BOGOR, (KAPOL).- Puluhan mahasiswa pertanian gelar aksi unjukrasa pada Hari Tani Nasional, Rabu (25/9/2019). Aksi tersebut menyikapi peliknya persoalan agraria yang sampai saat ini belum mampu di ndahkan secara optimal oleh para stakeholder, baik pada tataran regional ataupun nasional.
Menindak lanjuti carut-marut ini, secara seksama Gerakan Resolusi Bogor (GRB), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM FAPERTA) dan Dewan Permusyawaratan Mahasiswa Fakultas Pertanian (DPM FAPERTA) Universitas Djuanda Bogor berunjukrasa.
Korlap Aksi Egi mengatakan, asalnya lahan sumber pangan cenderung mengalami penyusutan sekitar 1000 hektar/tahun. Jelas budaya alih fungsi lahan itu berdampak buruk bagi ketahanan pangan kita.
Mengupas lebih jauh polemik pada lingkup nasional, kata Egi, terkait dengan Rancangan Undang-Undang Pertanahan (RUUP) yang terlihat kontradiksi. Sehingga turutnya berbagai lini menolak keras kehadiran RUUP ditengah masyarakat. Alih-alih upaya solutif diterbitkannya RUUP, justru bertolak belakang dengan amanat konstitusi.
Sementara Berdasarkan peraturan daerah (PERDA) Kabupaten Bogor No.11 Tahun 2008, bahwasannya dalam hal ini salah satu diantaranya terdapat upaya pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pertanian tanaman pangan dan perkebunan.
Maka ini jelas sebagai dasar untuk Kabupaten Bogor menjadi kabupaten yang maju pada pemenuhan pangan.
Namun sangat disayangkan, bahwa PERDA yang dicetuskan pada tahun 2008 ini belum mampu diimplementasikan secara bijak. Pasalnya hingga sampai saat ini sekitar 1.000 hektar lahan produktif pertanian ditemukan mengalami kemerosotan di setiap tahun.
Lantas, kata Egi, bagaimana pembinaan dan pelaksanaan di bidang pertanian tanaman pangan dan perkebunan dapat dil aksanaan secara maksimal apabila objek area semakin tidak memadai.
Di samping pertimbangan angka penduduk di Kabupaten Bogor yang hari ini berkisar 5,5 juta jiwa dan jumlah migrasi atau angka kelahiran penduduk yang setiap tahunnya meningkat sekitar 2%.
Artinya masa konsumsi jauh meningkat ketimbang jumlah produksi. Maka tak heran Kabupaten Bogor hari ini masih bergantung pada impor pangan. Ketika PERDA No.19 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor, mampu dijalankan dengan tegas, maka dalil diatas terkait kemajuan pangan dapat teratasi.
Kemudian memperhatikan PERDA LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) yang disahkan sebagai solusi kedaulatan pangan dan kesejahterahan petani di kabupaten bogor khususnya. Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (DTPHK) adalah badan implementasi program LP2B.
Sejauh ini tampak bias informasi dan representasi dari adanya program ini, sehingga apakah LP2B ini secara serius diterbitkan dengan maksud kedaulatan pangan dan kesejahterahan petani di kabupaten bogor, atau justru diperuntukan sebagai alibi semata.
Menuntut, Wujudkan kedaulatan pangan dan kesejahterahan petani di kabupaten bogor. Berikan proteksi terhadap lumbung pangan dan lahan pertanian di Kabupaten Bogor.
Selain itu, kata Egi, tuntutan mahasiswa lahirkan sertifikat bagi petani terhadap lahan pertanian miliknya, agar tidak lagi marak terjadi sengketa lahan. Segera memberikan kejelasan terhadap tindak lanjut PERDA LP2B secara kongkrit dan terbuka.
“Tuntutan ini kami sampaikan sebagai bentuk kepedulian terhadap kemajuan dan kesejahterahan kabupaten bogor. Khususnya berkaitan dengan hari tani nasional yang dimana perlu adanya evaluasi terhadap kedaulatan pangan dan kesejahterahan kaum tani yang tidak boleh dielakan,” katanya.
Ditambahkan Egi, Sesuai dari pada amanat konstitusi No.5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria dan Pasal 33 ayat 3 Tahun 1945 yang kemudian dapat diindahkan.
“Atas ketidakrasionalan terkait Rancangan Undang-Undang Pertanahan pada skala nasional ini, melalui aksi ini kami nyatakan MENOLAK kehadiran RUUP tersebut di tengah masyarakat,” ujarnya. (KP-07)***