HUKUM

Korban KDRT Warga Pangandaran Laporkan Mantan Suami ke Polisi

×

Korban KDRT Warga Pangandaran Laporkan Mantan Suami ke Polisi

Sebarkan artikel ini

KAPOL.ID – Korban KDRT SS warga Kabupaten Pangandaran, melaporkan kembali mantan suaminya MF ke Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Jawa Barat atas dugaan tindak pidana.

Sebelumnya, SS juga telah melaporkan tindak KDRT ke Polda Jawa Barat.

Dalam laporan polisi tanggal 4 Januari 2022 nomor LP/B/05/1/2022/SPKT/polda jabar/ korban bersama tim pengacaranya mengadukan MF atas dugaan tindak pidana pasal 93 UU No 23 tahun 2006 sebagai mana di ubah dengan UU No 24 tahun 2013 tentang administrasi kependudukan.

Dikatakan korban, kasus tersebut berawal ketika ia dan tim pengacaranya berkumpul untuk mempersiapkan gugatan perceraian dengan mantan suaminya.

Pada saat mengumpulkan data di temukan nama yang beda dalam akte nikah dengan beberapa dokumen terkait keluarga MF.

“Karena berkaitan dengan gugatan cerai tak ingin gagal karena alasan salah nama, akhirnya tim pengacara mencari tahu ke dinas terkait. Ternyata setelah di cek ada 2 nama tercantum dalam KTP yang berbeda. Bukan hanya nama yang berbeda NIK berbeda, tanggal lahir pun beda,” ucap korban di Bandung, Rabu 5 Januari 2021

Ijudin Rahmat sebagai tim Kuasa Hukum mengatakan, untuk memastikan perbedaan tersebut, korban menghubungi Sekjen Parfis untuk meminta fotokopi data Akte dan AHU (ijin operasional kementerian Hukum dan Ham ) PARFIS.

“Ternyata benar KTP ganda tersebut di gunakan untuk dua akte yang berbeda. Pertama akte nikahnya dan kedua akte pendirian PARFIS,”ucap Ijudin.

Karena kejanggalan itu akhirnya korban didampingi pengacaranya menyambangi Polda Jawa Barat untuk konsultasi kasus tersebut.

“Setelah ditelusuri ternyata benar terlapor diduga telah melakukan tindak pidana pasal 93 UU No 23 tahun 2006 sebagai mana di ubah dengan UU No 24 tahun 2013 tentang administrasi kependudukan dengan ancaman 6 tahun penjara,” ujar Ijudin.

Akibat perbuatan MF, korban banyak menderita kerugian. Selain kerugian secara finansial, juga kerugian non finansial.

“Dari mulai awal pernikahan pesta pernikahan ga ngasih biaya. Setelah dinikah ga di kasih nafkah cuma di perkejakan lebih dari pembantu, pembantu saja dapat gaji bulanan lah saya cuma jadi kacung belum lagi di perkerjakan di cafe miliknya tanpa di gaji pokok nya rugi banyak deh. Nanti kita lihat saja di gugatan ganti rugi,” ujar korban. **