KAPOL.ID – Setiap manusia itu pada dasar punya kemampuan untuk menjadi pemimpin. Paling tidak bisa menjadi pemimpin untuk dirinya sendiri.
Namun masalahnya bisa menjadi sangat multi komplek, jika pemimpin dalam pengertian yang sangat luas.
Kendati pilkada Kabupaten Tasikmalaya masih menunggu waktu sekitar delapan bulan lagi (September). Kini publik sudah mulai menggadang-gadang kira-kira siapa calon pemimpin yang diidam-idamkan masyarakat Kabupaten Tasikmalaya ke depan.
Sosok muda bertalenta dengan pola pikirnya yang bernas dan cerdas Iip Miftahul Faoz jebolan Pontren Haur Kuning, Desa Mandalaguna, Kecamatan Salopa, Kabupaten Tasikmalaya yang juga salah satu putra dari mendiang pendiri
Pontren Haur Kuning K.H Saefudin Zuhri mencoba membedah seni dan pola memimpin. Kini Iip sudah mulai dilirik dan digadang-gadang menjadi cabup atau cawalbup pilkada Kabupaten Tasikmalaya 2020.
“Keberhasil pemimpin untuk bisa mendorong dan memajukan rakyatnya yang sejahtera dimanapun dia menjadi pemimpin, jangan ada matahari kembar,” tegas Iip ditemui Kapol di rumahnya yang nyaman Sabtu, (15/2/2020)
Fenomena yang kerap terjadi kata Iip, dinamika seni memimpin antara Bupati dan Wakilnya setelah terpilih, biasanya, sering terjadi metamorfosa, keduanya dalam tugasnya seperti menjadi matahari kembar.
“Tidak ada harmonisasi dan sinergi sesuai dengan tupoksinya masing-masing,” tandas
Iip.
Jika keduanya ngotot dan tidak sadar ingin menjadi pemimpin tandasnya lagi, maka yang akan menjadi korban adalah bawahannya dan rakyat itu sendiri.
Pemimpin dalam hal ini Bupati dan Wakilnya, sambungnya, ibarat dua sayap dalam burung, bisa menjadi penyeimbang sesuai dengan tugasnya masing-masing.
“Jika salah satu sayapnya tidak berfungsi atau sakit maka terbangnya tidak sempurna, jatuh ketika terbang atau tidak bisa terbang sama sekali,” tuturnya berfilosofi.
Dalam dunia nyata seni memimpin, jika salah satunya sakit, misalnya tersangkut korupsi, tentu saja biduk yang dinakhodainya akan oleng, hancur atau bahkan tenggelam
Ada hal yang sangat penting ujar penyuka nilai-nilai kesundaan yang kini mulai pudar dikalangan urang Sunda.
“Jujur adalah karakter yang harus ada dalam setiap jiwa pemimpin, tanpa jujur jangan harap bisa memajukan dan mensejahterkan rakyat,” tegasna.
Jujur saja pungkas pria yang murah senyum ini tidak cukup, pemimpinpun harus, berani, adil, bijaksana dan bisa mengayomi masyarakat yang multi karakter.***