KAPOL.ID – Pemimpin pasar (market leader) industri produk air minum dalam kemasan (AMDK) gencar melakukan upaya kampanye negatif terhadap kompetitornya.
Kampanye pemasaran yang tidak sehat dianggap mendiskreditkan produk baru yang cepat diterima masyarakat melalui media massa serta media sosial lewat konten berbayar.
Pembahasan fenomena tersebut yang mencuat dalam diskusi media Klub Jurnalis Ekonomi Jakarta (KJEJ) bertema ‘Menyikapi Hoax dan Negative Campaign Dalam Persaingan Bisnis AMDK’ di Jakarta, Kamis (15/6/2023).
Dalam dialog yang menghadirkan sejumlah praktisi media tersebut, terungkap bahwa brand Le Minerale kerap diserang berbagai isu yang menyesatkan.
Salah satu pembahasan yang mencuat yakni terkait artikel yang dipublikasikan portal media Mantra Sukabumi, disebutkan bahwa Le Minerale berbahaya terhadap kesehatan, serta Galon Le Minerale juga acap kali dicap ‘tidak peduli lingkungan’.
Meskipun akhirnya media bagian dari Pikiran Rakyat Media Network ini menghapus beberapa artikelnya dan menyampaikan permintaan maaf.
Namun, hoaks tersebut sudah terlanjur merugikan pihak yang menjadi objek berita bohong tersebut.
Tidak hanya di portal Media online, penyebaran hoaks ini juga dilakukan di Media Sosial. Informasi fitnah atas Le Minerale terus bermunculan masif di media sosial dengan budget yang bombastis.
Terbaru, sejumlah influencer mendadak tampil menyiarkan konten yang mendiskreditkan Le Minerale dan sejumlah brand lainnya. Konten-konten berbayar di medsos ini dipakai sebagai ajang promosi dengan memuji produk market leader, tetapi sekaligus mendiskreditkan kompetitor, salah satunya Le Minerale.
Salah satunya konten Tiktok dari @prazteguh yang dengan jelas dan nyata menjatuhkan sejumlah brand yang digambarkan berasa pahit dan lain sebagainya.
Anehnya, konten yang dilabeli ‘kerjasama berbayar’ itu, hanya memuji satu brand, yakni brand yang menguasai pasar terbesar AMDK.
Tak berhenti sampai di situ, terlihat pula angka penonton yang jauh melebihi rata- rata konten pada akun ini.
Pengamatan terakhir mencapai hingga 300 juta penonton. Angka bombastis yang secara angka melebihi jumlah penduduk Indonesia saat ini.
Angka yang jauh berbeda dari konten lainnya, mengindikasikan adanya suntikan iklan untuk memperoleh jumlah jangkauan yang lebih banyak.
Redaktur Pelaksana Validnews.id Faisal Rachman, mengakui banyak kasus kampanye pemasaran negatif yang tidak sehat dengan menggunakan media massa sebagai arena tempur.
Salah satu kasus yang cukup mencuat ke publik adalah persaingan antara Aqua sebagai market leader dengan Le Minerale.
“Persaingan usaha yang tak sehat yang menggunakan media massa sebagai arena berperang tentunya lebih ‘panas’ lagi karena adanya media massa yang kurang jelas identitasnya,” katanya.
Menurut Faisal, dari 47.000 media massa per Januari 2023, hampir 80% di antaranya merupakan media “abal-abal”, yang beritanya yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Media Massa, lanjut Faishal, semestinya memberikan informasi yang akurat, komprehensif dan berimbang dengan berpegang teguh pada kode etik jurnalistik, pedoman media siber dan undang-undang Nomor 40/199 tentang Pers, sehingga tidak memberikan informasi yang menyesatkan kepada publik.
“Jangan sampai media massa yang harusnya memliki tanggungjawab untuk mengedukasi publik, malah dimanfaatkan untuk sekedar kepentingan bisnis pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab,” tutur Faishal.
