KAPOL.ID – Pegiat Komunitas Pengguna Jasa Transportasi Indonesia Wilayah Jawa Barat Sofyan Hadi, mempertanyakan sulitnya mengakses layanan jasa transportasi akibat penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam upaya pemerintah menanggulangi penyebaran Covid-19.
Sofyan memandang, seharusnya pemerintah mempertimbangkan secara komprehensif semua urusan dan kepentingan masyarakat, termasuk dalam kebijakan penanggulangan Covid-19. Jangan hanya berfikir memutus mata rantai penyebaran covid 19, melalui kebijakan PSBB lalu menggelontorkan bansos ratusan triliun sebagai kompensasi masyarakat untuk diam di rumah.
Menurutnya, Upaya mendisiplinkan warga itu tidak hanya cukup dengan diberi BLT, apalagi kalau pendataannya amburadul. Mendisiplinkan warga itu ya dengan menjalankan aktifitas dengan tetap berpedoman pada protokol kesehatan.
Pihaknya dan yang tergabung dalam Komunitas Pengguna Jasa Transportasi Indonesia bukanlah manusia yang bisa terus diam di rumah, apalagi tak akan mungkin terdata sebagai orang yang masuk kategori Keluarga Penerima Manfaat BLT Covid 19.
Baginya ikhtiar untuk tetap beraktivitas agar menghasilkan uang demi keluarga adalah lebih mulia, dengan catatan tentunya pemerintah menjalankan skema protocol kesehatan dalam pengaturannya.
“Kita tentu saja sangat dirugikan, terganggu dan mempertanyakan bagaimana sektor jasa transportasi tidak bisa berjalan sepenuhnya. Kita butuh layanan transportasi baik pesawat, kereta api maupun bis kota untuk aktifitas kerja dan ekonomi kita. Bagaimana tanggungjawab pemerintah dan para pengusaha jasa transportasi ini?” kata Sofyan.
Dia tak segan mengajukan gugatan class action kepada pemerintah dan pengusaha jasa transportasi atas kerugian masyarakat yang biasa menggunakan jasa transportasi. “Bukan kita membangkang atas kebijakan PSBB, tapi justru mempertanyakan implementasi kebijakan penanganan Covid -19 ini yang tidak komprehensif dan tidak konsisten,” ujar Sofyan
Sementara itu salah satu pengusaha operator jasa transportasi yang juga pemangku utama grup PT Primajasa, H. Amir Mahpud mengungkapkan, bahwa pihaknya selama dua bulan penerapan PSBB ini mengandangkan ribuan armada bus Primajasanya di pool, yang melayani berbagai rute trayek di tiga provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. H. Amir Mahpud
Hal tersebut sebagai bentuk dukungan atas upaya dan langkah pemerintah dalam penerapan kebijakan PSBB untuk menanggulangi penyebaran covid19.
“Grup Primajasa tidak mengoperasikan armada bus nya selama kebijakan PSBB ini karena Primajasa lebih mementingkan keselamatan masyarakat, keselamatan masyarakat lebih utama, saya tak mau ambil resiko menyebarnya virus covid 19 ini, Primajasa ingin membantu pemerintah menanggulangi wabah ini, Jadi Primajasa mendukung pemerintah dalam penerapan PSBB,” tutur H. Amir Mahpud.
Di tambahkan H Amir Mahpud, pihaknya juga secara moral tidak mau dianggap punya andil dan menjadi trigger penyebaran covid 19 ini melalui mobilitas warga dari wilayah yang dianggap zona merah ke berbagai daerah lain di rute yang bus Primajasa layani, meskipun ada indikasi relaksasi moda transportasi, Primajasa lebih memilih untuk tidak beroperasi.
“Primajasa lebih peduli melindungi masyarakat agar tidak terpapar Covid-19 daripada memaksakan diri beroperasi dan sekedar mengejar keuntungan bisnis semata. Biarlah Primajasa kehilangan pendapatan dan potensi keuntungan perusahaan di suasana high session seperti lebaran ini. Sekali lagi, bagi kami keselamatan masyarakat lebih diutamakan,” katanya menegaskan.
Meskipun demikian, menurut Amir Mahpud, semoga pemerintah memikirkan secara matang dan komprehensif dalam memutuskan kebijakan layanan jasa transportasi ini tanpa harus berbenturan dengan kebijakan PSBB dan skema protokol kesehatan dalam menanggulangi wabah covid 19 ini.
Sementara itu, Pengamat Transportasi Indonesia Priangan Timur, Nandang Najid menyoroti keberpihakan pemerintah terhadap para pengusaha operator jasa transportasi, bagaimanapun menurut Nandang Najid, perusahaan jasa transportasi itu merupakan perusahaan yang padat modal dan padat karya yang didalamnya ada juga ribuan karyawan.
“Semestinya pemerintah tidak hanya memikirkan dampak sosial dan ekonomi dari covid 19 ini kepada masyarakat secara umum, sentuh juga dong dan ajak bicara para pengusaha jasa transportasi. Kaji secara mendalam, semestinya dipikirkan adanya kebijakan insentif dan kompensasi kepada seluruh perusahaan transportasi. Karena bagaimanapun, dalam situasi normal mereka adalah pihak yang membantu pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan layanan transportasi masal yang tidak sepenuhnya bisa disediakan oleh pemerintah” ucap Nandang.