Ilham Abdul Jabar
Pengajar Kelas Mahasiswa Pesantren Al Hikmah Mugarsari Kota Tasikmalaya
Tadi Jumat malam (28/10), saya kedatangan 4 orang santri ini, –kebetulan saya sedang pulang kampung dulu. Banyak hal yang kami diskusikan, terkhusus mengenai kepesantrenan dan kesantrian.
Salah satu asumsi saya yang membuat alis mata mereka mengkerut, mengenai keberkahan ilmu seorang santri. Kata saya, “salah satu alasan santri sekarang kurang keberkahan ilmunya. Karena mereka tak ingin mengetahui nama penulis kitab yang sedang mereka kaji, apalagi biografi nya.” Ini saya sampaikan ketika duduk bersama ditemani indocafe dan rokok Djarum Coklat.
Padahal, lanjut saya, Syekh Usamah Al-Azhari, menyampaikan “untuk menyelami suatu ilmu secara mendalam, kita perlu menyentuh lima sisi dari ilmu tersebut: Kaidah, Ushul, Praktek, Biografi Tokoh, dan Masalah Kontemporer.”
Tapi sekarang? Mayoritas tak peduli akan hal ini. Malah ada sebagian santri, yang merasa gagah atas kitab yang sudah mereka hatamkan.
Begini saja, tak perlu menguasai 6 poin itu. Untuk mengetahui biografi penulis kitab-kitab yang dikaji di pesantren saja masih belum hafal semua, apalagi mengaktualkannya pada masalah kontemporer.
Kalau tak percaya, lanjut saya, silahkan cek sendiri, tanya saja senior sudah hatam kitab apa? Lalu tanya, siapa penulis kitab nya dan guru dari penulis kitab itu siapa? Walau ada yang bisa jawab, tapi hanya sebagian kecil.
Kalau jawabnya “di pesantren saya dilarang mengoperasikan handphone.” Pertanyaan kemudian, toh kenapa gurunya tak membahas ini? Kan setiap fan ilmu ada mabadi nya.
إنّ مَبَادِئَ كُلِّ فَنٍّ عَشرَة
“Sesungguhnya konsep dasar setiap fan ilmu itu ada 10.”
Kenapa penyampaiannya tidak diperdalam..? Misal, setiap pertemuan pertama mengkaji suatu kitab, dibahas dulu biografi penulis kitabnya. Kan keren.. betul, betul, betul..?
Sebetulnya banyak yang kita diskusikan di malam itu, tapi tak perlu saya tulis di sini. Intinya, semoga saja mereka ter-provokasi oleh saya yang sama-sama santri juga.***