Ancaman ITE
Burhan Abe, jurnalis senior sekaligus pemimpin redaksi media online Sorogan.id memberikan pandangan bahwa konten media sosial yang mediskreditkan semacam ini jelas menyesatkan bagi publik, karena ‘bias’ kepentingan.
Konten seolah-olah ulasan semua produk, namun ternyata untuk mengunggulkan produk yang bekerjasama dengan pembuat konten.
Semestinya netizen juga paham bahwa konten media sosial juga memiliki tanggungjawab untuk mengedukasi dan mencerahkan, bukan membuat informasi yang keruh, bahkan jika itu merupakan sebuah konten berbayar.
Sebenarnya, sudah berulang lagi para pembuat konten negatif yang melanggar aturan diberikan peringatan dan ditegur, namun nahasnya mereka tetap mengulangi konten semacam ini.
Padahal, lanjut Abe, konten di media sosial konsekuensi hukumnya lebih berat dibandingkan dengan media massa.
Jika ada informasi yang menyesatkan dan merugikan sejumlah pihak, maka akan bisa dilaporkan ke penagak hukum dan dijerat dengan UU nomor Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE), berbeda dengan media massa yang terverifikasi dewan pers prosesnya menggunakan delik pers.
Dihubungi terpisah, Kepala Badan Pengurus Pusat Perusahaan Periklanan Indonesia (BPP P3I), Susilo Dwihatmanto, menjelaskan kepada jurnalis KJEJ melalui sambungan telepon, bahwa berbagai bentuk negative campaign harus dihentikan.
“Kami sudah menyiapkan rambu-rambu beriklan yang jelas. Dengan demikian segala upaya iklan yang menjelekkan competitor lain baik di media massa konvensional maupun di media social itu tidak etis,” ujar Susilo dengan tegas.
Susilo memaparkan, berbagai rambu terkait etika periklanan sudah dituangkan dalam panduan Etika Pariwara Indonesia Amandemen 2020.
“Meski demikian kita juga harus memahami bahwa etika lebih ke pedoman. Spiritnya adalah self regulations. Bagaimana membuat iklan secara lebih beretika,” tegas Susilo.
Publik sudah Cerdas
Di akhir acara, Abe menyimpulkan selaku moderator bahwa di era keterbukaan informasi saat ini, berharap agar produsen lebih fokus untuk berinovasi menciptakan produk berkualitas yang aman dan menyehatkan bagi masyarakat, daripada sibuk melakukan kampanye negatif terhadap kompetitor yang hanya akan merugikan publik.
“Sehingga masyarakat dan berbagai stakeholders industry AMDK lainnya tidak dibuat bingung dengan berbagai pemberitaan maupun promosi negatif di media massa dan media sosial,” ujar Burhan.
Apalagi, lanjutnya, publik saat ini semakin pintar dan bijaksana untuk memilah informasi yang hoaks dan fakta.
Produsen sebenarnya juga memiliki tanggungjawab yang sama untuk meningkatkan literasi produk bagi publik.
Masyarakat sudah terinformasi dengan benar untuk membedakan produk AMDK yang aman, sehat dan higienis, sehingga wajar untuk tidak memilih produk AMDK kemasan galon yang berisiko terpapar senyawa kimia berbahaya seperti Bisphenol A (BPA).
Dia melanjutnya, inovasi dan kreativitas yang dilakukan kompetitor seperti Le Minerale telah memunculkan berbagai upaya kampanye hitam di sejumlah media tak jelas belakangan ini oleh pemimpin di pasar AMDK.
Jangan hanya karena produknya mulai tergerus dipasar lalu gencar untuk mendiskreditkan produk baru yang lebih inovatif.
“Persaingan produk semestinya dijawab dengan inovasi dan kreasi produk, bukan malah menggencarkan kampanye hitam produk,” ujarnya. ***