Oleh Bah Asmul
Investasi asing enggan masuk ke negeri ini, karena kuatnya rent seeking di tubuh birokrasi, yg menjadi pangkal korupsi. Investasi asing tak akan sudi menanggung ekonomi biaya tinggi.
Jadi, kalau mau investasi masuk, bersihkan dulu birokrasi dari watak rent seeking itu, agar korupsi hilang dan, lalu, investasi asing mau masuk. Itu logic, jika alasan perlunya UU Cipta Kerja itu utk menarik investasi asing.
Mestinya UU Cipta Kerja ini memperkuat rejim antikorupsi. Adakah klaster antikorupsi dalam UU ini? Sayangnya tak ada. Bahkan tahun lalu, rejim antikorupsi dipreteli melalui perombakan kewenangan KPK dan sumber daya lain di tubuh lembaga antirasuah itu.
Deregulasi melalui UU Cipta Kerja penting, tapi selama rent seeking masih menjadi praktik keseharian dan menjadi nilai yang menjiwai kinerja birokrasi, maka UU itu tak akan banyak menolong.
Bahkan, hal yg lebih mengerikan bisa terjadi ketika penekanan akan pilar investasi telah merobohkan fondasi bangunan kedaulatan rakyat yang, dengan susah payah, didirikan di atas puing-puing rejim pembangunan yang gagal.
Ya, rezim ekonomi-politik yang bercokol 32 tahun itu tetap runtuh disapu badai krisis ekonomi, padahal sudah ditopang kuat oleh pilar investasi asing dan hutang luar negeri.
Tanpa fondasi kedaulatan rakyat yang kuat, investasi asing hanya akan menggelembungkan negeri ini seperti “balon udara”: nampak besar tapi rentan.
Alih-alih mengerek kesejahteraan warga, kapital yang menggelontor dari negeri-negeri di belahan dunia utara itu justru bisa menyedot seluruh potensi sumber daya alam negeri khatulistiwa ini. Kesejahteraan domestik yang dibayangkan pun bisa menguap cepat sebelum kita sungguh-sungguh menyadarinya.