasitas mencakup anggaran, personality atau keahlian teknis. Juga memungkinkan pemerintah daerah kesulitan untuk melakukan pemantauan di wilayah pertambangan pasir yang luas.

Selanjutnya implikasi atas intervensi yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat melahirkan dua pandangan strategis. Pertama, intervensi sebagai bagian supervisi karena pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya dinilai lamban dalam menjalankan kewenangannya. Kedua, mengikis kredibilitas otonomi daerah meskipun bertujuan baik. Intervensi langsung dari Gubernur Jawa Barat secara tidak langsung menggambarkan kegagalan pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya dalam menjalankan otonomi daerahnya sendiri. Hal ini bisa mengurangi kepercayaan publik terhadap kapasitas pemerintah daerah Kabupaten Tasikmalaya. Lantas bagaimana membangun spirit otonomi daerah?

Solusi

Membangkitkan semangat otonomi daerah di tengah isu yang krusial menjadi tantangan serius bagi pemerintah daerah. Permasalahan vital seperti kasus pertambangan pasir memerlukan upaya solusi yang komprehensif dimana bukan hanya reaktif, tapi juga proaktif. Hal ini mendorong, pentingnya membedakan antara otonomi dan kapasitas dalam konsep desentralisasi. Serta analisis tentang bagaimana kapasitas harus dimasukan dalam pengukuran desentralisasi (Lago, 2021).

Beberapa solusi alternatif bisa dilakukan dengan cara. Pertama, penguatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia di daerah menjadi pilar utama. Pemerintah Kabupaten Kabupaten Tasikmalaya, dengan dukungan dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi harus mengalokasikan anggaran yang memadai. Untuk diadakan pelatihan pengawasan agar memiliki keahlian teknis dalam identifikasi pelanggaran.

Kedua, hukum harus ditegakkan tanpa ada kompromi. Hal ini sebagai kunci bahwa pengembalian kepercayaan publik kepada pemerintah daerah adalah harus dilaksanakan dengan penuh ketegasan.

Sanksi administratif hingga proses pidana perlu dilakukan sesuai dengan pengaturan hukum, tanpa pandang bulu. Sinergitas antara pemerintah daerah, kepolisian, dan kejaksaan sangat penting. Untuk memastikan penindakan memiliki kekuatan hukum yang kuat dan memberikan efek jera.

Ketiga, tidak lupa untuk melibatkan partisipasi aktif dan pemberdayaan masyarakat lokal. Masyarakat sebagai garda terdepan sering kali mendapatkan dampak yang kurang mengenakan. Maka sangat perlu untuk dibentuk mekanisme pengaduan yang mudah diakses, responsif, dan menjamin keamanan pelapor. Edukasi akan dampak kerusakan lingkungan dan keberlanjutan lingkungan harus terus digencarkan agar bisa bersama-sama menjaga lingkungan.

Berangkat dari kompleksitas persoalan pertambangan pasir di Kabupaten Tasikmalaya, kini saatnya semua pihak, yakni pemerintah daerah untuk mengambil sikap tegas dan progresif. Desentralisasi bukan semata soal pelimpahan kewenangan, melainkan tanggung jawab atas keberlanjutan lingkungan dan masa depan generasi.

Pemerintah daerah harus keluar dari bayang-bayang ketidakmampuan dan menunjukkan kapasitasnya sebagai aktor utama. Dalam tata kelola sumber daya yang adil dan berkelanjutan. Jangan biarkan otonomi daerah kehilangan maknanya di tengah kerusakan lingkungan yang kian nyata.***