TASIK, (KAPOL).- Setelah dinyatakannya P-21atau hasil penyidikan sudah lengkap atas perkara dugaan tindak pidana korupsi pemungutan dana (BOS) Bantuan Operasional Sekolah di wilayah Kecamatan Salawu tahun anggaran 2018, tersangka AG langsung menjalani penahanan di rumah tahanan Kebon Waru Bandung, Kamis (10/10/2019) kemarin.
Pada saat itu juga, Polres Tasikmalaya melimpahkan perkaranya berikut tersangka, barang bukti dan setumpuk berkas kepada Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya.
Dengan mempergunakan mobil tahanan, sekitar pukul 10.30 wib, tersangka AG yang merupakan Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Salawu pada UPT Pendidikan Salawu pada saat itu, digelandang ke Kejaksaan.
Lantas tidak berselang lama, tersanga dikirim ke Bandung.
Kuasa hukum tersangka AG, Bambang Lesmana SH menuturkan, status klien-nya memang sudah tersangka sejak lebih dari setahun lalu, tepatnya bulan Mei 2018 lalu. Akan tetapi pada saat itu tidak dilakukan penahanan.
Setelah terkatung-katung cukup lama, kini dinyatakan P21 dan perkaranya berlanjut ke tahap berikutnya.
Klien-nya pun kemudian ditahan sambil menunggu proses pengadilan yang paling cepat diperkirakan, sekitar dua pekan kedepan.
“Ada proses hukum yang harus disempurnakan. Karena penanganan perkara ini termasuk yang memang serius dan ekstra. Kenapa ekstra, karena dari mulai penyidikan, waktu itu OTT (oprasi tangkap tangan) sampai sekarang sudah hampir dua tahun kurang. Kenapa bisa seperti itu,” tegas Bambang, saat mendampingi pelimpahan tersangka di Mapolres Tasikmalaya, Jumat (10/10/2019).
Setelah pihaknya mengevaluasi, maka ia melihat banyak kekurangan. Dimana dulu kurang kehati-hatian dalam penanganan, sehingga perkaranya terbengkalai satu tahun lebih.
Hal seperti itu harus diperbaiki oleh penyidik semua, sebab ini menyangkut status seseorang. Sehingga ia memohon untuk diperbaiki agar tidak terulang dikemudian hari.
Bambang pun menyoroti tentang penyitaan barang bukti uang senilai Rp 145.854.000 dan Rp 690.581.000 (atau Rp 800 juta lebih) dikala OTT oleh Polres Tasikmalaya.
Namun setelah proses auditor (inspektorat) dilakukan, ternyata ditemukan kerugian negaranya Rp 50 juta saja.
“Maka berarti bukti Rp 50 juta bakal dijadikan bukti ke pengadilan. Artinya, bukti ini wajib hukumnya ada, sesuai audit dari auditor. Sementara uang Rp 800 juta lebih yang disita itu dikemanakan, harus jelas karena masyarakat menanyakan,” tegas Bambang.
Pasalnya, uang sitaan Rp 800 juta lebih tersebut bukanlah bukti dari sebuah kejahatan, malainkan uang dana BOS milik para Kepala SD se-kecamatan Salawu.
Dimana saat ini para kepala sekolah dituntut oleh percetakan, penyuplai buku, yang sampai sekarang belum dibayar.
Sehingga bakal mengakibatkan dampak hukum berikutnya kalau tidak dibayat kepala sekolah bisa menghadapi tuntutan.
“Uang itu dana BOS, seperti untuk bayar buku, percetakan dan apa yang dipesan oleh kepala sekolah dengan pihak ketiga. Bukan uang hasil kejahatan. Itu belum dibayar, karena uangnya diambil,” terang Bambang.
Maka dengan itu, ia berharap jika uang sitaan tersebut dikembalikan kembali kepada para kepala sekolah tanpa harus proses dulu ke pengadilan.
Pihaknya pun meminta penelusuran oleh Kepolisian dan Kejaksaan, kemana saja aliran uang Rp 50 juta kerugian negara, sesuai auditor. Sebab tersangka tidak memakai uang yang dimaksud. (KAPOL)***